Fortify Rights Desak Thailand Hentikan Penahanan Sewenang-wenang Pengungsi

Direktur Eksekutif , Amy Smith. (Foto: dok Librarycamden.org)

Bangkok, 11 Syawal 1428/6 Juli 2017 (MINA) – Organisai hak asasi Fortify Rights menyatakan pemerintah harus berhenti menahan dan memindahkan pengungsi secara paksa ke situasi yang berpotensi membahayakan.

Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), Filippo Grandi, akan bertemu dengan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha besok di Bangkok untuk membahas situasi pengungsi di Thailand.

“Pengungsi menghadapi sejumlah pelecehan di Thailand, dan situasi seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi,” kata Amy Smith, Direktur Eksekutif Fortify Rights, seperti dalam keterangan resmi yang diterima MINA, Kamis (6/7)

“Kami berharap kunjungan Komisioner Tinggi dapat memunculkan tindakan positif,” kata Smith.

Hari ini, Fortify Rights dan 12 organisasi mengeluarkan sebuah pernyataan yang meminta Thailand “untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi pengungsi dengan mengakhiri praktik-praktik kasar serta melembagakan dan menerapkan undang-undang yang menjamin hak-hak pengungsi di Thailand.”

Secara khusus, organisasi tersebut meminta pemerintah Thailand mengakhiri pemulangan paksa pengungsi dan penahanan sewenang-wenang pengungsi di Thailand. Mereka menuntut pemberian akses terhadap status hukum, perlindungan buruh, kesempatan pendidikan, bantuan lainnya.

Thailand menampung lebih dari 100.000 pengungsi, sebagian besar merupakan pengungsi asal Myanmar yang tinggal di tempat penampungan sementara di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar serta ‘pengungsi perkotaan’ dari berbagai negara yang tinggal di Bangkok dan provinsi-provinsi sekitarnya.

Para pengungsi tersebut tidak memiliki status hukum formal di Thailand dan berisiko mengalami penahanan sewenang-wenang dan secara paksa dikembalikan ke negara-negara tempat mereka menghadapi penganiayaan.

Pada 7 Juli, Filippo Grandi, kepala UNHCR – agen PBB yang diberi mandat untuk melindungi pengungsi – dijadwalkan untuk bertemu dengan Perdana Menteri Chan-o-cha. Ini adalah pertama kalinya dalam lima tahun seorang Komisaioner Tinggi Pengungsi mengunjungi Thailand.

“Pengungsi memiliki hak atas perlindungan yang tulus dan konsisten dan otoritas di sini wajib melindungi hak-hak tersebut,” tegas Amy Smith.

“Meskipun menjadi tuan rumah lama bagi komunitas pengungsi, Thailand telah gagal memberikan perlindungan penuh atau konsisten kepada para pengungsi. Tanpa perlindungan yang memadai, pengungsi berisiko tinggi mengalami pelanggaran hak asasi manusia serius di Thailand,” ia menambahkan.

Meskipun Thailand tidak memiliki kerangka hukum untuk mengkaji klaim suaka, pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk membentuk mekanisme penyaringan pengungsi.

Resolusi Kabinet 10/01, B.E. 2560 yang dikeluarkan pada 10 Januari menyerukan pembentukan Komite untuk Pengelolaan Imigran dan Pengungsi yang Tidak Berdokumen. Komite bertanggung jawab untuk mengembangkan kriteria dan metode untuk mengidentifikasi dan mengelola imigran dan pengungsi yang tidak berdokumen.

Pada 30 Juni, Fortify Rights mengirim surat kepada PM Chan-o-cha berisi rekomendasi khusus untuk Komite guna memastikan pemerintah membentuk mekanisme yang memfasilitasi hak suaka dan memprioritaskan perlindungan pengungsi dan imigran sesuai dengan standar internasional.

Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan hari ini, organisasi tersebut juga meminta pemerintah Thailand untuk “bekerja sama dengan UNHCR, masyarakat sipil, dan pengungsi untuk mengembangkan prosedur yang lengkap, efektif, dan adil untuk mengevaluasi klaim untuk status pengungsi dan perlindungan.

“Mekanisme penyaringan menyajikan sebuah kesempatan untuk memperbaiki perlindungan pengungsi dan menangani masalah hak pengungsi yang sudah berlangsung lama di Thailand,” kata Amy Smith.

“Pemerintah Thailand tidak hanya harus mengenali pengungsi yang tinggal di sini tapi juga untuk menghormati hak mereka,” ujarnya. (R11/RS1)