Indahnya Saling Memaafkan pada Hari Nan Fitri Ini

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

, identik dengan antarsesama. Sebuah momentum perubahan suasana hati menjadi lebih lapang, luas lagi ceria menatap masa depan.

Ini setelah sebelas bulan dalam setahun, yang tentu tak luput dari dosa, salah dan khilaf. Baik terhadap Allah Tuhan Semesta Alam, yang dapat dihapus dengan istighfar. Maupun dosa silaf antar sesama yang dapat digugurkan dengan saling memaafkan.

Allah menyebutkan di dalam ayat:

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَـٰهِلِينَ

Artinya: ”Jadilah engkau pemaaf dan serulah (manusia) mengerjakan yang ma’ruf (baik) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 199).

Kata maaf itu sendiri berasal dari bahasa Arab al-‘afwu yang artinya sikap memberi ampun terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci, sakit hati, atau balas dendam.

Allah sendiri menyebut dirinya sebagai ‘Afuwwun yang artinya Maha Pemaaf.

Firman Allah:

إِن تُبۡدُواْ خَيۡرًا أَوۡ تُخۡفُوهُ أَوۡ تَعۡفُواْ عَن سُوٓءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّ۬ا قَدِيرًا

Artinya: ”Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.” (Q.S. An-Nisa [4]: 149).

Pada malam-malam Lailatul Qadar pun orang-orang beriman diminta memperbanyak permintaan maaf kepada Sang Maha Pemaaf.

Dalam untaian doa:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah. Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf,  suka memaafkan, maka maafkanlah aku”.

Sifat pemaaf ini pun telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam kehidupan bermasyarakat. Beliau tidak pernah membalas orang lain yang menyakitinya, selama tidak menyinggung masalah agama Islam.

Namun, apabila melecehkan kehormatan Islam dan yang berhubungan dengan hak-hak Allah, beliau pun tidak memberi maaf. Sebab, pemaafan dalam hal ini berarti pelecehan terhadap hak-hak Allah.

Bukan hanya itu, karena sudah terlalu sering Rasul disakiti oleh masyarakat jahiliyah, para sahabatnya mengadu agar nabinya yang mulia segera berdoa supaya musuh-musuh yang di hadapannya langsung diazab Allah. Bahkan, malaikat pun menawarkan dirinya untuk mengangkat sebuah gunung agar ditimpakan kepada kaum yang mendustakan Nabi.

Tetapi, jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ”Aku diutus bukan untuk melaknati, tetapi aku diutus sebagai dai dan pembawa rahmat. Ya Allah! Berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengerti.”

Allah pun menyebut keutamaan memaafkan ini dengan balasan ampunan Allah, antara lain di dalam ayat:

وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱلۡمُهَـٰجِرِينَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْ‌ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka [tidak] akan memberi [bantuan] kepada kaum kerabat [nya], orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An Nuur [24]: 22).

Memaafkan juga termasuk perbuatan mulia seperti disebutkan pada ayat:

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٲلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

Artinya:  “Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (Q.S. Asysyura [42]: 43).

Di dalam hadits disebutkan :

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

Artinya: “Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta. Tidak pula ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Begitulah, memaafkan adalah balasan terbaik untuk sebuah kesalahan. Mungkin berat, tapi tidak untuk mereka yang punya niat. Memang kita tidak perlu bersusah payah untuk membalas dendam, cukup maafkan setiap kesalahan. Karena memaafkan adalah pembalasan yang terbaik. Dan, memaafkan bukan berarti kita lemah, namun justru karena kita cukup kuat dan dewasa untuk mengerti bahwa ada orang yang membuat kesalahan.

Marilah pada Hari Nan Fitri ini, kita belajar untuk bisa saling memaafkan, karena Allah saja selalu memaafkan kesalahan hamba-Nya.

Jadi, mengapa kita tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain. Sebab meminta maaf tidak akan merendahkan kita, memberi maaf tidak akan menjadikan kita hina, dan mendoakan kebaikan orang lain tidak menjadikan kita turun derajat.

Namun justru itu semua akan mendatangkan kasih sayang Allah, kebaikan manusia dan menunjukkan kemuliaan akhlak kita sebagai seorang Muslim. Alhamdulillaah.

Akhirnya, Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Bukan hanya pada Hari ini, tapi selamanya. Aamiin. (RS2/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.