Oleh: Rendy Setiawan*
Sejarah perkembangan Islam, tidak melulu soal peperangan, pedang, dan adu tanding. Banyak kisah hebat yang ditorehkan oleh umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan, jauh sebelum Barat mendominasi seperti sekarang. Bahkan menjadi pusat ilmu terbesar di masanya, misalnya Baitul Hikmah di masa dinasti Abbasiyyah.
Masa dinasti Abbasiyah (132-565 H/750-1258 M) terutama pada fase pertama yang dipimpin oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur, Khalifah Harun Al-Rasyid dan Abdullah Al-Makmun, merupakan khalifah-khalifah yang sangat cinta pada ilmu pengetahuan, yang dengan kecintaannya khalifah-khalifah sangat menjaga dan memelihara buku-buku, baik yang bernuansa agama maupun umum, baik karya ilmuan muslim maupun non muslim, baik karya-karya ilmuan yang semasanya maupun pendahulunya.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Kondisi ini terlihat jelas dari kebijakan khalifah Harun Al-Rasyid yang memerintahkan tentaranya untuk tidah merusak kitab apapun yang ditemukan dalam medan perang. Begitu juga khalifah Al-Makmun yang menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan lainnya untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, sampai pada akhirnya berdirilah Baitul Hikmah di Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan pada waktu itu.
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah lembaga ini diperluas penggunaannya. Baitul Hikmah, pertama kali dirintis oleh khalifah Harun Al-Rasyid, menjadi pusat segala kegiatan keilmuan yang dikenal dengan nama Khazanah Al-Hikmah.
Sejak 815 M, Al-Makmun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Baitul Hikmah. Di lembaga ini baik muslim maupun non muslim bekerja mengalihbahasakan berbagai naskah kuno dan menyusun berbagai penjelasan.
Sejak awal berdirinya Baghdad, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dunia Islam. Maka tak heran Baitul Hikmah menjadi salah satu lembaga utama dari masuknya literatur asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan dianggap sebagai jembatan besar dalam transfer ilmu pengetahuan.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Karenal inilah kemudian zaman tersebut dikenal dengan masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam).
Walaupun pada awalnya Baitul Hikmah hanya berupa sebuah perpustakaan, tetapi Baitul Hikmah bukanlah perpustakaan seperti yang kita kenal saat ini. Baitul Hikmah bahkan lebih menyerupai universitas.
Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para cendekiawan muslim menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti Matematika, Filsafat, Astronomi, Kedokteran, Fisika dan juga Metafisika.
Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar Matematik juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku Filsafat dari Yunani, terutama falsafah etika dan logik akal. Sedangkan karya-karya satra diambil dari Persia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Khalifah Al-Ma’mun mendatangkan banyak ilmuwan terkenal untuk saling berbagi informasi, pandangan dan budaya di Baitul Hikmah. Berpusat di Baghdad sepanjang abad ke-9 hingga ke-13, terdapat banyak ilmuwan di antaranya Al-Khawarizmi, dan juga orang-orang dengan latar belakang Persia maupun Nasrani yang ikut ambil bagian pada penelitian dan pendidikan di lembaga ini.
Selain menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, para ilmuwan yang memiliki hubungan dengan Baitul Hikmah juga banyak membuat karya besar di berbagai bidang. Di bawah kepemimpinan Al-Ma’mun, Baitul Hikmah telah menjadi payung penelitian dan ilmu pengetahuan yang terbaik pada abad pertengahan Islam.
Namun, setelah lebih dari lima abad lamanya, Baitul Hikmah hancur bersamaan dengan terhentinya sejarah Abbasiyah dipimpin Al-Mu’tashim oleh serangan Bangsa Mongol yang mengakibatkan dampak sangat negatif pada kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Inilah masa kejayaan Islam yang rahmatan lil alamin. Bukan saja kepada umat Islam itu sendiri, tetapi kepada penganut ajaran yang lainnya. (R06/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
*Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Cileungsi