Oleh Bahron Ansori, Redaktur MINA
MENURUT beberapa sumber, lelaki itu berkulit hitam legam, badannya kurus tinggi, rambutnya kriting lebat. Ia jauh berbeda dengan orang Arab sejamannya. Dia bukan seorang bangsawan. Dia hanya budak biasa dari kalangan sudra.
Dialah Bilal bin Rabah. Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari budak Habsyi yang berkulit hitam tapi hatinya putih. Ya, hatinya putih seputih salju. Hatinya bening, sebening embun. Dia, adalah salah satu sahabat besar di antara deretan nama besar sahabat lainnya.
Saat itu, Bilal hanyalah budak Umayyah, salah satu tokoh kafir musyrik Quraisy yang berpengaruh dan terpandang juga hartawan. Hari-hari Bilal dijalaninya sebagai penggembala kambing. Dari sinilah (pengembala gembala kambing) kisah perjalanan hidupnya menemukan cahaya Islam. Dari peran sebagai penggembala itu pula Bilal bertemu dengan orang paling agung akhlaknya, Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dikisahkan, saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Abu Bakar radhiyallahu anhu (ra) di gua, lewatlah Bilal yang sedang menggembala kambing-kambing milik Abdullah bin Jad’an. Saat Rasulullah melihat Bilal, beliau berkata, “Wahai penggembala, apakah engkau memiliki susu?” Bilal menjawab, “Tidak ada, hanya kambing ini saja. Apabila kalian mau, kusisihkan susunya hari ini untuk kalian.” Rasulullah berkata, “Bawa kemari kambingmu itu.”
Setelah Bilal mendekat, Rasulullah berdoa dengan membawa sebuah bejana besar, lalu memerah susu kambing dan memenuhi bejana tersebut. Beliau meminumnya hingga kenyang. Setelah itu memerah kembali susunya hingga bejana itu penuh, lalu memberikannya kepada Abu Bakar hingga Abu Bakar kenyang. Kemudian memerahnya kembali sampai bejana itu pun terisi penuh dan menyerahkannya kepada Bilal. Bilal pun meminumnya hingga kenyang.
Lalu Rasulullah bertanya kepada Bilal, “Apakah engkau telah mengenal Islam? Sesungguhnya aku adalah utusan Allah.” Singkat cerita, Bilal pun memeluk Islam berkat dakwah langsung Rasulullah tersebut dan memerintahkan Bilal agar menyembunyikan keislamannya. Bilal pun pulang dengan kambingnya yang kantung susunya mengembung penuh. Sepulangnya dari penggembalaan, Bilal menemui pemilik kambing, lalu sang pemilik mengatakan, “Engkau telah mengembalakannya dengan baik, ambillah kambing itu untukmu.”
Selama beberapa hari kemudian, Bilal tetap menemui Rasulullah untuk menyajikan susu kambing dan belajar Islam kepada beliau secara langsung, sampai akhirnya orang-orang kafir Mekah mengetahui keislamannya. Lalu mereka menyiksa Bilal dengan siksaan yang berat; dicambuk dan puncaknya ditindihkan batu besar ke tubuh Bilal dengan harapan agar ia kembali ke agama nenek moyangnya; menyembah berhala.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
“Katakan, tuhanku Latta dan Uzza..!” seru Umayyah dengan suaranya yang lantang.
Namun, karena iman itu sudah menghunjam kuat dalam hati Bilal, ia tak bergeming. Sebaliknya, ia berkata, “Ahad… Ahad… Ahad.” Ahad berarti satu. Bilal sudah mengimani bahwa hanya ada satu Tuhan di jagat raya ini. Tidak ada Tuhan selain Allah. Mendengar ucapan itu, Umayyah semakin berang, dan memukulkan cambuknya sampai puncaknya ditindih dengan batu besar harus dialami Bilal.
Saat penyiksaan Bilal itu sedang berlangsung, atas takdir Allah semata, maka lewatlah Abu Bakar As Shiddiq. Demi melihat sahabatnya disiksa dengan kejam, maka Abu Bakar membeli Bilal dengan harga yang tidak murah. Bilal pun terbebas dari kezaliman kaum kafir musyrik Mekah kala itu.
Sejak kemerdekaannya dari seorang budak, maka sejak itu pula Bilal selalu bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bilal termasuk orang-orang shaf pertama yang memeluk Islam. Masa-masa kebebasan itulah dimanfaatkan Bilal untuk terus belajar, beramal dan meningkatkan keimanannya bersama para sahabat yang lain sehingga ia benar-benar faham tentang apa itu Islam dan bagaimana cara mengamalkannya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Keistimewaan Bilal
Mesti nama Bilal tak sekaliber nama empat sahabat utama (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), tapi ia adalah satu di antara sekian banyak sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang memiliki banyak keistimewaan. Berikut akan dipaparkan secara ringkas beberapa keistimewaan sahabat Bilal bin Rabah.
Bilal hidup bersama Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan selalu mengumandangkan Adzan untuk shalat, dan menghidupkan syi’ar agama ini yang telah mengeluarkannya dari kegelapan kepada cahaya, dari perbudakan pada kemerdekaan. Bilal begitu dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga bliau pernah menyifati Bilal dengan calon penghuni surga. Meski mendapat gelar calon penghuni surga, Bilal tetap seperti biasa; ramah, sopan dan tidak pernah merasa dirinya lebih baik dari sahabat lain.
Suatu hari Rasulullah memanggil Bilal karena penasaran amalan apa yang dilakukan Bilal sehingga terompahnya saja sudah terdengar di Surga, meski orangnya masih hidup di bumi. Bilal pun menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Rasulullah bertanya, “Wahai Bilal, aku mendengar suara langkahmu di depanku di dalam surga. Setiap malam aku mendengar suara langkahmu.”
Dengan wajah penuh hormat, tapi tak bisa menyembunyikan raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. “Ya Rasulullah, setiap kali aku berhadats, aku langsung berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat.”
“Dengan itu kamu mendahului aku,” kata Rasulullah membenarkan. Masya Allah, begitu tinggi derajat Bilal bin Rabah di sisi Allah Ta’ala.
Dalam kesempatan lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada Bilal selepas mengerjakana shalat Shubuh.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
bersabda kepadanya setelah shalat Shubuh, “Ceritakan kepadaku perbuatan apa yang telah engkau lakukan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam, aku mendengar suara sendalmu berada di pintu Surga.”
Bilal berkata, “Aku tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan aku selalu bersuci dengan sempurna pada setiap saat; baik malam dan siang hari kecuali aku melakukan shalat sebagaimana yang ditentukan untukku melakukan shalat.” (HR. Bukhari).
Bilal bin Rabah ra, meski memiliki kulit yang hitam legam, tapi hatinya putih seputih kapas. Imannya kokoh sekokoh batu karang. Akhlaknya mulia dihadapan manusia terlebih lagi dihadapan Allah dan Nabinya. Bilal adalah lambang persamaan derajat manusia. Ia juga menjadi bukti dari sekian banyak bukti ayat kauniyah-Nya yang menjelaskan kepada umat manusia, bahwa tak ada manusia yang lebih baik di sisi Allah kecuali orang yang bertakwa, wallahua’lam. (A/RS3/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)