Jakarta, MINA – Seorang Diplomat Muslim Amerika Serikat (AS) mengaku terkesan dengan pengalamannya menjalani ibadah puasa Ramadhan di Indonesia.
Jacob M. Rath, seorang pejabat dinas luar negeri di Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Indonesia menceritakan hal tersebut dalam wawancara eksklusif dengan tim MINA, Jumat (15/3) di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
“Pengalaman bulan puasa Ramadhan di Indonesia sangat positif,” kata Jacob, yang merupakan keturunan Indonesia-Amerika itu.
Jacob mengaku tidak pernah kesepian selama menjalani ibadah puasa Ramadhan di Indonesia, khususnya saat waktu berbuka dan sahur.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Keluarga, teman-teman dan tetangga semua bareng-bareng menjalani ibadah puasa. Jadi sering ada kegiatan buka bersama dengan berganti-ganti tempat.
Ia juga masih berhubungan baik dan bersilahturahmi dengan keluarganya di Indonesia. Ibu Jacob merupakan orang Garut, Jawa Barat sedangkan ayahnya orang Nebraska, AS.
“Jadi mulai sekarang sudah sering keliling bersilahturahmi. Jadi sangat positif,” katanya.
Jacob juga mengaku pernah mengikuti kegiatan Sahur on the road di Indonesia. Yaitu sekitar 10 tahun ketika ia magang di sebuah perusahaan di Jakarta.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Ia bersama teman-teman menyiapkan boks makanan dan dibagikan kepada orang-orang kurang mampu ketika waktu sahur.
“Hal itu merupakan pengalaman yang mengesankan karena merasa kompak banget sama teman-teman waktu itu. Perbuatan yang simpel tapi selalu terekam diingatan saya,” katanya.
Ramadhan di AS Penuh Tantangan
“Ramadhan di Indonesia ramai sekali. Sedangkan Ramadhan di AS tidak seramai di sini,” ujar Jacob.
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina
Hal itu wajar karena jumlah penduduk Muslim di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan AS.
Menjalani ibadah puasa di Amerika Serikat juga penuh tantangan, salah satunya ketika diajak makan siang oleh teman yang non-Muslim.
“Jadi sekarang kalau di kantor ada mengajak makan gitu atau teman saya mengajak makan, saya bilang tidak bisa, saya harus menginfokan kenapa saya makan atau minum, alasannya karena saya muslim di bulan Ramadhan harus puasa,” katanya.
Namun, ia menganggap hal tersebut sebagai langkah untuk mengedukasi orang soal ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA
Selain itu, di Amerika Serikat masjid juga tidak terlalu banyak, sehingga butuh perjuangan ketika ingin melaksanakan shalat berjamaah ke masjid.
“Kalo bulan Ramadhan saya sering ke masjid lokal. Kalau di Indonesia masjid di mana-mana, lebih dekat jadi tinggal jalan kaki. Satu komplek minimal ada satu masjid,” katanya.
Hampir setiap kota di Amerika Serikat pasti ada masjid tapi agak jauh sedikit sehingga butuh perencanaan untuk mengetahui jarak dan waktu tempuhnya.
Setiap bulan Ramadhan, Jacob menyebut masjid-masjid di Amerika Serikat juga ramai. Muslim-muslim lokal berkumpul di satu masjid menjalani berbagai ibadah, seperti buka bersama, shalat Tarawih dan lainnya.
Baca Juga: Wasekjen MUI Ingatkan Generasi Muda Islam Tak Ikuti Paham Agnostik
Kegiatan di masjid bukan hanya ibadah tapi mereka juga melakukan berbagai kegiatan sosial. (L/RE1/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Iran: Referendum Nasional Satu-satunya Solusi Demokratis bagi Palestina