Dunia Tempat Meninggal BUKAN Tempat Tinggal

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Jum’at kemarin, 20 Desember 2019, sekira pukul 16.30 wib, saya ditelpon oleh seorang sahabat dari Bogor, yang mengatakan bahwa salah satu sahabat kami dari Tasikmalaya, Ibnu Khaldun meninggal dunia. Saya benar-benar terkejut mendengar apa yang disampaikan sahabat saya di ujung telpon tersebut.

“Assalamua’alaykum…akhi, apakah antum sudah mendengar kabar?” tanyanya kepada saya.

“Waalaykumussalam…kabar apa?”

“Innalillahi wa innailaihi raji’uun…” (Belum sempat dia meneruskan kalimat selanjutnya), saya sudah menyela, “Siapa yang meninggal…!”

“Ibnu akhi…Ibnu sahabat baik kita Tasikmalaya,” jelasnya dengan suara parau agak berat.

“Innalillahi wa innailaihi raji’uun…Ibnu…!” sergah saya.

Ya Allah…Tak kuasa air mata saya mengalir deras. Sungguh, serasa mimpi. Antara percaya tak percaya. Setahun lalu, sahabat akrab saya, Budiman dari Garut meninggal dunia. Kabarnya beliau meninggal lantaran serangan jantung.

Jum’at dua hari lalu, Ibnu Khaldun juga dikabarkan meninggal lantaran serangan jantung. Menurut pihak keluarga, sebelum meninggal, ia sempat menjalankan amanah untuk menjadi khatib Jum’at di salah satu masjid di Tasikmalaya. Masih menurut cerita seorang ikhwan, sebenarnya Ibnu merasa kurang sehat hari Jum’at itu.

Namun, demi menjalankan amanah, maka bliau akhirnya berangkat juga untuk menjadi khatib Jum’at.

Selepas pulang dari shalat Jum’at di hari itu, ia istirahat, lalu tak lama kemudian makan siang. Kabarnya selepas makan siang itu, tiba-tiba ia merasa sakit sekali di dadanya dan segera oleh keluarganya dibawa ke rumah sakit. Rupanya Allah Ta’ala berkehendak mengajak hamba-Nya itu kembali kepada-Nya. Ibnu Khaldun wafat saat sedang menuju ke rumah sakit.

Ketua AWG Tasikmalaya

Di mata keluarganya, Ibnu Khaldun adalah seorang suami dan ayah yang sangat baik. Di mata para ikhwan Tasik, dia adalah orang yang berilmu, berakhlak mulia dan gemar membantu sesama. Karena ia dianggap mampu oleh tim Aqsa Working Group (AWG) Pusat, sebuah LSM internasional yang fokus pada perjuangan pembebasan dan pembelaan terhadap muslim Palestina, maka ia didaulat menjadi Ketua AWG Tasikmalaya.

Kiprahnya dalam AWG bersama kaum muslimin Tasikmalaya patut diacungi jempol sebab sudah terbilang banyak melakukan amal-amal nyata dalam menyuarakan pembelaan terhadap muslim Palestina yang tertindas dan masjid Al Aqsha yang dikuasai Zionis Yahudi.

Di Ramadhan tahun 2018 lalu, ia bersama teman-teman AWG mengadakan safari dakwah ke beberapa masjid di Tasikmala. AWG Tasikmalaya saat itu kedatangan tamu dari Bumi Syam, Syaikh Ayoub Mousa. Sebuah amal nyata dalam pembelaan terhadap muslim Palestina.

Pendiri CV Sarana Global Mandiri

Selain memegang amanah sebagai Ketua AWG Tasikmalaya, Ibnu Khaldun juga dikenal sebagai pendiri CV Sarana Global Mandiri, sebuah UMKM yang satu satu produk usahanya bergerak dalam bidang pewangi dan pelembut laundry “Freesia.”

Usahanya dalam menyediakan pewangi dan pelembut laundry Freesia bukan hanya tersebar di seluruh kota Tasikmalaya saja, tapi juga sudah menyebar luas ke beberapa kota di Indonesia, seperti Jabodetabek, Bandung, Garut, Ciamis bahkan hingga ke Papua.

Usaha yang dirintisnya bersama Nida Nurdewi sang istri tercinta sudah berjalan beberapa tahun. Bahkan dari hasil jerih payahnya itu, ia bersama istri, juga sang ibu sudah melaksanakan umroh ke tanah suci. Masya Allah, semoga keberkahan selalu tercurah buat antum dan keluarga akhi Ibnu.

Selamat jalan sahabat. Semoga Allah senantiasa merahmatimu, melapangkan kuburmu, dan kelak dengan kasih sayang-Nya menempatkanmu pada tempat yang mulia di sisi-Nya. Yakinlah, segala amal shalehmu akan dibalas dengan pahala terbaik dari Allah Ta’ala. Cepat atau lambat, insya Allah kami juga akan segera menyusulmu sobat. Dan semoga Allah Ta’ala kumpulkan kita bersama di Surga-Nya nan mulia.

 Kematian adalah sebuah kepastian. Tak seorang beriman pun yang menyangsikan datangnya ‘Sang Pemutus’ kenikmatan hidup itu. Cepat atau lambat, maut pasti akan menghampiri setiap makhluk yang bernyawa termasuk manusia. Kapan dan di manapun berada, bahkan saat manusia berusaha bersembunyi di balik rumah kaca pun, maka kematian tetap akan menemuinya.

Dunia memang , tapi sebaliknya tempat meninggal. Di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya semu dan fatamorgana. Terkadang, karena gemerlap dunialah manusia menjadi lupa diri. Ia merasa seolah semua kenikmatan dunia yang dirasakan akan mengekalkannya. Padahal, berapa banyak di antara kita yang terlena akibat kenikmatan sementara itu…

Sungguh, kematian memang bukan sesuatu yang bisa dilihat. Namun, kematian itu adalah kebenaran yang pasti bisa dirasakan oleh setiap yang bernyawa, kapan dan di manapun ia berada.

Sejatinya, sudah banyak peringatan dari Allah Ta’ala yang seharusnya menjadi pengingat bagi kita seorang muslim bahwa hidup di dunia ini sebenarnya untuk menanam segala kebaikan. Namun, sangat sedikit sekali orang yang cerdas tentang kehidupan setelah mati.

Tentang kematian itu sendiri, banyak dalil dari al Qur’an dan as Sunnah yang menyatakan bahwa ia (kematian) itu adalah kepastian. Lihatlah beberapa ayat Allah dan  sabda Nabi-Nya tentang kematian berikut ini.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.“Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Dalam hadis di atas, disebutkan orang yang paling cerdas adalah mereka yang banyak mengingat kematian dan berusaha untuk mempersiapkan diri dengan bekal dan amal terbaik untuk akhiratnya. Seharusnya, mengingat kematian menjadi jalan bagi seorang muslim untuk terus bersemangat meraih kebaikan dunia akhirat. Bukan malah sebaliknya.

Mengingat kematian juga bisa membantu seorang muslim untuk lebih khusyu’ dalam shalatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه

Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

Selain itu, mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه

Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).

Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ

Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (Qs. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga keimanan kita, sehingga kelak bila saat kematian itu tiba, akhir hayat kita dalam keadaan husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik), wallahua’lam. (A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency

Wartawan: bahron

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.