Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

توفيق Editor : Widi Kusnadi - Sabtu, 31 Agustus 2024 - 15:52 WIB

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 15:52 WIB

190 Views ㅤ

INI perjalanan pertama Saya keluar negeri, langsung ke dua negara, yaitu Malaysia dan Thailand. Misinya Kami sebut “Sildabu” Silaturahim, Dakwah, dan Bina umat. Saya menemukan warna tradisi beragama yang sama antara keduanya dengan Indonesia.

Ya, Kami. Saya bersama lima orang terdiri atas Ust Agus Sudarmaji, Ust Deni Rahman, Gus Haris Nadwi Muhammad, Haji Erik dan putranya Ghulam, menemani Imaam Yakshyallah Mansur menunaikan misi penting itu. 

Tadinya kami berdelapan. Tapi satu orang, yaitu Taufik Ismail, terpaksa batal terbang karena masa berlaku paspornya sisa 5 bulan lagi. Peraturan dari Malaysia tak mengizinkannya. Padahal dia yang mengurusi semua persoalan teknis misi ini dari A sampai Z. 

Alhamdulillah, ada Ghulam yang pengalaman bolak balik Malaysia karena istrinya tinggal lama di Negeri Jiran itu. Sekarang dia yang kami tunjuk sebagai mandor urusan teknis, dibantu Gus Haris.

Baca Juga: Rabi’ul Awwal sebagai Bulan Maulid Nabi

Tiba di Subang Malaysia pukul  18.30, tiga rekan Kami telah menunggu. Dudin Shobarudin, orang Majalengka, Jawa Barat yang 20 tahun lebih telah tinggal di Malaysia. Bang Faishal, pengusaha Malaysia yang membantu menyiapkan akomodasi dan transportasi Kami selama di Malaysia. Lalu Kamel dan Wafiq, dua pemuda Malaysia usia 20-an, murid bisnis Bang Faishal.

Bang Faishal, Wafiq & Kamel langsung membawa kami ke R&R, alias restoran di rest area. Untuk makan malam dan shalat Maghrib & Isya.

Di Malaysia, banyak anak mudanya yang sudah punya mobil. Tak susah juga untuk punya SIM. SIM mereka seumur hidup. STNK juga tak perlu diperbarui. Warga lebih banyak menggunakan mobil sebagai transportasi, dibanding motor ataupun bus. 

Misi pertama kami setiba di Subang Malaysia, selain menemui mereka tentu saja, juga menemui Datuk Rusli. Dia pengusaha Muslim yang sukses dengan bisnis kulinernya.  

Baca Juga: Lima Cara Membangun Keluarga Islami yang Dirindukan Surga

Datuk Rusli adalah tokoh ulama di Malaysia. Lewat bisnis, dia  berdakwah memperkenalkan Al Jama’ah di sana. Maka, kebanyakan jama’ahnya adalah pengusaha-pengusaha di bawah binaannya. 

Kami menemuinya di Kafe Ikiyo miliknya. Kafe Es Krim dengan aneka ragam jenis dan rasa. Ikiyo bukan bahasa Jepang. Ikiyo itu Bahasa Jawa yang artinya “Ini Ya.” Tak heran, istrinya orang asli Jawa, tepatnya Semarang, Jawa Tengah. 

Es krim hanya satu dari sekian banyak bisnis kuliner yang ia geluti dan rata-rata sukses. Ia punya ambisi besar melawan bisnis-bisnis kuliner asing punya China, Korea, dan Jepang. 

Tapi bisnis bukan misi utamanya. Baginya, bisnis hanyalah jalan dakwah baginya. Ia berharap betul Al Jama’ah menjadi wasilah terbentuknya jaringan bisnis yang kuat untuk menopang ekonomi umat Islam. Dia membina ratusan pengusaha-pengusaha muda untuk punya misi yang sama. Misi menjadi pengusaha yang fungsional bagi umat Islam. 

Baca Juga: Parenting ala Orangtua Palestina

Misi besar itu disambut baik oleh Imaam Yakhsya ataupun Imaam Muhyidin Hamidy Rahimahullah. Menurut Imaam, kesuksesan bisnis seorang Muslim tidak diukur dari pertambahan harta, tapi pertambahan manfaat untuk umat.

