Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINAMewah-300x258.jpg" alt="" width="300" height="258" />
Dunia memang manis dan indah. Ia (dunia) bisa lebih indah dari seorang gadis yang cantik. Bahkan keindahan dunia bisa menjadi sebab yang melenakan manusia. Tak heran, karena gemerlap dan silaunya dunia, persaudaraan yang tadinya terjalin kokoh, hancur berkeping. Perlombaan anak manusia untuk terus meraih dan mewujudkan kemewahan serta kemegahan tidak akan pernah terhenti sebelum ia menjumpai ajalnya.
Di dalam Al-Quran, Allah Ta’ala telah menjelaskan tentang hakikat kehidupan dunia. Penjelasan tersebut Allah ulang-ulang dalam beberapa ayat. Tujuannya agar manusia tahu, kemudian sadar, dan muncul keyakinan bahwa kehidupan dunia ini bukanlah kehidupan yang hakiki. Di antara kita, hanya sebatas tahu bahwa kehidupan dunia ini bukanlah kehidupan yang hakiki, tapi rasa sadar dan yakin belum masuk ke dalam hati kita.
Dari beberapa ayat yang Allah sebutkan tentang sifat kehidupan dunia, tidak satu pun ayat yang menyebut-nya dengan bentuk pujian. Sebagaimana firman-Nya,
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keri-dhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain ha-nyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).
Di antara tipuan kehidupan dunia adalah seseorang suka saling bersaing dalam kemegahan dan kemewa-han hidup. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran dalam surat At-Takatsur.
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 1-8).
Surat ini adalah surat Makiyah, yakni surat yang Allah Ta’ala turunkan kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallalam sebelum beliau hijrah ke Madinah.
Di awal ayat, Allah Ta’ala berfirman
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.” (QS. At-Takatsur: 1).
“alhaakum” (Arab: أَلْهَاكُمُ) maknanya adalah telah membuat kalian lupa. Apa yang membuat manusia lupa? Yaitu “at-takaastur” (Arab: التَّكَاثُرُ) artinya bermegah-megahan dan saling memperbanyak.
Kita lihat kondisi pribadi kita pada saat ini dan orang-orang secara umum. Kita menampakkan siapa yang memiliki perhiasan terbaik, kendaraan paling bagus, rumah paling besar dan megah, gadget paling baru, dll. Untuk berlomba-lomba tersebut kita pun membutuhkan modal dan modal itu akan didapatkan dengan kerja keras dan mencurahkan waktu yang tidak sedikit. Sehingga waktu dan umur kita pun habis. Oleh karena itu, Allah berfirman tentang perlombaan ini,
حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
“Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur: 2).
Dalam ayat yang kedua, Allah Ta’ala memilih kata “zurtum” (Arab: زُرْتُمُ) “kalian berziarah” untuk mengungkapkan kondisi mayat yang masuk ke dalam kubur. Allah umpamakan, masuknya jasad manusia ke dalam kubur sebagai ziarah atau kunjungan. Artinya kuburan hanyalah tempat singgah. Tidak selamanya manusia berada di alam kubur. Hal ini sebagai sanggahan kepada orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan atau mereka yang memiliki keyakinan re-inkarnasi.
Kemudian kata Allah,
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” (QS. At-Takatsur: 3).
Manusia akan sadar dan teringat dari kelalaiannya ketika kematian datang menjemputnya. Barulah ia sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah kesia-siaan. Barulah ia paham, harta yang ia kumpulkan ia tinggal-kan untuk dibagi-bagi ahli warisnya. Barulah ia ingat bahwa dunia itu amatlah singkat dan perjalanan akhirat butuh perbekalan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallalam bersabda,
يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِى مَالِى إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
Baca Juga: Malu Kepada Allah
“Seorang hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim).
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallalam bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga. Yang dua akan kembali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya tadi adalah keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali. Sedangkan yang tetap menemani hanyalah amalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Palestina Memanggilmu, Mari Bersatu Hapuskan Penjajahan
Di ayat berikutnya, Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ كَلَّا ewahnسَوْفَ تَعْلَمُونَ
“dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” (QS. At-Takatsur: 4).
Manusia semakin sadar dan mengetahui, ketika ia telah masuk ke dalam kubur. Ia tidak lagi bisa kembali ke dunia yang ada hanyalah pertanggung-jawaban. Sementara yang ia kumpulkan di dunia sedang dibagi, dan ia akan mempertanggung-jawabkan hasil jerih payahnya. Yang halal akan dihisab dan dari yang haram akan mendapat adzab.
Baca Juga: Korupsi, Virus Mematikan yang Hancurkan Masyarakat, Ini Pandangan Islam dan Dalilnya!
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin (‘ilmu al-yaqin).” (QS. At-Takatsur: 5).
Di dalam kehidupan dunia ini, Allah ingatkan manusia. Dan ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Allah ingatkan, janganlah kalian para hamba-Ku disibukkan dengan perlombaan seperti itu, jika kalian sudah mengetahui dan meyakini kematian itu pasti akan terjadi. Dan tidak ada seorang pun yang meragukan jika ia akan meninggal dunia.
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim.” (QS. At-Takatsur: 6).
Jahim adalah nama dari nama-nama neraka. Ayat ini mempertegas firman Allah sebelumnya bahwa alam kubur bagaikan sebuah kunjungan saja. Manusia tidak kekal di sana. Mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat. Saat dibangkitkan itulah pengetahuan manusia yang sebelumnya sebatas keyakinan (‘ilmu al-yaqin) berganti menjadi penginderaan (‘ainu al-yaqin).
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
“dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatn-ya dengan ´ainul yaqin.” (QS. At-Takatsur: 7).
Baca Juga: Begini Cara Mengucapkan Aamiin yang Benar dalam Shalat Berjamaah Menurut Hadits
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing setiap langkah kita agar selalu waspada dengan kemewahan dan kemegahan dunia. Perlu dicatat, yang Allah larang adalah ketika manusia itu berlebihan dana mencari dan memanfaatkan hartanya sehingga ia termasuk dalam golongan orang-orang yang bermewah-mewah dan bermegah-megahan. Wallahua’lam. (RS3/)
Mi’raj News Agency (MINA)