Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Batu cincin atau dikenal dengan batu akik sebagai perhiasan (aksesori) kini sangat mudah didapat di mana-mana. Mulai di toko-toko, media online, di terminal-terminal hingga di pinggir-pinggir jalan.
Harganya pun bervariasi, mulai dari yang terjangkau oleh kalangan rakyat biasa, seharga 50 ribu rupiah, hingga jutaan bahkan puluhan dan ratusan juta.
Ukurannya pun bermacam-macam, mulai dari seukuran kancing baju, kelereng, biji salak, sampai seukuran telor ayam kampung, hingga yang puluhan ton!
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Seperti ditemukannya bongkahan batu giok sekitar 20 ton di kawasan hutan lindung di Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong Ateuh, Aceh. Juga bongkahan batu giok di perbukitan di Donggala, Gorontalo, Sulawesi.
Nah, kalau dibuat cincin, sebesar apakah cincinnya? Kalau dipotong-potong menjadi cincin-cincin siap pakai, akan jadi berapa buahkah? Dan berapa keuntungan harganya semuanya?
Perhiasan Akik
Batu akik, batu giok atau batu cincin, saat ini cukup digemari oleh berbagai kalangan, baik orang tua, remaja sampai anak-anak, laki-laki maupun perempuan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Perhiasan ini tidak seperti anting, giwang atau gelang, cincin digunakan di jemari. Baik di jari manis, jari tengah atau di seluruh jari.
Cincin batu akik, beda dengan cincin emas yang biasanya digunakan oleh kaum wanita. Jika bagi wanita, memakai cincin merupakan suatu bentuk estetika agar terlihat lebih cantik, elegan, menunjukkan status sosial, kemapanan taraf ekonomi atau bahkan glamor sekali pun.
Tetapi bagi kaum pria, cincin akik digunakan untuk menambah perhiasan atau menambah status dan kewibawaan katanya, menunjukkan taraf kegagahan dan kemampuan finansial, atau sekedar ikut-ikutan trend yang ada.
Kaum pria pun mendominasi pasar-pasar dan pusat penjualan batu akik, demi memperoleh jenis dan corak yang paling bagus.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Dengan corak dan warna yang indah, batuan akik juga dipercaya memiliki kegunaan masing-masing sesuai dengan komponen pembuatnya. Makin unik warna dan corak batu akik maka akan makin mahal nilai batuan tersebut. Misalnya saja bacan, kecubung, lavender, raffles, giok, petir, blue safir, biduri laut, badar lumut, zamrud, sulaiman, dan sebagainya, yang dipercaya memberi efek tertentu pada pemakainya.
Semakin mahal batu cincinnya, semakin bergengsi pulalah dirinya. Ada orang yang karena begitu gemarnya mengoleksi batu akik, berapa pun ia beli kalau yang dinginkannya ada.
Seorang jamaah umrah ketika bertemu Penulis di salah satu toko di Mekkah, baru saja membeli cincin yang ia sebut dengan Safir Rusia, yang baru saja ia beli senilai 5.000 real Saudi (sekitar 12 juta rupiah lebih).
Dalam sebuah pameran di Bandung belum lama ini, ada pedagang batu akik, yang membanderol bongkahan batu jenis bacan dengan harga Rp 350 juta.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Ketua Asosiasi Perajin Perhiasan dan Batu Permata Jatim, H.M. Fathoni Masruchan mengatakan, terdapat empat jenis batu mulia yang memiliki nilai tinggi dan paling diminati, yaitu Ruby, Saphir, Zamrud, dan Mata Kucing. Harganya mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 1 miliar.
Sekitar tiga tahun lalu, tersiar kabar koleksi batu akik, senilai Rp 2,5 miliar milik seorang warga, Ngadiwinatan, Kelurahan Ngampilan, Yogyakarta bernama Suroto (71) yang pernah ditawar Sultan Brunei Darussalam. Sultan termasuk seorang kolektor batu mulia.
Media Syirik
Di beberapa situs online, ada beberapa penawaran perhiasan batu cincin yang sarat dengan aroma mistik, magis atau syirik. Memang sudah sejak ribuan tahun silam, sejak jaman animisme dan dinamisme, di mana manusia percaya pada benda-benda.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tatkala manusia mengalami kendala, gangguan, atau ingin meningkatkan kewibawaan dirinya, maka mereka berusaha mencari jalan keluarnya. Upaya itu antara lain melalui ritual supranatural ilmu ghaib atau mencari benda bertuah yang dipercaya memiliki kekuatan. Di antaranya pada benda berwujud keris, tombak, pohon, gunung hingga batu akik saat ini.
Ada pedagang di dunia maya yang menawarkan batu akik merah delima, yang katanya dipercaya dapat menghilangkan penyakit mistis dan untuk menarik simpati.
Ada pula batu kecubung, yang banyak disukai pria, dan diyakini dapat membangun relasi dan meningkatkan gairah hidup.
