Oleh: Lady Yulia, Pemerhati Makanan Halal dan Pelaksana pada Subdit Produk Halal, Kementerian Agama.
Gelatin selalu menjadi isu hangat di industri pangan dan obat-obatan. Penggunaan gelatin yang luas dan gelatin sebagai miracle food, menjadi sebagian alasannya. Termasuk karena gelatin memiliki fungsi yang masih sulit digantikan zat lain untuk berbagai kegunaannya.
Keunggulan yang berbeda dimiliki gelatin dibanding bahan baku organik lainnya adalah memiliki sifat melting in the mouth. Ini menjadi sebab gelatin semakin disukai banyak orang terutama di bidang pangan dan farmasi. Gelatin dapat berperan sebagai bahan penstabil, pengental, pembuat gel, pengemulsi, golongan surfaktan, bahkan dapat digunakan untuk pelapisan logam dalam industri elektroplating (Ward: 1977).
Saat ini gelatin hampir menjadi bahan baku utama untuk industri pangan dan farmasi. Kebutuhan dan ketergantungan konsumen terhadap gelatin, membuat gelatin semakin gencar diproduksi. Gelatin diyakini hadir sebagai inovasi dalam perkembangan industri pangan dan farmasi. Sehingga produsen pun semakin giat mencari sumber bahan mentah untuk gelatin.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Dalam industri pangan, gelatin dipakai seperti dalam pembuatan permen, jeli, dan es krim. Sedangkan dalam industri farmasi gelatin merupakan alternatif terbaik sebagai bahan baku kapsul. Gelatin dapat membuat kapsul menjadi mudah ditelan dan dapat menghilangkan bau/rasa yang tidak enak dari obat. Kapsul juga berperan mengatur kelarutan obat sehingga dapat diprediksidi bagian mana obat akan larut.
Gelatin adalah biopolimer (polimer organik) turunan dari kolagen yang berasal dari sapi, babi, dan ikan. Gelatin dihasilkan dari kolagen melalui perlakuan kimia dan thermis yang cukup panjang.
Kolagen menjadi gelatin melibatkan reaksi pemutusan ikatan kolagen oleh asam atau basa kuat yang diikuti oleh pemanasan. Proses produksi gelatin dilakukan secara bertahap dengan suhu relatif lebih rendah. Termasuk pada proses pemurnian dan pengeringan dilakukan dengan suhu yang terkendali. Hal ini mengurangi resiko kerusakan gelatin. Sehingga multi manfaat gelatin dapat tetap terjaga.
Namun saat ini sumber utama gelatin berasal dari sapi dan babi (tulang dan kulit). Jika ditinjau dari proses pembuatannya ada dua tipe yang bergantung pada sumber gelatin yang digunakan, yaitu tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A merupakan gelatin yang diproduksi melalui proses asam, sedangkan gelatin tipe B diperoleh dari proses alkalin.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Tipe A untuk gelatin dari babi dan tipe B untuk gelatin dari sapi. Proses pembuatan gelatin tipe A hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu, sementara tipe B membutuhkan waktu 3 bulan dan harus berasal dari sapi pilihan.Proses asam lebih banyak diminati produsen dibandingkan dengan proses basa. Hal ini dikarenakan perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif lebih singkat.
Namun demikian, meski gelatin dari sumber yang berbeda bisa jadi sangat mirip ditinjau dari segi sifat fisika dan kimianya (Wardani: 2012). Sehingga konsumen akan sulit membedakan gelatin babi atau sapi. Dalam hal ini tentu sangat diperlukan identitas kemasan dari kedua produk sehingga dapat dibedakan mana yang gelatin babi atau sapi. Penggunaan hewan babi lebih menguntungkan secara ekonomis dibandingkan dengan sapi. Bahkan sumber gelatin babi banyak dihasilkan dari limbah Rumah Potong (RPH) babi. Maka limbah babilah yang banyak digunakan sebagai bahan baku gelatin. Dampaknya gelatin babi akan lebih murah dan lebih mudah didapatkan di pasaran dibanding gelatin sapi.
Selain itu, dari segi kualitas maupun kuantitas gelatin yang dihasilkan dari babi lebih disukai. Produk bergelatin babi memiliki kekenyalan yang lebih lembut dan tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan dengan gelatin sapi. Seiring dengan trend konsumsi masyarakat Indonesia, permintaan terhadap gelatin pun cenderung terus meningkat.
Namun sampai saat ini gelatin belum dapat diproduksi dengan baik di negara kita. Gelatin menjadi salah satu bahan produk impor dalam negeri. Dalam era perdagangan bebas saat ini persaingan terbuka yang dihasilkan dalam membuat berbagai kebijakan ekonomi akan mengembangkan efesiensi, produktifitas dan kualitas yang terbaik. Kompetisi harga dan kualitas akan menjadi perhatian utama para pebisnis. Termasuk kompetisi pada pasar gelatin.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Harga murah dan kualitas teratas akan menjadi rujukan. Sejauh ini kuantitas gelatin dunia masih didominasi gelatin babi. Permintaan pasar terhadap gelatin babipun semakin meningkat. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim berkisar 200 juta jiwa (BPS: 2010) menjadi salah satu target pasar utama produsen gelatin dunia. Peluang bisnis gelatin di negara kita sangat potensial. Namun ketersediaan gelatin yang didominasi gelatin babi membuat konsumen muslim khawatir. Sangat sulit bagi konsumen membedakan mana produk yang mengandung gelatin babi, terutama di bidang farmasi.
Hal yang menjadi kendala adalah karena belum adanya label halal pada kemasan obat. Untuk itu perlu ketelitian dan kehati-hatian konsumen muslim dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Peluang produk halal di negara kita sangatlah potensial dan menjanjikan.
Dengan kuantitas penduduk muslim yang besar, seharusnya dapat menjadikan masyarakat kita dapat memenuhi kebutuhan pangandan farmasinyasendiri. Apalagi untuk industri gelatin, kebutuhan masyarakat terhadap gelatin yang semakin meningkat dapat menjadi pertimbangan investor dalam negeri membangun industri gelatin. Sehingga gelatin berbahan non babi dapat diproduksi di Indonesia. Telitilah dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Jadikan halal sebagai pertimbangan utama dalam menentukan pilihanmu! (P011/P2P)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
http://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/gelatin#sthash.PxNgrRry.dpuf