Jakarta, MINA – Jumlah pendonor mata di Indonesia masih sangat minim tidak sebanding dangan jumlah yang antre untuk mendapatkan mata/">kornea mata. Sebab, sampai saat ini, donor mata/">kornea mata memang menjadi hal baru bagi masyarakat dan belum banyak orang mau mendermakan matanya karena belum paham betul soal mata/">donor mata tersebut.
Demikian dikatakan dokter spesialis mata yang bertugas di Rumah Sakit Mata AINI Jakarta, dr. Roby Hilman Maulana, SpM., SpKL., saat menjadi pembicara dalam program dialog siang “Tamu Kita” di Radio Silaturahim Jakarta, Rabu (30/10).
“Banyak orang menganggap mata/">donor mata itu semua bagian mata diambil, terus ada juga yang menganggap proses donornya dilakukan sebelum meninggal. Padahal mata tersebut menjadi besar manfaatnya bagi orang hidup yang membutuhkannya,” ujar Roby.
Menurutnya, mendonorkan mata dilakukan setelah pemiliknya dinyatakan meninggal dunia. Itu pun hanya bagian korneanya saja yang diambil, tidak semua bagian mata. Hal ini banyak yang tidak diketahui masyarakat hingga mereka takut menjadi mata/">donor mata.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] Pria Amerika Bakar Diri Protes Genosida di Gaza
“Jadi, bukan bagian mata secara keseluruhan hanya pada korneanya saja dan dapat diambil dengan alat medis yang aman sehingga terjamin keselamatannya,” kata alumnus SMA Negeri 1 Jakarta atau dikenal SMA Boedoet (Boedi Oetomo) angkatan 83 itu.
Proses mata/">donor mata sendiri, menurut dia, dilakukan pada waktu terbaik sebelum 6 jam dan paling lambat 12 jam setelah pemiliknya dinyatakan meninggal secara medis. Proses eksisi (pengambilan mata/">kornea mata) akan dilakukan oleh tim dari Bank Mata yang akan datang ke rumah donor.
Hingga saat ini, menurut Roby, antrean pasien yang memerlukan donor mata/">kornea mata di rumah sakit mata sudah mencapai 300-400 orang perbulannya. Makanya, begitu satu orang mata/">donor mata meninggal dunia, pasien yang masuk daftar tunggu punya harapan baru untuk bisa kembali melihat terangnya dunia.
Dia menjelaskan, tak ada batasan bagi siapapun untuk bisa mendonorkan kornea matanya, baik seseorang yang berumur tiga tahun atau lebih dari 80 tahun. Tak ada masalah dengan mata minus maupun plus. Semuanya bisa menjadi pendonor, asal kornea matanya dinyatakan sehat dan tidak pernah mengalami infeksi.
Baca Juga: MUI Gelar Forum Ukhuwah Islamiyah, Minta Presiden Jokowi Ganti Kepala BPIP
Untuk menjadi donor, seseorang cukup menandatangani formulir kesediaan disertai saksi dari keluarga.
Hingga kini Indonesia masih mengimpor donor kornea dari negara lain seperti Sri Lanka, India, Belanda, dan Amerika Serikat. Daftar tunggu pasien transplantasi kornea di Indonesia saja berjumlah lebih dari 20 ribu orang.
Sementara itu, donor kornea dalam tiga tahun terakhir hanya sekitar 35 orang. Impor kornea dari negara tersebut juga baru bisa menutupi 5-10 persen kebutuhan kornea di dalam negeri.
Jika menilik negara lain, lanjut dia, Pemerintah Singapura telah menerapkan peraturan bahwa setiap orang yang meninggal adalah calon donor kecuali membuat pernyataan menolak menjadi donor.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] Yahya Al-Sinwar Terpilih Sebagai Kepala Biro Politik Hamas
“Jika Anda berminat untuk menjadi mata/">donor mata setelah meninggal kelak, Anda bisa mendaftarkan diri di Bank Mata Indonesia. Untuk Jakarta bisa di bagian mata RSCM dan RS Mata AINI,” imbuh Roby.
Masih Kontroversial
Tindakan mendonorkan kornea ini pun masih kontroversial karena dianggap bertentangan dengan ajaran budaya dan agama.
Prosedur di luar negeri, terutama negara-negara maju, berbeda dengan di Indonesia. Di luar negeri, orang bisa mengatur dirinya sebagai donor organ tubuh. Ketika pendonor bersedia memberikan kornea dan menandatangani surat persetujuan, organnya bisa didonorkan sesaat setelah ia meninggal.
Baca Juga: Ismail Haniyeh Dikabarkan Terbunuh di Iran
Namun, di Indonesia, tim dokter masih harus berurusan dengan keluarga dan pemuka agama. Padahal, kornea yang didonorkan dapat memberi cahaya kehidupan pada orang lain.
Menurut beberapa sumber, mata/">donor mata secara aturan agama juga dibenarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Karena, ada fatwa MUI tertanggal 13 Juni 1979 dan ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI saat itu KH Syukri Ghozali. Karenanya, surat pernyataan mata/">donor mata juga harus dilengkapi dengan persetujuan dari para ahli warisnya.
“Kalau ahli warisnya tidak menyetujui, mata/">donor mata tidak bisa mendonorkan matanya. Semuanya harus setuju,” tambahnya.(L/R01/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)