Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

IHW Minta Penggunaan Vaksin MR Dihentikan Hingga Pasti Kehalalannya

Rana Setiawan - Ahad, 20 Agustus 2017 - 19:50 WIB

Ahad, 20 Agustus 2017 - 19:50 WIB

445 Views

(Foto: JPP.go.id)

(Foto: JPP.go.id)

Jakarta, MINA – Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, pihaknya meminta Menteri Kesehatan menghentikan Vaksinasi Measles Rubella (MR), yaitu vaksin untuk mencegah penyakit campak dan rubella (campak German) sampai disertifikasi halal agar terbebas dari unsur-unsur haram.

“Pemerintah harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam rangka penegakan hukum atau law enforcement, tidak justru sebaliknya menabrak Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang seharusnya ditaati,” kata Ikhsan sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Ahad (20/8).

Menurutnya, dalam kasus Vaksin MR, Menteri Kesehatan telah sengaja tidak mengindahkan UU JPH dengan telah memaksakan vaksinasi MR dengan mengimpor atau memasukkan Vaksin MR dari India ke Indonesia dan digunakan untuk melakukan vaksinasi tanpa terlebih dahulu dilakukan sertifikasi halal.

“Padahal program vaksinasi diperuntukkan bagi semua anak Indonesia yang berusia sembilan bulan hingga anak berusia 15 tahun dan dilakukan dengan pemaksaan dan tanpa dilakukan edukasi yang memadai tentang pentingnya vaksinasi tersebut,” ujarnya.

Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama

Program imunisasi MR ini secara serempak dilaksanakan pada Agustus hingga September 2017 untuk seluruh wilayah di pulau Jawa dan Agustus hingga September 2018 untuk seluruh wilayah di luar pulau Jawa.

Bila dengan alasan darurat, lanjut dia, maka menentukan keadaan darurat itu harus mengikutkan berbagai elemen termasuk MUI. Jadi, tidaklah cukup keadaan darurat wabah endemik ini hanya ditentukan oleh Menkes saja. Karena jika memang keadaan darurat, maka instrumen Hukum darurat itu harus mendapat legitimasi MUI karena menyangkut kebolehan penggunaan vaksin secara syar’i bukan kehalalan.

“Lalu mengapa penyakit Gizi buruk yang sudah di atas angka yang ditetapkan WHO tidak menjadi darurat? Sebagaimana telah dilansir berbagai Sumber termasuk WHO angka penyakit Gizi Buruk ( Stunting) Indonesia sangat tinggi di atas ketentuan yang ditetapkan oleh WHO yakni 18% rata-rata padahal standar WHO 10%,” tegasnya.

Untuk mendukung fakta tersebut, Ikhsan memaparkan secara keseluruhan angka penyakit gizi buruk sudah mencapai 9 juta anak atau mewakili 37,2% dari nilai ketentuan yang ditetapkan WHO.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Ikhsan menegaskan, Menkes seharusnya memprioritaskan penanganan Gizi Buruk ini terlebih dahulu. Ini tentu menjadi tanggung jawab dari Kemenkes bila terjadi keberatan dari masyarakat, khususnya penolakan dari kelompok masyarakat, dikarenakan belum dilakukannya sertifikasi halal dari MUI atas vaksin. Pemerintah diwajibkan untuk memastikan produk-produk yang beredar di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Vaksinasi sebagai sebuah kegiatan untuk pencegahan penyakit itu boleh, syaratnya harus dengan vaksin yang halal. Menkes seharusnya melakukan sertifikasi halal terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk vaksinasi.

Hal ini sebagaimana telah diamanatkan UU JPH dalam Pasal 4 bahwa Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, agar memberikan keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Sehingga semua produk vaksin yang beredar wajib bersertifikat halal.

Sebagaimana yang disampaikan Komisi Fatwa MUI yang mendukung pelaksanaan program imunisasi sebagai salah satu ikhtiar untuk menjaga kesehatan, dengan menggunakan vaksin yang halal. Pemerintah wajib segera mengimplementasikan keharusan sertifikasi halal seluruh vaksin yang digunakan termasuk vaksin Measles Rubella (MR) yang akan digunakan, serta meminta produsen untuk segera melakukan sertifikasi halal terhadap produk vaksin.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Berkaitan dengan statement Direktur SKK Kemkes yang menyatakan vaksin MR 100 persen halal, padahal faktanya belum ada sertifikasi halalnya. Ikhsan menilai ada kebohongan publik. Untuk itu, Menkes agar melakukan penindakan terhadap pejabat tersebut.

IHW menilai seruan ini sebagai wujud kepedulian terhadap penegakan hukum dan perlindungan bagi masyarakat konsumen untuk memperoleh jaminan atas kehalalan produk sesuai konstitusi. (R/R01/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Rekomendasi untuk Anda

Halal
Halal
Halal
Indonesia
Indonesia