Oleh : Kurnia MH, Wartawan MINA
Ini sudah 12 hari bulan suci Ramadhan tentu banyak kaum Muslimin meraih pahala di bulan suci tersebut. Salah satu amalan yang bisa dikerjakan saat bulan suci Ramadhan yakni berdzikir mengingat Allah dan berpikir tentang kebesaran Allah.
Dzikir salah satu ibadah seseorang senantiasa ingat kepada Allah. Sebab dzikir sebagai kunci ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia serta kesejahteraan di akhirat kelak.
Dzikir dan berpikir bisa dilakukan kapan saja dan dalam keadaan apapun, langsung dengan lisan ataupun mengucap di dalam hati. Dzikir memiliki banyak keutamaan terutama jika dibaca setiap hari di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad sebagai suri tauladan umat muslim selalu mengamalkan dzikir setiap hari.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Dengan berdzikir, kita tak hanya dijanjikan pahala namun juga diberi kemudahan dalam setiap masalah yang kita hadapi dalam kehidupan.
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”( QS. Al Baqarah: 152)
Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan perintah agar manusia berdzikir dan berpikir untuk senantiasa memerhatikan alam semesta dan kebesaran Allah. Salah satunya melalui perenungan berdzikir dan berpikir, sering kali muncul adalah pertanyaan ilmu filosofis: apa, mengapa, dan bagaimana saat kita sedang berpikir.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Imam Syafi’i Rahimahullah mengatakan, keseimbangan dzikir dan pikir diwujudkan dalam bentuk membagi aktivitas secara proporsional. Ia membagi malam menjadi tiga bagian: sepertiga untuk istirahat malam, sepertiganya lagi untuk shalat Tahajud, dan sepertiga sisanya digunakan untuk belajar.
Inilah wujud nyata dari upaya membangun keseimbangan zikir dan pikir dalam hidup sehari-hari.
Menurut seorang sufi besar, Ibnu Athaillah al-Sakandari (penulis Al-Hikam) membagi dzikir kepada tiga bagian. Pertama, dzikir jali. Artinya, jelas atau nyata. Kedua,d zikir khafi. Inilah dzikir yang samar-samar. Terakhir, dzikir haqiqi atau yang sebenar-benarnya.
Dzikir jali adalah perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan, yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan doa kepada Allah.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Dzikir ini diucapkan dengan suara jelas untuk menuntun gerak hati. Misalnya, dengan mengucapkan tahlil (La Ila-ha Illa Allah), tasbih (Subhanallah), takbir (Allahu Akbar), membaca Al-Quran, dan doa.
Allah SWT berfirman
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imran: 190-191).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Ulil Albab dalam pengertian secara sederhana sering diartikan sebagai orang yang Berakal atau orang yang berfikir, sebagaimana firman Allah;
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS: Al-Imran 190 – 191).
Bagi mereka yang rutinitas dzikir pastinya akan muncul aura yang berbeda dengan orang yang tidak pernah bermunajat. Hawa yang tenang dan pandangan yang jernih senantiasa muncul dari para ahli dzikir. Wajar jika para ahli dzikir ini sudah menuju kepada golongan zuhud, artinya urusan duniawi semakin dinomorsekiankan dibanding akhirat. Mereka bertawakkal dan bermunajat mutlak kepada Allah.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Seseorang yang ahli munajat akan semakin lancar apabila mereka juga ahli shadaqah, atau ilmunya bermanfaat bagi orang lain. Ini karena semakin diamalkan ilmunya ,maka semakin bertambahlah derajatnya. Berbahagialah mereka yang bisa membagi waktu urusan dunia dan urusan akhirat dengan baik dan selalu istiqamah.
Ahli dzikir atau dalam Al-Qur’an, disebut juga dengan ulul albab , dipakai sebanyak 16 kali. Dalam surat Ali Imran ayat 190-194, istilah ini digambarkan “senantiasa berdzikir mengingat Allah Swt melalui ucapan, perbuatan, atau merasakannya dalam hati dalam kondisi dan situasi apa pun, baik saat bekerja, berdiri, duduk, berbaring; memikirkan tentang penciptaan, yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi, hingga mengucapkan, ‘Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini, yakni alam raya ini dan segala isinya dengan sia-sia.’
Ulul Albab adalah orang-orang yang berilmu, ahli pikir sekaligus ahli dzikir, sehingga seluruh ilmunya tersambungkan kepada Allah beserta seluruh isyarat kemahakuasaan-Nya, lalu menghantarnya menggapai keimanan, ketakwaan, dan kesalehan hidup.
Dalam menafsirkan ulul albab di surat Al-Baqarah ayat 179, Prof. Quraish Shihab mengatakan, kata albab adalah bentuk jamak dari lubb, yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya, memiliki kulit yang menutupi saripatinya (isi). Isi kacang dinamai lubb. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni (saripati) yang tidak diselubungi oleh ‘kulit’, yakni kabut ide (pemikiran) yang dapat menimbulkan kerancuan dalam berpikir.”
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Dzikir tidak hanya sebatas aktivitas spiritual dan emosional saja, namun merupakan aktivitas intelektual yang mana manusia melakukan untuk mencari ketenangan hidup. Dzikir diselaraskan dengan pikiran manusia.
Menurut Prof. Quraish Shihab, akan membuat manusia semakin sadar bahwa seluruh manusia nantinya akan mati dan kembali pada Allah. Dalam acara kajian Ramadhan yang diadakan selama dua hari.
Harmoni dzikir dan pikir ini selalu juga berdampak pada hati, yang katanya, hati ini tidak berakar, tapi Al Quran menjelaskan hal tersebut secara jelas. Maka, di bulan suci Ramadhan ini adalah momentum yang tepat untuk beribadah dan beramal saleh mencari pahala. Di antaranya adalah melalui salah satu ibadah yang bernilai pahala tinggi dan mudah, yaitu berdzikir dan berpikir. Senantiasa melafalkan puji-pujian kepada Allah secara berulang. (A/R4/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama