Brussels, MINA – Eitan Bronstein Aparicio, seorang aktivis Israel yang menentang Zionisme, meyakini rezim apartheid Israel suatu hari akan runtuh dan ia akan kembali ke Israel ketika Palestina merdeka.
Dilansir dari TRT World, Rabu (16/10), Aparicio menekankan, negara-negara lain harus mengambil contoh pembatasan komersial yang dilakukan Turkiye.
Aparicio lahir di Argentina pada tahun 1960-an, dari keluarga Yahudi yang bermigrasi ke Israel ketika ia berusia lima tahun. Setelah menyelesaikan wajib militernya di tentara Israel, Aparicio menolak bertugas sebagai tentara cadangan di Lebanon dan Tepi Barat yang diduduki.
Lima tahun lalu, ia memutuskan tidak ingin lagi hidup di bawah kendali negara Yahudi, jadi ia pindah bersama keluarganya ke Brussels, Belgia.
Baca Juga: Palestina Kecam Perintah Israel yang Menyita Pengeras Suara di Masjid
Di Brussels, Aparicio beroperasi di bawah naungan “Aliansi Yahudi Anti-Zionis di Belgia”.
Saat berpartisipasi dalam demonstrasi yang diselenggarakan oleh personel Uni Eropa untuk memprotes peringatan satu tahun serangan Israel terhadap Gaza, Aparicio menyampaikan pidato di depan gedung Komisi Uni Eropa yang menyatakan, negaranya telah berubah menjadi negara yang melakukan genosida.
“Ketika saya memahami bahwa masalah kekerasan — inti permasalahannya adalah Zionisme, adalah proyek Israel, adalah negara bangsa Yahudi — dan bahwa perdamaian dan keadilan bagi semua orang di Palestina, Israel mustahil terwujud, kecuali kita mengatasi Zionisme.
“Sejak saat itu, saya banyak bekerja di Israel terkait Nakba, terkait hak-hak untuk kembalinya para pengungsi Palestina,” kata Aparicio, yang merupakan penulis “Nakba: The Struggle to Decolonise Israel”.
Baca Juga: Dalam 24 jam, Perlawanan Tepi Barat Lakukan 12 Operasi Melawan Tentara Penjajah
“Saya melihat masa depan di mana Israel akan runtuh suatu hari nanti.”
Ia menjelaskan, Israel menyerupai rezim kolonial atau apartheid lainnya, dengan membandingkannya dengan apartheid Afrika Selatan, yang didirikan pada hari yang sama dengan Israel dan akhirnya runtuh karena tekanan internasional, boikot, dan sanksi.
Ketika rezim apartheid runtuh, Aparicio yakin bahwa sebagian besar orang Israel, dengan pola pikir kolonial mereka, tidak ingin hidup setara dengan orang Palestina.
“Saya sangat berharap akan ada orang di sana yang tinggal bersama orang Palestina. Saya dan istri berjanji pada diri sendiri bahwa saat Palestina merdeka, kami akan kembali,” katanya.
Baca Juga: Stafnya Diserang, World Central Kitchen Hentikan Sementara Bantuan di Gaza
Kuncinya Tekanan Internasional
Aparicio menekankan bahwa “kunci untuk mencapai tujuan ini adalah tekanan internasional,” dan menekankan perlunya sanksi dan embargo senjata dari semua negara, termasuk PBB dan Uni Eropa.
Mengacu pada pembatasan ekspor Turkiye kepada Israel, Aparicio berkata: “Saya pikir apa yang dia (Presiden Turki Erdogan) lakukan sangat berharga — memboikot sepenuhnya, menutup perdagangan dengan Israel.”
“Itu sanksi yang sangat kuat. Saya tahu di Israel, dan saya berbicara dengan banyak orang, bahkan orang-orang yang bekerja di bidang perdagangan dan yang mengimpor dari Turkiye, dan saya membaca tentangnya. Itu menyebabkan masalah besar bagi pasar Israel.”
Baca Juga: Yaman Luncurkan Rudal Balistik ke Israel, Empat Pemukim Luka
“Sanksi penting di mana-mana, di setiap level. Karena hanya tekanan yang dapat menghentikan Israel,” tambahnya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kemensos Palestina Ingatkan Penumpukan Bantuan di Luar Gaza