Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hajj Journey- 14, Oleh: Shamsi Ali

Septia Eka Putri - Selasa, 20 Agustus 2019 - 16:11 WIB

Selasa, 20 Agustus 2019 - 16:11 WIB

0 Views ㅤ

Oleh: Imam Shamsi Ali/Presiden Nusantara Foundation

Setelah melakukan Tawaf, membangun kesadaran akan tabiat hidup, bahwasanya hidup itu adalah pergerakan dan perputaran. Ketika pergerakan dan perputaran itu berhenti maka terhenti pulalah kehidupan semesta.

Kini masanya melakukan Sa’i. Secara bahasa Sa’i berarti usaha. Dengan Sa’i ini jamaah membangun kesdaran penuh bahwa hidup itu adalah perjuangan. Hal ini diekspresikan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Al-hayaatu jihaadun” (hidup itu adalah jihad).

Seperti disebutkan terdahulu bahwa Sa’i ini terkait dengan pencarian air Ibunda Hajar untuk menyambung hidupnya dan anaknya. Pencarian air ini bermakna usaha untuk kehidupan.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Sa’i menggambarkan banyak hal. Salah satunya menjadi karakter dasar Islam bahwa Islam bukan agama apatisme. Di satu sisi mengajarkan jika semua hal, termasuk rezeki ada di tangan Allah. Tapi di sisi lain juga menekankan: “Dan berbuatlah (bekerjalah). Sungguh Allah akan melihat amalmu, dan RasulNya dan orang-orang yang Berlian”.

Bekerja menjadi “wasilah” yang bersifat kewajiban. Berkali-kali amal menjadi perintah sadar dalam Al-Quran. Kita lihat di antaranya:

“Maka barangsiapa yang beramal walau sebesar dzarroh dari kebajikan niscaya akan dilihatnya (di akhirat) kelak”.

“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh”.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

“Dan jika sholat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di atas bumi dan carikan keutamaan (rezeki) Allah”.

Semua itu menggambarkan bahwa bekerja, berusaha atau berjihad untuk membangun dunia ini adalah bagian dari kewajiban manusia. Sekaligus menjadi ajaran yang sejalan tabiat manusia yang dalam nalurinya memang ada panggilan untuk mencari rezeki.

Rasulullah SAW merupakan ketauladanan dalam bekerja. Beliau pernah jadi gembala. Beliau pernah jadi pedagang. Beliau menyinggung pertanian dalam bahasannya (haditsnya).

Dan yang terpenting beliau mengajarkan: “sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang jika bekerja dilakukan dengan Itqan”. (Hadits).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Agak susah menemukan terjemahan itqan ini ke dalam bahasa Indonesia. Karena kata bersungguh-sungguh tidak mewakili makna kata ini yang dalam. Tapi Mungkin dalam bahasa barunya, itqan dapat diterjemahkan dengan kata “profesional”.

Profesional Artinya ada kesungguhan hati. Tapi juga dilakukan bukan sembarangan dan asal-asalan. Melakukannya dengan ilmu, teliti, dan hingga tuntas.

Hal penting lainnya dari Sa’i ini adalah bahwa sehebat atau seprofesional apapun kita dalam melakukan pekerjaan, pada akhirnya harus diyakini bahwa pada akhirnya bukan kita yang menentukan hasil.

Hasil dalam arti berapa, bagaimana, bentuknya apa, di mana dan seterusnya. Karena semua itu ada dalam genggaman yang mencipta langit dan bumi.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Karenanya Bunda Hajar berlari keliling dua ujung bukit (Shofa dan Marwa) untuk mendapatkan rezeki penyambung hidup. Pada akhirnya yang menentukan juga bagaimana dan di mana bentuk rezeki itu adalah Dia memiliki langit dan bumi.

Air itu bukan di shofa. Tidak juga di Marwa. Tapi air itu menyembur justeru dari bawah kedua kaki bayinya, Ismail AS. Itulah asal asul sumur Zamzam yang diminum bahwa dibawa pulang ke negeri asal jutaan manusia setiap tahunnya.

Keyakinan seperti ini menjadi sangat urgen dalam hidup manusia karena kerap kali manusia merasa superman. Seolah mereka yang menentukan segala bentuk peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Akibatnya ketika berhasil manusia seperti itu menjadi angkuh. Seolah dunia berada dalam genggamannya. Berkuasa bagaikan Fir’aun. Kaya bak Qarun.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Sebaliknya jika gagal mereka “sakit hati”, meradang seolah dunia menjadi gelap gulita tiada harapan lagi. Bahkan lebih berbahaya lagi ketika “sakit hati” itu terlampiaskan dengan perasaan terancam dan “perih” dengan keberhasilan orang lain.

Maka Sa’i mengajarkan jangan tanggung-tanggung, jangan setengah hati dalam mencari rezekiNya. Tapi percayalah Yang Maha Pemberi Rezeki itu adalah Pemilik langit dan bumi.

Percayalah bahwa sehebat apapun dan sepintar apapun anda dalam bekerja mencari rezeki Allah, Dia Yang Maha tahu apa dan bagaimana kebutuhan anda.

Karenanya jangan pernah merasa jadi superman. Biarkan anda bergerak, mengayuh sebaik mungkin menuju harapan dan impianmu. Tapi biarlah Allah yang menwntukan apa, kapan dan bagaimana mimpi itu terwujudkan. (R07/P2)

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Ramadhan
Ramadhan 1445 H
Kolom
Kolom
Kolom