Oleh: Kristin Romey*
Lebih 2.000 koin emas ditemukan di lepas pantai utara Palestina, penemuan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut arkeolog, koin-koin tersebut diidentifikasi sebagai dinar, mata uang resmi Kekhalifahan Dinasti Fatimiyah yang menguasai sebagian besar wilayah Mediterania pada 909-1171 M.
Temuan itu terjadi secara tidak sengaja pada awal Februari lalu, ketika sebuah tim yang terdiri dari enam atlet penyelam, melihat sesuatu yang awalnya mereka pikir hanya beberapa koin mainan di dasar laut dekat pelabuhan kuno Caesarea.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Setelah menyadari pentingnya penemuan itu, mereka segera memberitahu Lembaga Benda Antik Israel (IAA). Penyelam Unit Arkeolog Kelautan dari IAA mendampingi rombongan kembali ke lokasi tersebut dan tercengang dengan apa yang mereka temukan.
“Kami diberitahu (penyelam) telah menemukan sekitar 30 atau 40 koin,” kata Jakob Sharvit, Direktur Unit Arkeolog Kelautan Israel.
“Biasanya itu berarti Anda telah menemukan sebuah timbunan. Jadi kami kembali dan melakukan suatu penggalian kecil. Setelah dua jam, kami menemukan sekitar seribu koin. Kami terkejut,” kenangnya.
“Kami sangat bersemangat, tetapi ketika di dalam air, Anda tidak dapat berbicara satu sama lain. Itu hanya ketika kami muncul dan melepaskan regulator. Kami bisa berteriak gembira.”
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Tapi itu hanya awal. Ribuan uang lainnya ditemukan dari lokasi pada Selasa, 17 Februari 2015. Ini adalah penemuan lima kali lebih besar dari penemuan koin emas terbesar sebelumnya. Pernah ditemukan sebanyak 376 koin dinar Fatimiyah di kota Ramla pada awal 1960, mungkin timbunan koin emas terbesar yang pernah dilaporkan di Mediterania Timur.
Koin emas era Khalifah Al-Hakim (996-1021 M)
Dinar Fatimiyah menampilkan nama-nama khalifahnya dalam cetakan koin serta tanggal dan lokasi di mana koin dicetak.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
“Itu dokumen sejarah kelas satu,” jelas Robert Kool, Pengawas Departemen Koin IAA.
Pada masa keemasannya, pertengahan abad kesepuluh hingga pertengahan abad kesebelas Masehi, kekuasaan Fatimiyah membentang di Afrika Utara dan Sisilia hingga Levant (Suriah), dengan hubungan perdagangan sampai ke China.
Dari ibukota di Kairo, khalifah mengendalikan akses emas dari sumber-sumber di Afrika Barat ke Mediterania, dan mata uang dibuat dari logam mulia yang menjadi kekuatan hebat dan kekayaan Dinasti Fatimiyah.
Sebuah penelitian sepintas mengungkapkan, koin pertama dari timbunan itu menunjukkan koin dicetak di Palermo, Sisilia. Sementara kebanyakan koin berasal dari percetakan uang logam resmi Dinasti Fatimiyah di Mesir dan bagian lain Afrika Utara.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Tahun cetakan menunjukkan pemerintahan Khalifah Al-Hakim (996-1021 M) dan putranya Al-Zahir (1021-1036 M).
Koin-koin itu terdiri dari berbagai bobot dan ukuran. Tes awal menunjukkan, koin-koin itu adalah emas 24 karat dengan kemurnian di atas 95 persen.
“Jumlah mata uang yang dicetak di bawah Dinasti Fatimiyah, benar-benar mengejutkan,” kata Kool, yang mencatat hingga akhir 1120, perbendaharaan kekhalifahan dikatakan menahan sekitar 12 juta dinar. “Itu benar-benar masyarakat moneter. Rakyat menerima bayaran.”
Menurut catatan rinci sejarah dan dokumen kontemporer harta karun, dapat diketahui berapa besar bayaran per orang pada saat itu. Menurut Kool, upah bulanan rata-rata pekerja terampil sekitar satu dinar per bulan.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Beberapa koin ditemukan tampak dalam kondisi cetakan, tetapi koin yang lain jelas telah beredar selama beberapa waktu. Beberapa koin ada bekas gigitan, menunjukkan keraguan pedagang membuatnya menggunakan “tes gigitan” untuk menilai keaslian emas Fatimiyah.
Pertanyaan yang harus dijawab
Sekarang peneliti harus mencari tahu, “Mengapa mata uang sebanyak itu ditemukan di dasar laut yang begitu jauh dari pantai?”.
Jakob Sharvit yakin, timbunan berasal dari kapal karam atau karena beberapa skenario lainnya, termasuk bahwa koin adalah milik sebuah kapal dagang atau mungkin terkait dengan pembayaran pajak yang sedang dalam perjalanan menuju Kairo.
Daerah pelabuhan di mana semua koin itu ditemukan, telah dinyatakan sebagai daerah penggalian tertutup, dan tim Sharvit berencana kembali ke lokasi setelah badai yang datang berlalu. Kemungkinan di awal pekan depan. Ironisnya, diyakini badai melanda lokasi penggalian pertama.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sementara itu, para peneliti di IAA memiliki tugas penuh di tangannya untuk mempelajari ribuan koin yang sudah ditemukan.
“Mereka mendapat kebaikan dari penemuan di sana,” kata Michael L. Bates, pengamat koin Islam di American Numismatic Society.
Dia mencatat, banyaknya timbunan itu dapat memberikan wawasan yang tidak biasa dalam banyak aspek ekonomi, termasuk sistem produksi koin, distribusi koin yang beredar pada saat itu, dan berapa lama masa edarnya.
“Hati Emas”
Pihak berwenang dengan cepat menyatakan, atlet penyelam yang pertama kali melaporkan penemuan itu layak mendapat penghargaan tertinggi, bukan hanya dari komunitas ilmiah, tetapi juga dari masyarakat pada umumnya. Menurut hukum Israel, semua barang antik yang ditemukan di wilayah itu milik otoritas Israel.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Melenyapkan, menjual, atau tidak melaporkan penemuan barang antik, dapat dihukum sampai lima tahun penjara. Penjarahan situs arkeologi tetap menjadi masalah yang signifikan di Israel.
“(Para penyelam) menemukan emas dan memiliki hati emas mencintai negara dan sejarahnya,” kata Sharvit.
Bagi penyelam Yoav Lavi, bersama dengan Zvika Fayer, Kobi Twina, Avivit Fishler, Joel Miller, dan Shai Milner, menemukan dan melaporkan timbunan emas adalah luar biasa, kegembiraan pada saat penemuan adalah hadiah yang cukup.
“Bahkan, itu adalah hari ulang tahun saya,” kenang Lavi, “Dan saya berpikir sendiri, apakah ini yang Gollum (tokoh dalam film The Hobbit) rasakan saat ia menemukan cincin?” (T/P001/P2)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
*) Kristin Romey adalah seorang arkeolog dan editor di National Geographic. Dia mengarahkan operasi lapangan untuk proyek arkeologi yang disponsori National Geographic di Issyk Kul, Kyrgyzstan. Kristin fasih berbahasa Rusia, meraih gelar sarjana dalam bidang arkeologi laut dari Texas A & M University, dan merupakan anggota Explorers Club. Dia salah satu orang Barat pertama yang melakukan survei dan penggalian di bekas wilayah Soviet, Laut Hitam.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu