Oleh: Tuti Rostianti Maulani, Mahasiswa Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB University, dan Pusat Kajian Produk Halal Universitas Mathla’ul Anwar Banten
Halal dan haram merupakan konsep kehidupan bagi umat Muslim yang tidak hanya dapat diaplikasikan pada makanan dan minuman yang dikonsumsi. Namun juga diaplikasikan bagaimana seorang Muslim memperoleh rejekinya.
Pada dasarnya semua di dunia ini disediakan oleh Allah SWT untuk dikonsumsi oleh manusia, kecuali yang dilarang atau diharamkan (QS Al Baqarah: 173; QS Al An’am: 145; QS Al Maidah: 3 dan QS An Nahl: 115).
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
Dengan ini, jaminan akan kehalalan produk makanan dan minuman menjadi keharusan yang mesti ditegakkan untuk memberikan kepercayaan dan rasa aman bagi masyarakatnya.
Sementara, berkembangnya era globalisasi, banyak produk masuk ke Indonesia meningkatkan persaingan-persaingan yang menimbulkan banyak kecurangan yang merugikan konsumen. Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi adalah pengalihan produk makanan olahan asal hewan, seperti kecurangan dengan mencampurkan daging babi pada produk olahan daging sapi. Hal ini seperti pada produk sosis, bakso, nugget, dendeng, dan produk olahan daging lainnya.
Padahal, menurut ketentuan syari’at Islam daging babi adalah daging yang dilarang dan diharamkan untuk dikonsumsi bagi umat Islam.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Berkembang informasi adanya daging babi yang dicampur dengan produk olahan daging sapi tentu dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Sementara itu, lemahnya pengawasan terhadap produsen nakal menjadi tugas besar bagi dinas-dinas terkait untuk menuntaskan masalah ini.
Pengawasan harusnya dilakukan dibarengi dengan menggunakan metode deteksi yang cepat dan akurat agar penyebaran pencampuran daging babi ke produk pangan olahan daging sapi tidak menyebar luas.
Jika ditelusuri, pemalsuan produk olahan daging dengan campuran daging babi itu disebabkan karena banyaknya faktor, di antaranya adalah faktor kondisi wilayah yang strategis, di mana lalu lintas perdagangan produk hewan sangat tinggi.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Kondisi wilayah yang nyaman, juga dapat dilakukan untuk penyelundupan daging babi, terutama wilayah yang dekat dengan pelabuhan dan tingginya harga daging sapi. Sehingga hal ini dijadikan momentum oknum melakukan “oplosan” terhadap daging sapi.
Banyaknya kasus pemalsuan daging oplosan pada produk olahan daging menjadi hal sensitif, karena hal ini sudah tidak sesuai dengan hukum syariat halal.
Kasus pemalsuan daging ini umumnya terjadi di wilayah pasar tradisional atau pada pedagang usaha kecil menengah.
Tujuan dari pemalsuan ini biasanya lebih menekannya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, dikarenakan harga daging sapi yang terus meningkat.
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
Deteksi Pemalusan Produk
Pada perkembangan zaman yang serba modern ini, teknologi pendeteksian pemalsuan produk olahan daging banyak dikembangkan, dan menawarkan hasil yang akurat dan cepat.
Pengujian menggunakan teknik analisa menemukan keaslian/kemurnian suatu produk pangan olahan sudah mulai dikembangkan.
Salah satu metode yang dikembangkan adalah metode berbasis DNA secara genomic. Di mana metode ini banyak memberikan keuntungan, di antaranya: DNA dapat ditemukan pada setiap individu dengan memberikan informasi genetik yang identik.
Baca Juga: BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal
PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi DNA target. Sehingga dapat digunakan untuk deteksi pemalsuan produk pangan sumber hewan pada makanan.
Teknologi PCR juga memiliki sensitivitas yang tinggi yang dapat mendeteksi DNA babi pada produk olahan daging.
PCR memiliki sensitifitas spesifik, dapat langsung dilihat hasil DNA yang berbeda pada satu jenis produk olahan daging seperti pada baso, sosis, nugget, dan lainnya.
Aplikasi genomik dalam pendeteksian pemalsuan daging pada produk olahan daging dapat mengevaluasi kualitas dan keamanan pangannya.
Baca Juga: LPPOM Tegaskan Sertifikasi Halal Bagi Retailer
Tentu yang terpenting lagi sebagai umat Muslim yang mengharamkan daging babi untuk dikonsumsi, adalah menjadi suatu hal yang sangat diharapkan, jika hal ini dapat dideteksi dengan cepat.
Apalagi kini, perkembangan ilmu pendeteksian menggunakan teknologi pada sistem kehalalan produk pangan mulai banyak dikembangkan.
Perkembangan teknologi dalam deteksi authentikasi bukan hanya dapat digunakan terhadap produk olahan daging. Bahkan pada produk yang dihasilkan dari produk pangan lokal yang diklaim memiliki keaslian khas daerah tertentu.
Alat-alat deteksi dengan menggunakan ilmu dan teknologi untuk deteksi keaslian produk telah banyak dikembangkan. Hingga sampai dapat melihat struktur komponen kimia terkecil. Bahkan hingga adanya jenis DNA yang berbeda pada produk pangan yang dipalsukan.
Baca Juga: IHW: Tuak, Beer, dan Wine Dapat Sertifikat Halal Wajib Diaudit Ulang
Tentu saja, segala bentuk pemalsuan dan kecurangan membuat kerugian yang besar bagi masyarakat.
Apalagi, pemalsuan daging yang dicampur dengan daging babi setelah diolah menjadi produk olahan ini sangat sulit dilihat secara kasat mata. Hanya dengan deteksi alat atau menggunakan teknologi hal ini bisa terlihat dan bisa dievaluasi.
Untuk itu, perlu kewaspadaan masyarakat akan produk olahan daging tanpa label halal. Ketelitian dan kehati-hatian masyarakat dalam memilih produk pangan menjadi sesuatu yang utama untuk meminimalkan adanya produk yang diharamkan masuk ke dalam tubuh.
Sebab, pangan haram membuat hidup tidak di Ridhai Allah SWT dan tidak terkabulnya doa. (A/TRM/RS2/P1)
Baca Juga: Dua RPH di Pekalongan Resmi Tersertifikasi Halal
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Seribu UMKM Jakarta Dapat Sertifikat Halal