Washington, MINA – Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations/CAIR) mengecam pengesahan Undang-Undang (UU) negara mayoritas muslim Tajikistan yang melarang penggunaan hijab.
Direktur Penelitian dan Advokasi CAIR, Corey Saylor menyatakan, kebijakan tersebut melanggar kebebasan beragama dan tak seharusnya ditetapkan oleh negara manapun di seluruh dunia.
“Melarang penggunaan hijab merupakan pelanggaran kebebasan beragama, seharusnya tidak dilakukan di negara manapun yang menghormati hak-hak rakyatnya,” kata Corey Saylor dalam pernyataan resmi organisasi itu, Selasa (25/6).
“Kami mengecam undang-undang dan represif ini, serta mendesak pemerintah Tajikistan membatalkan keputusan tersebut,” tegas Corey Saylor.
Baca Juga: Diplomat Rusia: Assad dan Keluarga Ada di Moskow
Pernyataan Saylor ini merespons pengesahan undang-undang di Tajikistan yang melarang penggunaan hijab dan pakaian muslim lainnya.
Rancangan undang-undang (RUU) yang disahkan parlemen pekan lalu itu melarang penggunaan, mengimpor, menjual, dan memasarkan “pakaian asing bagi budaya Tajik”. Mayoritas pejabat dan publik menyebut larangan itu ditujukan terhadap pakaian khas Muslim.
Undang-undang ini juga melarang tradisi umat Muslim Tajikistan “iydgardak” yang berlangsung saat Hari Raya Idul Fitri. Iydgardak adalah tradisi ketika anak-anak mengunjungi rumah-rumah dan mendapatkan uang saku.
RUU mencakup sanksi administratif dan denda bagi para pelanggarnya. Dikutip Euro News, warga yang melanggar akan didenda mulai dari 7.920 somoni atau sekitar Rp12,1 juta untuk warga biasa, sekitar 54 ribu somoni (Rp82,6 juta), dan 57.600 somoni (Rp88,1 juta) bagi para tokoh agama.
Baca Juga: Setelah Zona Penyangga, Israel Duduki Gunung Hermon Suriah
Alasan pemerintah Tajikistan melarang penggunaan hijab dan atribut keagamaan “demi melindungi nilai-nilai budaya nasional” dan “mencegah ekstremisme”.
Beberapa tahun terakhir, Tajikistan memperketat kebijakan larangan memakai pakaian dan atribut keagamaan, terutama pakaian Muslim, di sekolah dan tempat kerja.
Undang-undang ini menganjurkan agar warga lebih menggunakan pakaian nasional Tajikistan, bukan pakaian Muslim. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ratusan Pengungsi Suriah di Lebanon Mulai Kembali Usai Assad Jatuh