Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Doni Monardo Usul Revisi UU Kekarantinaan Kesehatan

Rendi Setiawan - Jumat, 18 Desember 2020 - 20:43 WIB

Jumat, 18 Desember 2020 - 20:43 WIB

2 Views

Jakarta, MINA – Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Doni Monardo, meminta DPR RI menjadikan momentum penanganan Covid-19 sebagai pintu masuk untuk merevisi Undang-Undang (UU) Kekarantinaan Kesehatan.

Hal tersebut ia sampaikan saat tampil sebagai pembicara pada peluncuran dan bedah Buku Putih Penanganan Covid-19 di Indonesia, yang disusun Netty Prasetiyani M. Si, Ketua Tim Covid-19 PKS, bersama Tim Covid-19 Fraksi PKS, DPR RI pada Kamis (17/12).

Dalam kesempatan itu, Doni menyarankan Fraksi PKS DPR RI mengambil inisiatif untuk mengajukan revisi Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Inilah moment yang tepat untuk memperbaiki UU Kekarantinan Kesehatan,” tegas Doni.

Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.

Doni menambahkan, tahun 2018 saat UU itu disahkan, Pemerintah Indonesia belum memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi seperti sekarang. Mestinya karantina dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Misalnya, karantina tingkat RT, RW atau desa/kelurahan.

“Bukan karantina wilayah. Sebab akan sulit dilaksanakan. Sementara UU itu mengatur pemberlakukan karantina dengan kompensasi pemerintah mencukupi kebutunan hidup tidak saja warga masyarakat, bahkan termasuk memberi makan hewan peliharaan,” katanya.

“Sekali lagi, Fraksi PKS melalui Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan bisa memanfaatkan momentum pandemi ini untuk merevisi UU tadi,” imbuhnya.

Adapun UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur empat pilihan karantina. Masing-masing karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Persoalannya, pasal itu belum dilengkapi penjelasan bagaimana upaya pencegahan, termasuk bilamana karantina itu diberlakukan.

Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan

Lebih lanjut, Doni juga menyitir UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 55 ayat (1). Dalam pasal itu menyebutkan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak di wilayah karantina, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

“Tentu menjadi sangat sulit dilaksanakan. Artinya, Undang-undangnya baik tapi sulit diaplikasikan. Untuk itulah perlu revisi,” tegas Doni.

Dengan pengalaman mengatasi pandemi Covid-19 hampir 10 bulan terakhir, sudah banyak yang bisa dipelajari dan diambil hikmahnya.

Muaranya, kata Doni, jika kelak kemudian hari terjadi pandemi serupa, akan mempermudah pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja lebih baik karena didukung regulasi dan payung hukum dalam melaksanakan tanggungjawabnya.

Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung

“Yang tak kalah penting adalah pelibatan unsur-unsur lain, seperti TNI/Polri, harus diakomodir, mengingat penanganan pandemi diperlukan keterlibatan semua elemen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, didukung komponen bangsa lain termasuk TNI/Polri dan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai daerah,” paparnya.

Ke depan, lanjut Doni, seluruh komponen tersebut harus bekerja lebih keras untuk dapat menjelaskan tentang bahaya Covid-19 kepada publik. Sebab, masih ada 15 persen masyarakat yang belum percaya bisa tertular Covid-19. Ini perlu dilakukan pendekatan dengan melibatkan para tokoh melalui nilai-nilai kearifan lokal di setiap daerah.

Dia menambahkan, pemerintah harus mendapatkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh yang ada di daerah. Setiap persoalan yang ada dalam menghadapi dinamika yang ada di daerah tentu tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh non formal.

“Kita ke depan harus bisa bekerja lebih keras, untuk bisa menjelaskan bahaya Covid-19 ini kepada publik kepada masyarakat. Karena 15 persen masyarakat kita masih ada yang belum percaya tentang Covid-19,” kata Doni.

Baca Juga: Embassy Gathering Jadi Ajang Silaturahim Komunitas Diplomatik Indonesia

Doni mencontohkan keberhasilan program Citarum Harum, yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama, budayawan, akademisi, para pakar, relawan hingga ke ketua RT dan RW. Apabila kerjasama seperti Citarum Harum diadopsi dalam penanganan COVID-19, niscaya akan lebih mudah dalam menyelesaikan persoalan pandemi. (L/R2/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Breaking News