Yangon, MINA – Lembaga swadaya masyarakat, Global Witness menyebut, industri batu giok menjadi sumber dana bagi rezim kudeta militer Myanmar
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Global Witness, ketidakstabilan setelah kudeta militer di Myanmar membuka jalur baru untuk korupsi di industri batu giok seiring memburuknya aturan hukum, Anadolu Agency melaporkan, Rabu (30/6).
Global Witness mengungkapkan militer Myanmar siap untuk memulai kembali izin pertambangan batu giok yang sebelumnya ditangguhkan demi menghasilkan uang secara cepat guna membiayai pemerintahannya.
Pada 2016, pemerintahan di bawah partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menangguhkan izin penambangan batu giok dan berjanji mereformasi industri tersebut.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Saat izin ditangguhkan, konglomerat militer Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) merupakan pemegang izin tambang batu giok dan permata terbesar.
“Cengkeraman militer di sektor batu giok begitu kuat sehingga hampir mustahil untuk membeli batu giok tanpa memberikan uang kepada para jenderal dan sekutu mereka,” ungkap Penasihat Kebijakan Myanmar di Global Witness, Keel Dietz, dalam keterangannya, Selasa (29/6).
Menurut laporan Global Witness, salah satu pihak yang diuntungkan dari korupsi pada perdagangan batu giok adalah keluarga pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing.
Anak Min Aung Hlaing, kata Global Witness, dituduh menerima suap untuk memfasilitasi penambangan batu giok.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Di samping militer, Global Witness menemukan semakin banyak kelompok etnis bersenjata yang terlibat dalam perdagangan batu giok.
Kelompok yang dimaksud yakni Organisasi/Tentara Kemerdekaan Kachin (KIO/A), Partai/Tentara Negara Bagian Wa Bersatu (UWSP/A), dan Tentara Arakan (AA).
Investigasi Global Witness menunjukkan uang dari batu giok disalurkan untuk perdagangan senjata serta membiayai perang kelompok etnis bersenjata melawan militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine dan Chin.
Menurut perkiraan Global Witness, hampir 90 persen batu giok Myanmar diselundupkan ke luar negeri, kebanyakan ke China.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Sementara, warga lokal di lokasi tambang batu giok menderita akibat konflik kekerasan, penindasan pasca-kudeta, longsor yang mematikan, serta epidemi narkotika.
Global Witness meminta komunitas internasional segera melarang seluruh impor batu giok dan permata yang ditambang di Myanmar, di mana China turut memiliki peran kunci.
Menurut mereka, prioritas komunitas internasional saat ini adalah menghentikan kudeta dan memastikan pemerintah yang demokratis kembali berkuasa.
“Bagian penting dari ini adalah memotong aliran keuangan ke militer melalui sanksi yang ditargetkan pada kepentingan ekonomi mereka, termasuk sektor batu giok,” ujar Keel.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan pemerintah Liga Nasional untuk Demokrasi pada Februari.
Hingga 28 Juni, kelompok masyarakat sipil mencatat pasukan militer telah menewaskan 883 orang sejak kudeta. (T/RE1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon