Dirjen. Bimas Islam : Empat Kelompok Bawa Distorsi Pada Islam

Jakarta, MINA – Umat Islam di Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah besar dengan munculnya kelompok-kelompok yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran agama. Demikian Dirjen , Muhammadiyah Amin,

Saat didaulat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi Program Pendampingan kepada Sasaran Deradikalisasi BNPT Bersama Kementerian Agama di Jakarta, Dirjen menjelaskan, setidaknya ada empat kelompok yang melakukan distorsi tersebut yaitu, kelompok radikalisme agama, kelompok tekstualisme, kelompok liberalisme agama, serta sesatisme agama. DEmikian keterangan yang diterima MINA, Ahad (19/11).

Dikatakannya, distorsi pemahaman agama kelompok-kelompok tersebut terbukti membawa dampak buruk bagi umat Islam. Lebih jauh dari itu, pemahaman keagamaan kelompok tersebut telah menyimpang terlalu jauh dari prinsip-prinsip ajaran agama.

Dikatakan Dirjen, radikalisme agama dalam banyak kesempatan telah terbukti berdampak pada munculnya sikap ekstrimisme, dimana sikap tersebut sangat berpotensi memunculkan tindakan terorisme.

“Dalam konteks ini, fakta yang terjadi menunjukan bahwa akibat ulah segelintir orang Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan mempergunakan simbol Islam pada kenyataannya menimbulkan kerugian bagi umat Islam pada umumnya.” jelas Dirjen.

Hal tersebut menurutnya justru mengakibatkan citra umat Islam menjadi negatif. Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok orang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk memojokkan umat Islam secara umum.

“Padahal hakikatnya agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan radikal apalagi terorisme, tidak ada satupun pesan moral Islam yang menunjukan adanya ajaran radikalisme dan terorisme!” tegasnya.

Muhammadiyah Amin  yang juga Guru Besar Ilmu Hadits itu menjelaskan, kondisi tersebut merupakan tantangan Kementerian Agama, khususnya Ditjen Bimas Islam dalam menghadapi penafsiran paham keagamaan yang tidak otoritatif.

“Interpretasi paham keagamaan yang tidak otoritatif atau paham keagamaan bermasalah, akan mengakibatkan konflik horizontal yang berkepanjangan. Konflik ini akan memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.” Katanya.

Dirjen melanjutkan, konflik dan kekerasan terhadap korban aliran dan gerakan keagamaan bermasalah di masyarakat itu disebabkan lemahnya deteksi dini terhadap potensi konflik tersebut. Disamping itu, imbuhnya, masih terdapat banyak faktor yang mendukung terjadinya konflik dan kekerasan seperti, faktor sosial, ekonomi dan masyarakatnya sendiri yang tidak biasa menerima perbedaan.

Upaya Ditjen Bimas Islam

Untuk menanggulangi hal tersebut, mantan Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo itu menjelaskan bahwa instansi yang dipimpinnya telah melakukan sejumlah upaya dalam program deradikalisasi agama melalui program-program prioritas.

“Program tersebut diantaranya membentuk Tim Cyber Anti Radikalisme, Pornografi dan Narkoba yang tersebar di seluruh Kantor Wilayah Kementerian Agama, pembinaan Islam moderat bagi generasi muda, juga pencetakan buku-buku Islam moderat dan Islam yang rahmatan lil Alamin” jelasnya.

Selain itu, kata Dirjen, pihaknya juga bekerjasama dengan Badan Litbang Kementerian Agama menerbitkan bukuPedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan yang Bermasalah di Indonesia dan buku Pedoman Pembinaan Korban Aliran dan Paham Keagamaan Bermasalah di Indonesia.

Tak hanya itu, Ditjen Bimas Islam juga secara intensif menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan paham keagamaan Islam oleh penyuluh di lapas-lapas teroris, serta membentuk pusat layanan atau crisis center penanganan paham keagamaan Islam bermasalah, radikalisme dan terorisme lintas sektor berbasis pesantren, Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Agama Islam. (R/R08/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.