Jakarta, MINA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam tiga tahun terakhir terus menggenjot peningkatan jumlah publikasi ilmiah Indonesia, melalui berbagai kebijakan demi mendorong para profesor, dosen, dan peneliti untuk produktif menulis publikasi ilmiah.
“Pasalnya, publikasi bukan hanya sebagai tugas dan kewajiban semata, namun menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah riset. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari riset maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” demikian Mertistekdikti Mohamad Nasir, Selasa (10/4), di kantornya..
Tahun 2017, Kemenristekdikti juga meluncurkan Science and Technology Index (SINTA), pengindeks publikasi dan sitasi jurnal ilmiah untuk mendorong kultur publikasi bagi dosen dan peneliti di Indonesia.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Ikhtiar itu akhirnya mulai berbuah, setelah melampaui Thailand sampai akhir 2017 dengan jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia mencapai angka 18.500, pada triwulan pertama 2018 Indonesia berhasil menggeser Singapura, menempati urutan ke-2 di ASEAN setelah Malaysia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, jumlah publikasi ilmiah Indonesia terindeks Scopus per 6 April 2018 berhasil melampaui Singapura dan Thailand. Adapun jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia sebanyak 5.125, Singapura dan Thailand sebanyak 4.948 dan 3.741, sementara Malaysia sebanyak 5.999.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, kuantitas publikasi ilmiah internasional Indonesia harus berbanding lurus dengan kualitasnya.
“Ini merupakan pencapaian yang sangat bagus bagi Indonesia. Namun permasalahannya jumlah publikasinya meningkat drastis, tapi sitasinya menurun. Untuk itu kualitas dari jurnal-jurnal yang ada di Indonesia harus didorong terus agar makin baik,” ungkap Nasir.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Kualitas dari sebuah riset dapat dilihat dari kualitas publikasi ilmiahnya. Salah satu indikator dari kualitas publikasi yaitu indeks sitasi atau banyak tidaknya peneliti lain yang mengutip publikasi ilmiah tersebut. Indeks sitasi yang tinggi mencerminkan tingkat kualitas dari sebuah riset yang tinggi pula.
Dengan adanya momentum ini, Nasir mengingatkan agar para akademisi dan peneliti tidak hanya mengejar kuantitas namun juga diharapkan dapat menjaga kualitas publikasi ilmiahnya. Tentu publikasi bukan merupakan satu satunya ukuran riset, tetapi kemanfaatan kepada masyarakat yang menjadi acuan utamanya.
Untuk itu, tambah Nasir, program untuk mendorong agar hasil riset dimanfaatkan oleh masyarakat juga terus didorong, antara lain melalui pengabdian kepada masyarakat.
“Pada tahun ini program-program seperti itu dilakukan di berbagai tempat dengan berbagai skema sebanyak dua ribuan lebih. Semoga program-program tersebut semakin mendapat perhatian kita bersama,” pungkas Nasir. (L/R09/P1)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj News Agency (MINA)