Bandar Lampung, MINA – Handphone di kantong celana saya tiba-tiba berdering. Panggilan di aplikasi whatsapp nampak tertulis nama Basrin, saudara sepupu yang belum lama ini menghirup udara segar setelah divonis 5 tahun penjara karena melanggar Pasal 115 dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Dis, tolong kirim nomor rekening, saya mau infak untuk Palestina, kamu yang tahu lah supaya dana ini bisa betul-betul tersalurkan,” katanya di ujung telepon.
Saya jawab, ada lembaga kemanusiaan di Indonesia yang konsen dengan isu Palestina, Aqsa Working Group (AWG) namanya, bersama sayap bidang kewanitaannya, Maemuna Center (Mae-C) yang saat ini mempunyai program pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak Indonesia (RSIA) di Gaza Palestina. Tanah di daerah Gaza Tengah telah diberikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza Palestina, terletak di Komplek Rumah Sakit Ar-Rantisi berjarak 2 KM dari RS Asy-Syifa, dan 6 KM dari Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza Utara.
“Ya sudah, salurkan ke situ (RSIA) saja. Ini nggak banyak Dis, tapi mudah-mudahan bisa jadi pahala jariyah,” katanya penuh yakin. Memang hingga saat ini korban luka-luka di Gaza sudah lebih dari 86.000, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Karena itulah warga Gaza sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai saat ini.
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
Tak lama kemudian Basrin mengirimkan bukti transfer ke rekening Pembangunan RSIA. Tertulis sejumlah 4 juta rupiah, uang yang dia kumpulkan dalam beberapa bulan ini dan telah memenuhi kotak infak yang diletakkan di kamar tidurnya.
Bukti transfer ini kemudian saya kirimkan ke Ketua Mae-C, Onny Firyanti yang dibalas dengan sertifikat ucapan terimakasih atas donasinya untuk pembangunan RSIA. Rencana pembangunan RSIA itu beberapa waktu lalu mendapat apresiasi dari Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyah. Ini menunjukkan baik AWG maupun Mae-C benar-benar serius untuk bisa segera mewujudkan bangunan RSIA di Gaza.
Basrin menceritakan, dia memang sudah membuat kotak infak yang niat awalnya untuk membantu pembangunan masjid di kampung halamannya, Desa Kejadian, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Seiring berjalannya waktu, kata Basrin, masjid di kampungnya itu mendapat bantuan dana cukup besar sehingga proses pembangunan berjalan lancar. Sebab itulah, fokus Basrin akhirnya beralih kepada tragedi kemanusiaan yang terus-menerus muncul baik di media massa maupun di media sosial yaitu genosida di Gaza Palestina yang hingga kini masih terus terjadi.
Baca Juga: Resmikan Terowongan Silaturahim, Prabowo: Simbol Kerukunan Antarumat Beragama
Basrin yang sudah menikah dengan Santi Uniya dan dikaruniai bayi perempuan baru berumur satu tahun bernama Safiya Nur Arisa ini, sebenarnya masih belajar dan dalam proses hijrah. Selama di hotel prodeo, Basrin secara bertahap belajar memperbaiki diri, ia pun mulai melaksanakan shalat lagi. Hidup di lapas juga mengajarkan dia untuk peduli terhadap sesama.
Bagi Basrin, meskipun infak yang dia berikan untuk warga Gaza Palestina melalui AWG dan Mae-C ini tidak seberapa jumlahnya, namun ini adalah bukti bagian dari keberpihakannya terhadap kebenaran. Dihadapan Allah, tentu apa yang dilakukannya ia berharap akan menjadi tabungan pahala jariyahnya. “Saya sebenarnya bukan orang bener juga, tapi mudah-mudahan apa yang saya infakkan ini bisa bermanfaat untuk saudara-saudara kita di Palestina dan ini bukti keberpihakan saya terhadap Palestina,” katanya semangat.
Basrin berharap apa yang dilakukannya untuk membantu warga Gaza Palestina ini bisa diikuti oleh yang lain. “Gak seberapa, tapi mudah-mudahan bisa menginspirasi yang lain, insya Allah bukan untuk riya,’’ tegasnya.
Saya jadi ingat, beberapa waktu lalu ada kerabat maupun teman yang menghubungi saya untuk minta nomor rekening lembaga peduli Palestina karena ingin berdonasi. Menariknya, tidak sedikit di antara yang berdonasi itu mereka punya masa lalu yang kelam. Tapi jangan lihat masa lalu mereka, lihatlah betapa kepedulian mereka dalam membantu Palestina tidak bisa dipandang sebelah mata. Artinya, jangan selalu menilai orang dari masa lalu yang tidak baik, sebab setiap orang punya hati nurani yang akan selalu menuntunnya pada jalan kebaikan.
Baca Juga: Konflik Suriah, Presidium AWG: Jangan Buru-Buru Berpihak
Ada juga teman lama saya semasa sekolah dulu, sampai saat ini (maaf) ia masih sering bermain judi dan peminum. Namun, saat aksi perlawanan pejuang Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu dilancarkan, dia dengan semangat menghubungi saya untuk minta nomor rekening karena ia akan ikut berdonasi. Dan benar saja, ia mentransfer sejumlah uang untuk membantu warga Gaza Palestina.
Ada lagi teman saya yang lain, jadi pengusaha dan mulai hijrah. Padahal dulunya, ia adalah orang yang doyan sekali berkelahi dan mabuk-mabukan. Suatu malam, pengusaha itu tiba-tiba menelepon, ia minta nomor rekening untuk berdonasi. Bukan hanya ingin berdonasi, bahkan ia menyatakan diri siap lahir batin jika bisa berangkat jihad ke Palestina. “Dis, besok saya transfer ya (dengan logat Lampungnya yang kental). Ini bagaimana ya, Palestina ini, saya ini masih banyak dosa, tapi kalau harus berangkat ke Palestina ya udah berangkat ajalah, Jihad sekalian di sana, syahid, biar dosa-dosa saya dihapusin,” katanya penuh semangat.
Kembali ke sepupu saya bernama Basrin tadi. Ada satu kalimat yang sampai saat ini masih saya ingat. Katanya, “Peduli terhadap muslim Palestina itu bukan hanya kewajiban para ustad atau kyai saja, tapi seharusnya semua manusia tanpa memandang gelar, terpanggil untuk melakukan pembelaan terhadap Palestina yang terjajah.”
Menurut Basrin, selama ia benama manusia, seharusnya terpanggil membantu warga Gaza Palestina. “Saya bukan orang benar, tapi kalau melihat apa yang terjadi di Palestina, rasanya greget juga, merasa salah aja kalau kita tidak terpanggil untuk membela mereka. Bagaimanapun muslim Palestina itu adalah saudara kita,” katanya.[]
Baca Juga: Krisis Suriah, Rifa Berliana: Al-Julani tidak Bicarakan Palestina
Mi’raj News Agency (MINA)