Imaam Yakhsyallah: Generasi Terbaik Gemar Memberi

(Dok MINA/Rana)

Jakarta, MINA – Mansur mengatakan, adalah orang-orang yang gemar memberi kebaikan kepada sesama.

“Kebahagiaan adalah pada gemar memberi bukan pada senang meminta. Supaya pemberian kita diterima, maka harus yang terbaik,” ujar Imaam Yakhsyallah pada tausiyah di Kantor Redaksi Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Selasa (17/4).

Ia mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad SAW dan para sahabat senantiasa memberikan yang terbaik, segala apa yang mereka miliki, untuk perjuangan di jalan Allah.

“Bahkan mereka para sahabat seperti Abu Thalhah Zaid, telah memberikan contoh bagaimana mereka menginfakkan kebun dan kuda terbaiknya untuk jihad bersama Nabi,” ujarnya di hadapan pimpinan redaksi dan wartawan MINA.

Ia menambahkan, kebahagiaan itu ada pada saat memberi bukan pada waktu menerima.

“Tidak sampai pada kebaikan yang sempurna sebelum menafkahkan harta yang dicintai,” ujarnya, mengutip Surat Ali Imran ayat 92.

Untuk itu, lanjutnya, agar dapat memberikan yang terbaik, harus ada dorongan dari dalam, bukan karena faktor luar. Ikhlas dari dalam, yang dituju hanyalah karena Allah.

Barometer Kebaikan

Pada bagian lain tausiyahnya, Imaam Jama;ah Muslimin (Hizbullah) Yakhsyalalh Mansur mengingatkan, barometer kebaikan dan kesuksesan bukanlah karena jumlah materi, anak-anak atau jumlah pengikut.

“Kebaikan dan kesuksesan seseorang barometernya adalah manakala dapat beramal karena Allah. Mereka adalah orang-orang yang berhati-hati, jangan sampai amalnya tidak diterima Allah,” ujar Imaam Yakhsyallah.

Termasuk, menurutnya, bagi wartawan atau penulis adalah hati-hati dan jujur dalam menulis berita, semua karena Allah.

Di samping itu, barometer kesuksesan lainnya adalah beriman kepada ayat-ayat Allah, baik ayat Quraniyah yang termasktub di dalam mushaf, maupun kauniyah yang terjadi di alam ini.

“Tentu iman yang diiringi dengan kerja keras dan benar, rajin, dan terus-menerus. Ini sunnatullah, ingin sukses ya kerja keras,” lanjutnya.

Demikian pula dalam dakwah menyatukan umat Islam, sangat memerlukan kerja keras dan kesungguhan terus-menerus.

Theodore Hertzel dalam memprogramkan bagaimana Zionis Yahudi merebut tanah yang dijanjikan menurut mereka, rela bekerja keras mendapatkannya. Bahkan ia ingin jika mati jasadnya dikuburkan di Palestina. “Dan itu terjadi, karena kesungguhannya”.

Untuk itu, Imaam Yakhsyallah mengingatkan kepada kaum Muslimin untuk terus bersunguh-sungguh, tidak mudah menggerutu apalagi menyesal.

“China menguasai perekonomian dunia zahiriyahnya karena mereka sungguh-sungguh. Jika kita juga bangsa Indonesia tidak sungguh-sungguh bekerja, ya ketinggalan,” imbuhnya.

Apalagi bagi kaum Muslimin, tentu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki di luar Muslim, yakni beribadah ikhlas karena Allah dengan tidak menyekutukan-Nya, tuturnya.

Hadir dalam tausiyah di Kantor Berita MINA Jakarta, Dr Ahmed Abdul Malik, salah satu dosen Pembina di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM). USIM dan MINA bertemu dalam rangka penjajakan kerjasama kedua belah pihak dalam pertukaran informasi, magang liputan, dan promosi. (L/RS2/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)