Batu giok berwarna hijau dari daratan Cina, dipercaya sebagian penggemar batu menambah ketenangan dan ketenteraman hidup.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Bahkan, katanya ada jenis akik onix hitam, yang mampu memberikan perlindungan bisnis. Hingga akik jenis zamrud yang mampu memberikan kesejukan batin ketika dalam kesulitan.
Menurut Ketua Program Studi Magister Pemikiran Islam Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Sudarno Shobron, mengatakan bahwa syirik merupakan perbuatan dosa besar. Maka, umat Islam diminta menghindari semua hal yang mengarah pada perbuatan tersebut.
“Termasuk mengenakan cincin akik yang dipercayai memiliki kekuatan magis atau bisa mendatangkan keberuntungan, tergolong syirik,” ujarnya.
Sudarno menerangkan perbuatan syirik bakal merusak akidah seseorang karena membuat lalai untuk beribadahnya kepada Allah. Padahal Islam telah mengajarkan kepada umat Islam yang ingin mewujudkan keinginan yaitu dengan selalu berdoa, berusaha, berikhtiar dan tawakal hanya kepada Allah.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Pimpinan Majelis Tafsir Al-Quran, Ustadz Ahmad Sukino menjelaskan, Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki benda-benda seperti batu akik, keris dan lainya, asalkan hanya digunakan sebagai perhiasan. Mengenakan batu akik sebagai perhiasan hukumnya mubah atau boleh.
Ia menyebutkan bahwa Rasululullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam memiliki cincin perak yang dikenakan pada jari kelingkingnya, dan mata cincinnya berasal dari Habasyah (Ethiopia).
Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan tentang cincin yang dikenakan oleh Rasulullah Shallalhu ‘Alaihi Wasallam. Bahwa, sekembalinya beliau Shallalhu ‘Alaihi Wasallam dari Hudaibiyah, kemudian beliau menulis surat kepada para Raja di sekitar jazirah Arab, yang dibawa oleh para kurirnya. Tatkala beliau hendak menulis surat kepada Raja Romawi, maka dikatakan kepadanya, ”Sesungguhnya mereka tidak akan membaca suatu-surat, kecuali apabila dibubuhi tanda (stempel).” Maka beliau Shallalhu ‘Alaihi Wasallam menjadikan cincinya yang terbuat dari perak yang di atasnya terdapat ukiran terdiri dari tiga baris. Muhammad pada satu baris, Rasul pada satu baris dan Allah pada satu baris. Beliau pun menyetempel surat-surat yang dikirimkan kepada para raja dengannya, serta mengutus enam orang pada satu hari di bulan Ramadhan tahun 7 H. (Zaadul Ma’ad)
Menurut Ustadz Ahmad Sukino, hal yang berurusan dengan duniawi selama tidak ada larangan hukumnya mubah, termasuk mengenakan batu akik. Tetapi kalau punya keyakinan kekuatan gaib atau kewibawaan hal itu termasuk syirik.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Hal itu karena menjadikan benda sebagai jimat baginya. Jimat (tamimah) pada masa jahiliyah adalah sesuatu yang dikalungkan pada anak kecil atau binatang dengan maksud untuk menolak bahaya.
Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Purwakarta, K.H. Abun Bunyamin mengomentari demam batu akik yang melanda masyarakat. Kegemaran warga yang terus meningkat menggunakan dan mengoleksi batu akik, ia ingatkan agar tidak sampai menjurus kepada hal-hal yang dinilai musyrik.
Menurutnya, batu akik yang saat ini menjadi trend bagi kaum pria, tak lebih hanya hiasan tangan dan koleksi keindahan bagi warga yang memiliki hobi mengumpulkan jenis batu tersebut.
“Jadi jangan dijadikan hal-hal yang mengarah apa lagi membuat musyrik,” ujarnya.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Dia menjelaskan, tidak ada benda yang boleh di percayai memiliki kekuatan tertentu, termasuk batu akik. Sehingga warga yang memiliki hobi mengkoleksi batu akik disarankan, agar jangan memiliki anggapan atau meyakini batu akik memiliki khasiat atau keutamaan di luar seni dan keindahan.
“Menurut ajaran Islam, hanya ada satu yang harus kita percayai yaitu Allah,” paparnya.
Peringatan
Hakikat jimat tak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun dan bagaimanapun cara pakainya.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Ada yang terbuat dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang atau batu. Baik dipakai dengan cara dikalungkan, digantungkan, dipakai, dan sebagainya. Tempatnya pun bervariasi, baik di mobil, di rumah, di leher, di perut, di kaki, di jari tangan dan sebagainya.
Contohnya seperti kalung, batu akik, cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan berbahasa Arab yang ditulis per huruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris, atau benda-benda yang digantungkan pada tempat-tempat tertentu, seperti di atas pintu kendaraan, di pintu depan rumah, diletakkan pada ikat pinggang atau sebagi ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas, dibakar lalu diminum, dan lain-lain dengan maksud untuk menolak bahaya.