Selama ini umat Islam sudah lama terpinggirkan dalam kompetisi bisnis para taipan besar. Bukan cuma di Malaysia, tapi juga di Indonesia. Datuk merasakan betul payahnya bisnis retail melawan dominasi asing, terutama China dan India.

Usaha Muslim Melayu Malaysia melawan bisnis China dan India sebenarnya sudah keras. Rata-rata restoran yang kami temui kental dengan simbolisasi Islam. Kami belum menemui restoran kecuali semua pelayan wanitanya berjilbab. Dan dinding-dinding restorannya pun dihiasi kaligrafi. Resto-resto itu milik Muslim Melayu.

Di sisi agama, warga Malaysia umumnya bermadzhab Syafi’i. Sedikit sekali Salafi di sana. Persebaran Syafi’iyah Asy’ariyah di rumpun Melayu sudah mendarah daging. Maka susah bagi Salafi melepaskannya. Setidaknya itulah kesan pertama saya selama dua hari di Malaysia.

Baca Juga: Lima Ciri Orang yang Diinginkan Kebaikan oleh Allah

Lepas dari Malaysia, kami melanjutkan misi ke Thailand. Dari Perak Malaysia ke Naratiwath, Thailand, kami menggunakan jalur darat. Kami menyewa Van (Elf kalau di Indonesia). Drivernya Kamel. Ini perjalanan pertamanya ke Negeri Gajah Putih itu. 

Berangkat pukul 10 pagi, kami tiba di perbatasan Rantau Panjang Malaysia dan Sungai Kolok Thailand menjelang Maghrib. Sepanjang delapan jam perjalanan lebih banyak hutan yang kami temui. Syukurnya Kami tidak menemui sejengkal pun jalan rusak, tidak pula kemacetan.

Di border, kami terpaksa meninggalkan Van. Imigrasi dua negara tidak mengizinkan Van kami melewatinya. Meski banyak mobil-mobil Malaysia hilir mudik masuk keluar Naratiwath.

Syukurnya, kenalan kami di Thailand sudah menyiapkan Van yang lebih besar plus drivernya.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Proses imigrasi tidak sulit. Saya cuma ditanya mengapa melewati jalur darat, bukan udara. Saya jawab, karena pihak yang Kami temui tinggal dekat perbatasan darat.

Kondisi keamanan di Thailand sedang tidak baik-baik saja. Kami berkunjung setelah sebelumnya banyak peristiwa pengeboman oleh gerakan-gerakan perlawanan dari militan Patani.

Sepanjang perjalanan di dua wilayah mayoritas Muslim, Yala dan Patani banyak cek poin. Rupanya kenalan kami di Thailand sengaja meminjam Van milik Majelis Agama Wilayah Yala. Ada logonya di sisi kirinya. Dengan logo itu, Van ini bebas melewati cek-cek poin.

Majelis-majelis agama Islam punya hubungan baik dengan pemerintah Thailand. Meski Pemerintah enggan membuat mereka menjadi organisasi resmi, tapi majelis-majelis itu dibangunkan gedung yang cukup mewah sebagai kantor.

Baca Juga: Omong Doang: Janji Palsu yang Merusak Kepercayaan

Dua Majelis Agama, Yala dan Pattani, punya gedung kantor dua lantai dengan desain arsitektur yang sama. Mereka menggunakan gedung itu untuk menyelesaikan masalah-masalah keagamaan warga Muslim. Seperti pernikahan, waris dan pendidikan. 

Rezim sepertinya ingin menggunakan Majelis itu semacam alat negosiasi agar Muslim yang mayoritas di Yala dan Patani tidak memberontak. Bahkan Rezim mengangkat seorang muslimah berjilbab menjadi gubernur untuk Pattani. Namanya Fatimah. 

Tidak ada pilkada di Yala dan Pattani. Tentu saja pemerintah yang dikuasai Budha khawatir kalah bersaing di dua wilayah mayoritas Muslim itu. Gubernur Provinisi ditunjuk langsung oleh raja.

