Oleh Mohamad Iskandar Syah, Mahasiswa STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Seorang manusia khususnya Muslim atau Mukmin tentu tidak lepas dari sebuah amalan. Entah itu amalan yang baik ataupun amalan yang buruk.
Amalan tersebut menjadikannya sebuah catatan sejarah sebuah perjalanan seorang hamba, di tengah lika-liku kehidupan dunia yang fana.
Keimanan seorang Mukmin pun terkadang terlihat baik bagi sebagian Mukmin lainnya. Namun terkadang keimanan seorang Mukmin terlihat buruk di sebagian Mukmin lainnya.
Baca Juga: Melestarikan Identitas Keislaman Baitul Maqdis di Tengah Konflik
Dalam Al Qur’an Surat Al-Isra ayat 25 Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman :
رَّبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمۡ ۚ إِن تَكُونُواْ صَٰلِحِينَ فَإِنَّهُۥ كَانَ لِلۡأَوَّٰبِينَ غَفُورًا
Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertobat.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: Ayat 25)
Seorang yang sedang baik ibadah dan imannya maka akan menjadikan dirinya berada dalam ketaatan kepada Allah dan terus beribadah dalam kebaikan. Namun sayangnya adakalanya seorang yang sedang baik ibadahnya terkadang merasa bahwa amalannya sudah cukup dan baik. Sehingga menganggap sebagian Mukmin lainnya yang sedang tidak baik keimanannya sebagai seorang yang hina dan buruk perangainya.
Baca Juga: Iskada Aceh: Tahun Baru Momentum Persatuan
Dan terkadang seorang yang sedang tidak baik ibadah dan imannya, maka akan terus terlena dalam kelalaiannya. Sampai terketuk dalam hatinya bahwa segala sesuatu yang Allah takdirkan, menjadi tanda akan kasih sayangnya atas hamba-Nya.
Padahal, manusia pada umumnya khususnya bagi seorang Mukmin, sesungguhnya tidak ada yang sempurna, baik itu kehidupannya maupun keimanannya. Sehingga ketika seseorang tersebut melakukan kesalahan itu adalah tanda bahwa Allah mampu membiarkan seseorang jauh dari hidayahnya dan mempunyai kehendak untuk memberikan hidayah kepada siapa saja yang ia kehendaki.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ ۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ
Baca Juga: Pentingnya Ilmu dan Persatuan Muslimin dalam Pembebasan Masjidil Aqsa
Artinya: “Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al-An’am [6]: 125).
Maka, jika seorang yang sedang baik imannya, maka ia tidak akan memandang rendah orang yang sedang tidak baik imannya dengan kacamata ketakwaan. Jika ini dilakukan, maka sungguh akan terasa indah Islam ini dan membuat penganutnya merasa aman dan tentram.
Begitu juga sebaliknya jika seorang yang sedang tidak baik imannya merasa bahwa dirinya perlu memperbaiki diri dan memperbanyak teman-teman yang baik keimanannya. Sehingga dapat mengingatkan satu dengan yang lainnya, maka jelas akan terasa begitu indahnya agama Islam ini.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Baca Juga: Karya Seni Untuk Solidaritas Palestina
فَبِمَا رَحۡمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡ ۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَ ۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِ ۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 159).
Maka marilah kita berlemah lembut dalam mengingatkan kebaikan sebagai ciri khas bagi seorang Mukmin atas Mukmin lainnya.
Marilah kita saling mengingatkan dalam kebaikan, agar keimanan dan ketakwaan berjalan dengan baik sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan baginda Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wassalam.
Baca Juga: Fenomena FOMO Muncak di Kalangan Gen Z
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Keteguhan Iman di Tengah Arus Zaman: Refleksi Islami untuk Generasi Milenial