Oleh : Fitria Rahmawati, Aktivis Fatayat Garut, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Persatuan Islam Garut, Jabar
Ekspektasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari bahasa Inggris, expectation dengan kata dasar expect, yang memiliki arti menyangka atau mengharapkan.
Dengan kata lain, ekspektasi adalah harapan besar bahwa sesuatu akan terjadi atau menjadi masalah di masa mendatang.
Setiap orang pasti memiliki keinginan atau harapan besar (ekspektasi) di dalam hidupnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kebanyakan orang-orang ketika ditanya tentang harapannya, biasanya menjawab tentang harapan pribadinya atau keluarganya. Seperti ingin membahagiakan kedua orang tuannya, ingin sukses karier, dan lain sebaginya.
Memang itu tidak salah. Namun sejatinya, harapan seorang Muslim itu tidak hanya tentang urusan pribadinya, tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Harapan seorang Muslim itu semestinyalah tentang bagaimana umat. Bagaimana keadaannya umatnya, mau seperti apa umatnya.
Kita bisa becermin pada kisah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika sakaratul maut. Pada saat itu Rasulullah tidak memikirkan bagaimana dirinya sendiri. Namun Rasulullah memikirkan bagaimana umatnya.
Beliau bahkan berkata, “Ya Allah timpakanlah semua rasa sakit ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Rasulullah saja seorang yang Allah jamin surga-Nya, ketika sakaratul maut masih memikirkan kita umatnya.
Harapan terhadap bagaimana umat, bisa kita ambil hikmah dari firman Allah berikut :
قُلْ اِنْ كَا نَ اٰبَآ ؤُكُمْ وَاَ بْنَآ ؤُكُمْ وَاِ خْوَا نُكُمْ وَاَ زْوَا جُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَ اَمْوَا لُ ٱِ قْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَا رَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَا دَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَ جِهَا دٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَ بَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَ مْرِهٖ ۗ وَا للّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
Artinya: “Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah/9: 24).
Ayat ini memberikan peringatan bahwa jika orang beriman lebih mencintai bapaknya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, istri-istrinya, kaum keluarganya, harta kekayaan, perniagaan dan rumah-rumahnya, daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berjihad menegakkan syariat-Nya, maka Allah akan mendatangkan siksa kepada mereka cepat atau lambat.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mereka yang bersikap demikian itu adalah orang-orang fasik yang tidak akan mendapat hidayah dari Allah. Na’udzubullah min dzalika.
Begitulah, sejatinya seorang Muslim itu harus lebih mencintai Allah, Rasul-Nya, dan jihad fisabilillah dari kaum keluarganya, harta kekayaan, perniagaan dan rumah-rumahnya.
Ketika kita ingin berjihad atau ada seruan berjuang di jalan Allah, maka kita harus bisa mengorbankan kepentingan pribadi, keluarga dan dunia itu semua untuk Allah dan Rasul-Nya.
Itulah ekspektasi terbesar kita terhadap umat ini, umat yang mulia ini, umat Islam, agar tetap terjaga eksistensinya, kehormatannya dan kemuliaannya. Aamiin. (A/fit/RS2)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Mi’raj News Agency (MINA)