Xinjiang, 11 Syawwal 1438/5 Juli 2017 (MINA) – Pihak berwenang Cina di Xinjiang menahan ratusan etnis minoritas Muslim Uighur setelah mereka pulang dari ziarah luar negeri termasuk yang pulang dari menunaikan ibadah haji hampir setahun yang lalu.
Seorang pengacara hak asasi di wilayah tersebut yang meminta tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa pengadilan di seluruh wilayah tersebut diperintahkan oleh Partai Komunis Cina yang berkuasa untuk menahan siapa pun yang terlibat dalam bentuk aktivitas keagamaan ilegal.
“Ada tindakan keras di Xinjiang,” kata pengacara tersebut. “Pada bulan Maret, saya pergi untuk mengajukan banding, dan saya menemukan sebuah pusat penahanan (Pusat Penahanan Changji), ada 200-300 orang Uighur yang ditahan setelah kembali dari ziarah di Timur Tengah.”
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Pasal 21 dari “26 Bentuk Kegiatan Ilegal” yang bocor ke RFA pada bulan Februari dan dikutip oleh Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melarang orang bepergian ke luar negeri untuk berziarah, termasuk ziarah tahunan haji ke Makkah, dengan perusahaan-perusahaan yang tidak disetujui oleh otoritas urusan agama Cina.
Namun, pengacara tersebut mengatakan bahwa pihak berwenang tampaknya pro-aktif menuntut siapa pun yang melanggar peraturan.
Ia mengungkapkan, termasuk seorang warga Uighur ditangkap karena mengadakan pertemuan umat Islam di rumahnya. Kini terdakwa sedang menjalani persidangannya.
Peraturan Pasal 4 melarang “khotbah, interpretasi atau pertemuan Al-Quran yang dijalankan oleh tokoh agama atau orang beragama, tanpa persetujuan terlebih dahulu, di luar tempat ibadah yang berkaitan dengan agama tersebut.”
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Dan Pasal 3 melarang “kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh orang-orang yang tidak memiliki izin yang relevan untuk orang yang religius atau yang belum menjalani pendidikan patriotik.” (T/RI-1/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis