Etika Menjadi Majikan

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Maraknya kasus penyiksaan terhadap para tenaga kerja di dalam maupun luar negeri, rumah tangga, adalah akibat ulah para yang tidak bertanggung jawab dalam mempekerjakan mereka.

Islam adalah agama mulia yang mengatur segala tata kehidupan, termasuk masalah yang timbul antara pembantu dan majikan.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,  Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam  bersabda, “Jika pelayan salah seorang di antara kamu membawakan makanan untuknya; maka jika tidak mengajaknya duduk bersamanya, cukup memberinya satu suap atau dua suap.” (HR. Bukhari-Muslim).

Hadis di atas diriwayatkan juga oleh Imam Muslim, at-Turmudzy dan Abu Daud dengan redaksi yang tidak berbeda jauh. Imam Bukhari memuat hadis ini di dalam bab: “Bila pelayan salah seorang di antara kamu membawakan makanan untuknya.”

Sedangkan Imam Muslim memuatnya di dalam bab: “Memberi makan hamba (sekarang: pelayan)” dengan lafazh, “Bila pelayan salah seorang di antara kamu membuatkan makanan untuknya, kemudian dia membawanya padahal ia sudah merasakan panas dan asapnya; maka hendaklah dia (majikan) mengajaknya duduk bersamanya, lalu makan. Jika makanannya sedikit, maka hendaklah dia menaruh di tangan pelayan satu suap atau dua suap.”

Mengenai makna “sesuap atau dua suap…” Ibn Hajar berkata sebagaimana disebutkan dalam buku yang berjudul “Tuhfah al-Ahwadziy”-, “kata penghubung “atau” maksudnya adalah pembagiannya, yaitu disesuaikan dengan kondi-si makanan dan pembantunya.” (artinya, bila makanannya banyak maka diberi banyak).

Dari hadis di atas, kita dapat mengambil beberapa pesan, antara lain, pertama, anjuran agar seorang majikan berakhlaq mulia dan saling mengajak dalam urusan makanan apalagi terhadap pembantu yang membuat atau membawa makanannya, sebab dia merasakan panas dan asapnya, serta mencium baunya.

Kedua, di antara petunjuk Islam adalah persa-maan hak antara si kaya dan si miskin, si kuat dan lemah, si terhina dan bermartabat sehing-ga tidak boleh ada kelas-kelas. Semua orang beriman pada prinsipnya adalah bersaudara.

Ketiga, Islam menganjurkan akhlaq mulia seperti itu agar masyarakat Islam satu kesatuan umat. Adapun kemudian terkait dengan masalah pekerjaan dan bakat, maka semua itu tergantung kepada anugerah yang telah diberikan Allah kepada masing-masing. Pekerja kecil bila dia telah menjalankan pekerjaannya, maka sama seperti pekerja besar. Jadi, masing-ma-sing saling melengkapi.

Keempat, sebaiknya, seorang majikan mengajak makan pembantu, budak dan tamu-tamunya bersama-sama. Karena itu, tidak boleh dia me-rasa lebih tinggi derajatnya dan sombong de-ngan tidak mau makan atau bergaul bersama mereka apalagi sampai tidak membayar upah atau menyiksa mereka.

Semoga Allah Ta’ala meneguhkan kedudukan kita di muka bumi, wallahua’lam.(RS3/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.