Sebenarnya ada kebebasan bagi warga Muslim untuk beribadah. Tak terhitung puluhan masjid kami lihat di sepanjang jalan utama Yala dan Pattani., belum lagi yang di dalam kampung-kampung.

Baca Juga: Pilkada 2024 Ajang Merajut Persaudaraan

Dalam perjalanan pulang kami sempat berkunjung ke masjid tertua dan terbesar di Patani. Masjid Jami Fathoni. Gedungnya cukup megah, indah dan terawat. Ada bagian tua yang dipertahankan seperti tiang dan mimbar. Ada juga yang dimodernisasi. Cukup ramai juga dengan banyaknya warga Muslim yang beribadah. 

Belum lama ini, kata driver kami, Raja Thailand Vajiralongkorn berkunjung ke Masjid itu. 

Dirver kami rupanya seorang imam di Masjid markas Jama’ah Tabligh di Yala. Dalam perjalanan pulang dia baru bilang berwanita empat, alias beristri empat. Jika kami ingin berkunjung ke desanya, rumahnya tak susah didapati. Cukup sebut saja ingin bertemu Imam berwanita empat. Semua warga desanya mengenalnya. Sayangnya Saya lupa bertanya, apakah keempatnya gadis atau janda? 

Warna Islam juga nampak di sepanjang jalan dalam bentuk pakaian dan tulisan-tulisan Arab. 

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Di banding Malaysia, khususnya Perak dan Kelantan, ekspresi keislaman di Yala & Patani lebih tampak. Wanita berjilbab hilir mudik di sepanjang jalan yang kami lewati. Pelayan-pelayan restoran wanita juga berkerudung. 

Warga Muslim di sana menganut madhzab Syafi’i Asy’ari. Seperti umumnya yang dianut rumput Melayu Malaysia, Singapura, Brunei dan Indonesia. Tapi tak sedikit juga Salafi di sana. Muslimah bercadar mudah kami temukan di mana-mana.

Geliat Islam di Thailand banyak ditopang oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah. Seharian penuh di Yala dan Pattani kami berkunjung ke tiga pesantren besar. Salah satunya milik seorang ulama bernama Ustadz Abdullah Abu Bakar. Nama pesantrennya Al Takziyah Al-Diniyah. 

Jumlah santrinya dua ribuan. Satu komplek lengkap jenjangnya dari Ibtidaiyah hingga Aliyah. Gedungnya mewah, megah dan luas. Fasilitasnya lengkap pula. Ada lapangan indoor dan outdoor.

Baca Juga: Amalan-Amalan di Bulan Rabiul Awal

Ada hubungan erat dan kuat antara pesantren di Thailand dengan Indonesia. Banyak pelajar yang dikirim ke pesantren Indonesia seperti di Mojokerto, Jawa Timur untuk belajar agama. Beberapa di antaranya di Pesantren Al Fatah, Cileungsi dan Muhajirun Lampung. Ada dua ratusan pelajar Muslim Thailand yang kuliah di Indonesia. 

Nur Islam, guide kami di sepanjang perjalanan, adalah mantan ketua himpunan mahasiswa Thailand di Indonesia. Beberapa bulan lagi Ia akan kembali ke Lampung untuk kuliah S2 di Universitas Lampung (Unila). Jenjang S1 dia selesaikan di Sekolah Tinggi Shuffah Ilmu Al Quran Abdullah bin Mas’ud, Lampung.

Di sana ada juga perwakilan NU dan Muhammadiyah. Ada 12 mahasiswa Muhammadiyah yang disebar di Pesantren-pesantren Thailand untuk program International Study Mobility. 

Salah satu sesepuh dan ulama yang kami temui adalah tokoh NU cabang Thailand. Namanya Makmun. Banyak alumni-alumni pesantren NU Indonesia di Thailand, salah satunya dia.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Sayang, kami hanya sehari di Thailand. Kami hanya bisa memotret sedikit tradisi dan perkembangan Islam di sana. Tapi cukup bagi kami menyimpulkan, Muslim Melayu di Asia Tenggara punya alasan kuat untuk menjadi tamadun bagi peradaban Islam. [taufikurrahman]

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Asia
Breaking News
Palestina
Pendidikan dan IPTEK
Asia