Pengharaman jimat antara lain disebutkan di dalam ayat, yang artinya, “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?”. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS Az-Zumar [39]: 38).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan, yang artinya, “Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan syirik.” (HR. Ahmad dan al-Hakim).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab, “Penangkal sakit.” Nabi pun bersabda, “Lepaskanlah, karena barang itu hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika engkau mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, maka engkau tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad).
Khusus bagi laki-laki, tentu terlarang jika mengenakan cincin emas, atau cincin batu akik yang tempatnya terbuat dari emas.
Hal ini merupakan larangan dari Nabi, “Emas dan sutera dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria”. (HR. An-Nasai dan Ahmad).
Satu peringatan lagi, khususnya buat kaum pria, walau pun memakai cincin selain emas, itu boleh. Namun ketika shalat, apalagi berjamaah di masjid, perlu hati-hati, jangan sampai mengganggu kekhusyu’an shalat dirinya atau yang di sebelahnya.
Sebab, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyuruh isterinya, A’isyah Radhiyallahu ‘Anha, agar menyingkirkan sebuah pakaian (khamisah) bermotif/bertanda, karena mengganggu pandangan beliau saat shalat.
Kata beliau, “Sesungguhnya pakaian khamisah tadi telah melalaikan aku dalam shalatku.” (.Bukhari dan Muslim)
Imam Ath-Thiby Rahimahullah memaparkan, bahwa di dalam hadits tersebut terdapat penjelasan, gambar dan sesuatu yang nampak (mencolok) dan memiliki pengaruh terhadap hati yang bersih dan jiwa yang suci, terlebih lagi hati yang tak suci, itu harus disingkirkan waktu shalat. Agar tidak mengganggu kekhusyu’an dan pandangan saat shalat, pada sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Termasuk sajadah bergambar pun dapat membuyarkan pandangan shalat.
Juga, cincin akik yang berkemilau, jam tangan aneka merek yang memesona, atau baju bergambar atau bertuliskan di belakang/punggung, dan sebagainya.
Apalah jadinya kekhusyu’an hati, jika ingin memandang tempat sujud, terhalang gambar, benda, dan termasuk cincin yang menarik perhatian mata itu.
Terlebih jika gara-gara cincin batu akik, demi memburu koleksi, rela merogoh kocek hingga ratusan ribu, jutaan, ratusan juta sampai miliaran rupiah. Hanya karena benda kecil yang akan dipasang di jari tangan. Apakah itu bukan termasuk pemubadziran harta?
Atau juga sampai rela berjam-jam nongkrong di tempat penjual batu, menggosok, memotong, berkawan debu-debu batu dan hawa dingin hingga larut malam. Lalu, lupa shalat berjamaah di masjid, lupa tadarrus Al-Quran, lupa keluarga dan lupa Allah, Tuhan yang telah menciptakan makhluk-Nya, termasuk yang telah menciptakan batu-batu itu. Entahlah kalau sudah diperbudak batu kecil itu. Wallahu a’lam.
Penutup
Terakhir, dan ini yang paling penting dan perlu menjadi catatan kita, terutama para penggemar batu akik. Mungkin kita tidak berbuat syirik, dalam arti memang tidak memercayai bahwa ada kekuatan ghaib atau dampak kewibawaan pada sebuah batu.
Namun, justru yang sangat dikhawatirkan adalah jika sampai menimbulkan sifat riya’ (ingin dipuji manusia), ujub (membanggakan diri), dan takabur (sombong).
Riya’, itulah juga termasuk perbuatan syirik, yakni syirik kecil. Sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil.” Ketika ditanya tentang (syirik kecil) itu, beliau menjawab, “Riya.” (HR Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Baihaqi).
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengingatkan betapa lembut dan halus perbuatan syirik merambah hati manusia, lebih samar daripada rayapan seekor semut.
Juga, kalau dengan perhiasan akik atau apapun yang dimilikinya menjadikannya ujub (membanggakan diri), maka itu pun tidak kalah dosanya. Sebagaimana pernyataan beliau, “Seandainya kalian tidak mengerjakan dosa, aku khawatir kepada kalian yang lebih banyak dari hal itu yaitu ujub”. (HR al-Uqailiy, Ibnu ‘Adiy dan al-Qudlo’iy dari Anas bin Malik).
Terlebih kalau menjadikannya sombong di hadapan yang lain. Seperti peringatan Allah dalam ayat: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia [karena sombong] dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS Luqman [31] : 18).
Tinggal kita tanyakan pada diri kita, apakah bedanya ketika kita memakai cincin akik atau apapun itu (pakaian, kendaraan, dsb) atau saat tidak memakainya. Apakah ada sedikit saja perbedaan pada hati kita? Umpamanya menjadi kurang wibawa, kurang percaya diri, minder, rendah diri dan seolah menyusut daya kekuatan kita? Padahal dari semua itu, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali hanya Allah Yang Maha Besar dan Maha Segala-galanya. Astaghfirullaahal ‘adzim. (P4/R05).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)