Jakarta, MINA – Saat ini, Indonesia tengah menghadapi dua masalah besar, yakni darurat penerbitan dan darurat literasi. Hal tersebut menjadi gambaran kondisi makro perbukuan di Indonesia.
“Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Apalagi buku merupakan sumber ilmu pengetahuan yang akan memajukan bangsa ini,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bambang Subiyanto pada Seminar Nasional ‘Darurat Penerbitan di Indonesia: Bebas Pajak Untuk Literasi’ di Jakarta, Rabu (20/12).
Menurutnya, dua permasalahan besar di dunia perbukuan ini tidak terlepas dari kondisi produksi buku di Indonesia yang rendah. Ditambah lagi dengan rendahnya minat membaca buku dan kemampuan untuk melakukan pemaknaan atas bacaan buku.
Hal ini sekaligus mencerminkan budaya literasi Indonesia yang masih relatif lemah. “Kondisi itu pun masih diperburuk lagi dengan harga buku di Indonesia yang cenderung meningkat dan hal ini juga dibebani dengan besaran pajak buku yang juga relatif tinggi,” ungkap Bambang.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Bambang melanjutkan, kondisi perbukuan nasional tambah kurang baik lagi dengan kebijakan royalti bagi penulis yang juga kurang ‘bersahabat’. Protes keras yang dilakukan oleh novelis best seller Tere Liye terhadap pajak yang tinggi bagi penulis, telah mendapat perhatian besar dari pemerintah.
“Pajak yang seharusnya menjalankan fungsi mengatur ternyata telah menjadi dis-insentif bagi penulis,” ujar Bambang.
Hal ini tentu akan mengganggu potensi pertumbuhan kreativitas bidang penerbitan buku di masa depan. Pekerjaan penerbitan adalah suatu kegiatan kolektif dan terjadi saling ketergantungan antar semua pelaku.
“Namun demikian, interaksi diantara para pelaku belum terbangun sinergitas, bahkan ada kesan perilaku ‘predator’ terjadi di antara mereka,” pungkas Bambang. (L/R09/RI-1)
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)