Agama dan Keluarga, Solusi Bentengi Anak dari LGBT

UII
UII

Yogyakarta, 9 Jumadil Awwal 1437/17 Februari 2016 (MINA) – Akhir-akhir ini ruang publik di tanah air diramaikan dengan perdebatan seputar isu (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Tidak hanya di media massa dan elektronik, perbincangan terkait LGBT juga begitu riuh disuarakan di media sosial. Tidak dipungkiri, LGBT sekarang ini tengah mendapat angin segar dan dukungan kuat dari sebagian kalangan agar diterima sebagai perilaku normal di tengah masyarakat.

Dukungan dari pihak luar dan beberapa perusahaan multinasional yang terus mengalir juga turut memperkuat kampanye para aktivis LGBT. Salah satu media kampanye LGBT paling efektif adalah melalui media seperti buku, internet, maupun media sosial untuk mempengaruhi persepsi massa.

Anak-anak disinyalir rentan terpengaruh oleh kampanye tersebut karena mereka belum memiliki filter untuk menyaring informasi yang diperoleh. Demikian laporan dari laman resmi UII yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Demikian seperti disampaikan oleh pakar psikologi anak dan Universitas Islam Indonesia (UII), Hepi Wahyuningsih. “Setiap hari, tanpa disadari, mungkin saja berbagai hal yang menggiring pada isu LGBT menjadi santapan rutin anak-anak kita. Sehingga lama kelamaan, anak-anak kita menganggap LGBT sebagai sesuatu yang normal, dan bahkan yang lebih menyedihkan bila akhirnya anak-anak kita juga ikut sebagai pelaku LGBT,” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia menganjurkan agar orangtua selalu hadir dalam memantau aktivitas dan keseharian anak. Sayangnya hal ini mulai dilupakan para orangtua yang terlalu sibuk dengan rutinitasnya dalam bekerja.

“Gaya hidup materialisme seringkali membuat para orangtua, dengan dalih memenuhi kebutuhan keluarga, tanpa disadari telah banyak meninggalkan rumah, menyerahkan anak-anak pada asisten rumah tangga, baby sitter, televisi, dan gadget,” tambahnya.

Kehadiran orangtua harus benar-benar dirasakan oleh anak-anak di mana mereka dapat menjadi figur teman, sahabat, sekaligus panutan bagi buah hatinya. Terkadang meski orangtua sudah di rumah, tapi hati dan pikiran masih memikirkan hal lain. Tangan juga terlalu asyik memainkan telepon pintar.

“Dalam teori belajar sosial, anak-anak cenderung meniru model yang mereka cintai. Orangtua yang dicintai anak-anaknya lebih mudah menjadi panutan bagi mereka. Nasihat orangtua untuk menjauhi perilaku LGBT tentunya akan lebih didengar,” ujar Hepi.

Di samping keluarga, Hepi juga memberi resep tentang pentingnya nilai dalam membentengi perilaku anak, katanya, “Semua agama jelas melarang perilaku LGBT. Orangtua perlu menanamkan hal tersebut pada anak serta mengajarkan nilai-nilai agama dan tata cara hidup yang telah diatur oleh agama.”

Ia mencontohkan di dalam Islam, anak diajarkan untuk tidak tidur dalam satu selimut meskipun dengan kakak atau temannya yang sesama jenis. Anak juga diajari untuk menahan hawa nafsunya sehingga tidak melihat hal-hal yang berbau pornografi. Sebab seperti diketahui, LGBT ini juga seringkali dikemas bersama dengan hal-hal yang berbau pornografi. (T/P006/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.