Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BELAJAR DARI MUTIAH

Admin - Sabtu, 13 Juli 2013 - 23:50 WIB

Sabtu, 13 Juli 2013 - 23:50 WIB

740 Views ㅤ

Oleh Bahron Ansori

Suatu hari, Fatimah Az Zahra ra bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wanita pertama yang akan memasuki surga. Rasulullah bersabda, “Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui perempuan pertama masuk surga, selain Ummul Mukminin, dia adalah Ummu Mutiah.”

Jawaban itu membuat Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya wanita yang masuk surga pertama kali. Padahal Fatimah adalah putri Rasulullah, dan telah menjalankan ibadah dengan baik.

Dari sana, timbullah rasa penasaran dan keingintahuan yang kuat di dalam diri Fatimah untuk lebih mengenal sosok wanita mulia tersebut. Fatimah pun mulai mencari keberadaan beliau di pinggiran kota Madinah. Fatimah ingin menyaksikan sendiri amalan dan ibadah apa yang dilakukan Mutiah.

Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad

Setelah mendapatkan ijin dari suaminya Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az Zahra pergi ke rumah Mutiah dengan mengajak Hasan, putra laki-lakinya yang masih kecil. Sesampainya di rumah tersebut, Fatimah segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Mengetahui bahwa putri Rasulullah SAW datang berkunjung, dengan segera Mutiah membuka pintu rumahnya.

Namun ketika Mutiah melihat Fatimah membawa Hasan, Mutiah kemudian kembali menutup pintu rumahnya. Fatimah heran dengan sikap Mutiah tersebut. Fatimah lalu bertanya dari balik pintu tentang sebab Mutiah melakukan hal itu.

Mutiah menjawab bahwa Rasulullah SAW mengajarkan untuk tidak membolehkan seorang istri memasukkan laki-laki ke rumahnya, ketika suaminya tidak ada di rumah dan atau tanpa ijin suaminya. Dan Hasan adalah seorang laki- laki, walaupun dia masih kecil. Selain itu Mutiah juga belum meminta ijin kepada suaminya.

Akhirnya Mutiah meminta Fatimah untuk kembali keesokan harinya, setelah Mutiah meminta ijin terlebih dahulu kepada suaminya. Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini. Namun, Fatimah tidak bisa menolak, karena argumentasi Mutiah memanglah seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah SAW. Setelah mengucapkan salam ia bersama Hasan meninggalkan kediaman Mutiah.

Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina

Pada hari berikutnya Fatimah kembali mengunjungi rumah Mutiah. Kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, Husein pun juga ingin ikut bersama ibunya. Ketika mereka bertiga telah sampai didepan rumah Mutiah, kejadian dihari pertama terulang kembali. Mutiah meminta maaf seraya mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, dan Mutiah belum meminta ijin suami untuk membawa Husein masuk ke rumahnya.

Semakin takjub hati Fatimah memikirkan, bahwa begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. Selain itu beliau juga sangat tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya. Fatimahpun akhirnya kembali pulang bersama Hasan dan Husein. Namun sebelumnya ia berjanji untuk datang lagi keesokan harinya.

Pada hari yang ketiga, Fatimah bersama kedua anaknya datang kembali ke rumah Mutiah. Akhirnya, dihari itu mereka bertiga diijinkan masuk ke rumah, karena kehadiran Hasan dan Husein telah mendapat izin dari suami Mutiah. Fatimah pun bersemangat ingin segera mengetahui, ibadah, amalan, dan muamalah apa saja yang dilakukan perempuan pertama masuk surga ini.

Setelah memasuki rumah, Fatimah mendapati ternyata rumah Mutiah sangatlah sederhana.Tak ada perabotan mewah disana. Namun, seisi rumah tertata rapi dan bersih, sampai- sampai Hasan dan Husein pun merasa betah bermain di dalam rumah itu.

Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

Fatimah juga tidak menemukan sesuatu istimewa yang dilakukan Mutiah. Mutiah hanya kelihatan sibuk mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu karena harus menyiapkan makanan siang untuk suaminya. dan Mutiahpun meminta maaf kepada Fatimah untuk itu, karenanya tidak bisa menemani Fatimah mengobrol.

Fatimah kemudian melihat Mutiah meletakkan makanan di sebuah wadah, dan tak lupa, Mutiah juga mengikut sertakan sebuah cambuk. Fatimah yang merasa penasaran dengan hal itu, kemudian memberanikan diri bertanya, “Untuk apa cambuk itu?”

Mutiah menjelaskan, bahwa jika suami Mutiah merasa masakannya tidak enak, dia ridha untuk menyerahkan cambuk itu kepada suaminya untuk dipukulkan ke punggungnya.

Mendengar hal itu, Fatimah kemudian bertanya kembali, “Apakah itu kehendak suamimu?”. Mutiah pun menjawab, “Bukan. Semua ini kulakukan karena keinginanku sendiri, agar jangan sampai aku menjadi istri durhaka kepada suamiku. Aku hanya mencari keridhaan dari suami, karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan suami ridha kepada istrinya”

Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis

Dari jawaban Mutiah tersebut, akhirnya Fatimah mengetahui alasan mengapa Rasulullah mengatakan jika Mutiah adalah perempuan yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Surga memang menjadi tempat yang pantas dan imbalan yang setimpal bagi para istri yang dengan tulus melayani suaminya, seperti yang telah dilakukan oleh Mutiah.

Saudariku,…

Jika zaman menyatakan tentang langkanya wanita seperti Mutiah sekarang ini, Semoga Allah senantiasa membukakan mata hati kita untuk menjadi bagian dari sesuatu yang langka tersebut. Duhai kaum para muslimah, jadilah kalian layaknya para Mutiah di akhir zaman ini. Berfikir, berkata dan beramallah seperti berfikir, berkata dan beramalnya Mutiah. Taatilah suamimu selama ketaatan itu akan membawa kepada ridha dan surgaNya.

Dan jika manusia meragukan masih adakah keberadaan wanita yang mau mengabdi dengan tulus kepada suaminya seperti yang dilakukan Mutiah, maka pastikan bahwa engkau adalah satu yang menjadi pengabdi itu.

Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara

Semoga pelajaran yang diberikan oleh Mutiah sang wanita mulia, bisa memberi semangat kepada kaum muslimah kembali meluruskan niat, menguatkan azzam (tekad) untuk meraih surga Allah. Lewat pengabdian yang tulus kepada suami tercinta, maka akan lahir sebuah kemenangan nyata yang sebenar-benarnya. Menang dan beruntung bukan hanya di dunia fana ini, tapi juga kemenangan dan keberuntungan di akhirat kelak. Wallahua’lam.(R2)

Rekomendasi untuk Anda