Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Depan Megawati, Haedar Nashir Sebut Keluarga Soekarno Sebagai Keluarga Muhammadiyah

Hasanatun Aliyah - Kamis, 23 Februari 2023 - 16:21 WIB

Kamis, 23 Februari 2023 - 16:21 WIB

4 Views

Balikpapan, MINA – Selain dihadiri Presiden Jokowi, Kapolri, Panglima TNI dan para menteri dari Kabinet Indonesia Maju, pembukaan Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-18 di Balikpapan, Rabu (22/2) juga dihadiri Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri.

Kehadiran Megawati dianggap oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir sebagai silaturahim sekaligus merawat memori sejarah dengan keluarga besar Presiden Soekarno yang merupakan keluarga Muhammadiyah.

“Khusus kepada ibunda kita ibunda Megawati Sukarnoputri, spesial, terima kasih hadir pada acara ini. Bagi ananda sekalian, Angkatan Muda Muhammadiyah, Ibu Megawati bukan siapa-siapa, bukan orang lain, (tapi) dari keluarga besar Muhammadiyah,” sambutnya.

Haedar Nashir lantas mengajak Angkatan Muda Muhammadiyah untuk merawat ingatan sejarah terkait peran kebangsaan dan jasa besar tokoh-tokoh Muhammadiyah, termasuk Soekarno.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Tebal Jumat Ini, Sebagian Hujan

Selain nama-nama seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan puluhan lain tokoh Muhammadiyah bergelar pahlawan nasional, Soekarno kata Haedar adalah kader otentik Muhammadiyah. Soekarno, bahkan mendapat sentuhan langsung dari Kiai Haji Ahmad Dahlan. Bersama Fatmawati, keluarga Soekarno menjadi keluarga besar Muhammadiyah.

“Beliau (Soekarno) menyampaikan kesaksian setelah lama menjadi anggota Muhammadiyah saya ngintil, ngintil itu dzawil qurba, menjadi murid spiritual dan murid intelektual dari Kiai Ahmad Dahlan sejak beliau bertemu saat umur 18 tahun di Surabaya, di rumahnya Tjokroaminoto. Kiai Dahlan-lah yang mengajarkan agama sampai beliau mengatakan saya masuk Muhammadiyah karena sesuai alam pikiran punya saya, yakni Islam progresif, Islam Berkemajuan,” jelasnya.

Selama pengasingan di Bengkulu antara 1938-1942, Soekarno kata Haedar resmi menjadi pimpinan Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah.

“Beliau (Soekarno) juga tahun 1962 ketika menutup Muktamar Setengah Abad menyampaikan ‘makin lama, saya makin cinta Muhammadiyah’. Bahkan dia menyampaikan, yang saya sesalkan kenapa setelah saya jadi Presiden saya tidak pernah ditarik iuran anggota Muhammadiyah,” kutip Haedar.

Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online

Adapun istri Soekarno, Fatmawati, adalah putri dari Hasan Din, seorang tokoh dan konsul Muhammadiyah Bengkulu. Fatmawati sendiri adalah aktivis Nasyiatul ‘Aisyiyah.

“4 Januari 1946 ketika Indonesia pindah ke Yogyakarta, Bung Karno mengundang tokoh-tokoh Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah antara lain Bu Bayyinah, Bu Badilah Zuber dan lain-lain ke Istana Gedung Agung Jogja lalu menyampaikan, bawalah Ibu Fatmawati ini untuk aktif kembali ke Nasyiatul ‘Aisyiyah,” jelas Haedar.

“Lalu di situ diceritakan bahwa Bu Fatmawati mengatakan ketika saya menjahit bendera merah putih untuk proklamasi kemerdekaan (tahun 1945), saya menyenandungkan lagu Nasyiahku,” imbuhnya.

Semua memori ini menurut Haedar harus terus dirawat sekaligus dimaknai secara objektif untuk mengobarkan semangat dalam memupuk jiwa kenegarawanan.

Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

“Itu jejak sejarah yang terus berlangsung sampai hari ini sebagai sebuah spirit bagi anak-anakku sekalian bahwa dua tokoh ini, juga Kiai Dahlan dan Nyai Dahlan adalah para negarawan yang memiliki basis pemikiran selain nasionalisme juga religiusitas Keislaman Muhammadiyah,” tegasnya. (R/R5/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Lomba Cerdas Cermat dan Pidato tentang Palestina Jadi Puncak Festival Baitul Maqdis Samarinda

Rekomendasi untuk Anda