Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah Kehidupan Baik Menurut Al-Qur’an

kurnia - Kamis, 29 Juni 2023 - 14:13 WIB

Kamis, 29 Juni 2023 - 14:13 WIB

13 Views ㅤ

Oleh: KH Bachtiar Nasir

(Ketua Umum Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia JATTI)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ‌ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَ‌هُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Surat An-Nahl [16]: 97).

Kehidupan yang baik adalah harapan dan tujuan setiap orang. Dimana mereka berjuang dan berusaha untuk mencapainya. Tidak ada orang di dunia yang tidak berusaha dan berlari mengejar kehidupan yang baik tersebut. Tetapi, banyak di antara kita yang salah dalam memaknai kehidupan yang baik itu sehingga kita juga memilih jalan yang salah untuk mencapainya.

Di antara kita ada yang memaknai kehidupan yang baik itu dengan harta yang berlimpah dan hidup dalam segala kemewahan. Tidak sedikit di antara kita yang memaknai kehidupan yang baik itu dengan pangkat dan jabatan yang tinggi. Banyak juga di antara kita yang memaknainya dengan popularitas yang tiada bandingnya. Untuk mencapai semua itu mereka berusaha sekuat tenaga, bahkan dengan menghalalkan segala macam cara yang bertentangan dengan norma dan ajaran Islam. Setelah mencapai semua itu mereka tidak menemukan kehidupan yang baik itu.

Allah Ta’ala berfirman:

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

وَالَّذِينَ كَفَرُ‌وا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَ‌ابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّـهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّـهُ سَرِ‌يعُ الْحِسَابِ

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Surat An-Nur [24]: 39).

Al-Quran sebagai kitab hidayah dan petunjuk bagi jalan hidup manusia telah menjelaskan makna dan standar dari kehidupan yang baik itu yang hanya dapat dicapai melalui amal shaleh dan keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Nahl ayat 97 di atas.

Para ulama tafsir berbeda-beda dalam menjelaskan maksud dari al-hayah al-thayyibah (kehidupan yang baik) dalam ayat ini. Imam al-Qurthubi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa ada beberapa pendapat mengenai makna dari kehidupan yang baik dalam ayat ini adalah lain:

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Pertama, Rezeki yang halal. Ini perkataan Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, ‘Atha` dan al-Dhahhak.

Kedua, Sifat Qana’ah. Ini pendapat hasan al-Basri, Zaid bin Wahab, Wahab bin Munabbih, Ikrimah, Ibnu Abbas dan Ali bin Abi Thalib.

Ketiga, Taufik Allah dalam berbuat ketaatan karena itu akan mengantarkannya kepada keridhoan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. ini salah stau pendapat al-Dhahhak.

Keempat, Nikmat surga. Ini pendapat Mujahid, Qatadah dan Ibnu zaid.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Kelima, Ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya, setelah menyebutkan pendapat-pendapat ulama tentang makna dari kehidupan yang baik itu kemudian menyimpulkan bahwa kehidupan yang baik itu mencakup itu hal itu semua sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ” قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ ، وَرُزِقَ كَفَافًا ، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

Abdullah bin Amru bin al-‘Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (Riwayat Muslim).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Syaikh Thahir bin ‘Asyur dalam tafsirnya al-Tahrir wa al-Tanwir menjelaskan bahwa ini merupakan janji dari Allah kepada orang beriman dan beramal shaleh berupa segala bentuk kebaikan dunia, yang paling utamanya adalah rida dengan segala ketentuan Allah SWT dan harapan akan akhir yang baik, sehat wal ‘afiat serta ‘izzah Islam dalam jiwanya.

Sedangkan Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Madarij al-salikin menjelaskan bahwa para ulama telah menafsirkan bahwa kehidupan yang baik itu maksudnya adalah dikaruniakan sifat qana’ah, ridha dengan segala ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, rezeki yang baik dan lain-lainnya. Yang benar maksudnya adalah kehidupan hati, nikmat dan kegembiraan hati karena iman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mengenal-Nya, mencintai-Nya, bertaubat dan bertawakkal kepada-Nya.

Sesungguhnya tidak ada kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan hati yang seperti itu, dan tidak ada kenikmatan yang lebih baik daripada kenikmatan hati itu kecuali nikmat surga.

Ibrahim bin Adham seorang tabi’in yang sangat zuhud mengatakan kepada orang-orang dekatnya, “Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui kebahagian dan kegembiraan yang kita rasakan maka mereka akan berusaha merebutnya dari kita dengan pedang.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Esensi Kehidupan Baik

Ibnu Taimiyyah mengatakan kepada muridnya Ibnu al-Qayyim, “Apa yang ingin dilakukan musuhku terhadapku? Surga dan kebunku ada di dalam dadaku, kemanapun aku pergi, ia tidak pernah berpisah dariku. Memenjarakanku berarti khilwah (menyendiri dengan Allah) bagiku, membunuhku berarti mati syahid bagiku dan membuangku dari negeriku berarti jalan-jalan bagiku.

Benarlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bersabda:

عَنْ صُهَيْبٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ. رواه مسلم

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Diriwayatkan dari Shuhaib, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin, sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang beriman. Jika ia dianugrahi nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya , jika ia tertimpa musibah ia bersabar maka itu baik baginya.” (HR. Muslim).

Semua pendapat dan ungkapan para ulama itu menunjukkan bahwa kehidupan yang baik yang dimaksud dalam ayat di atas adalah kehidupan jiwa dan hati orang yang beriman yang merasa tenang dengan segala ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lapang dada menjalani takdir-Nya dan bahagia dengan keimanannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Jadi yang dimaksud dengan kehidupan yang baik itu bukanlah nikmat kesehatan badan, tidak sakit, kaya tidak pernah miskin dan mengalami kesulitan hidup. Karena kalau yang dimaksudkan dengan semua itu maka yang kita lihat orang kafir atau orang yang mengaku Islam tapi tidak hidup sesuai dengan tuntuan Islam pun mendapatkan itu semua bahkan mungkin lebih dari orang beriman yang beramal shaleh.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menegaskan kepada kita bahwa kehidupan yang baik itu hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang beriman dan beramal sholeh sesuai dengan syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tuntunan Rasul-Nya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Sebaliknya bagi mereka yang tidak mau beriman dan beramal shaleh dalam artian berpaling dari mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka Allah telah menyiapkan kehidupan yang sempit baginya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfiman:

وَمَنْ أَعْرَ‌ضَ عَن ذِكْرِ‌ي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُ‌هُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَ

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Surat Thaha [20]: 124).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kehidupan yang sempit itu adalah kehidupan yang tidak ada ketenangan di dalamnya dan tidak ada kelapangan dada, bahkan dadanya selalu merasa sempit dan sesak meskipun secara zahirnya dia kelihatan dipenuhi kesenangan hidup, bisa memakai pakaian dan makan apa saja serta tinggal dimana ia mau.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Selama ia belum sampai kepada keyakinan dan petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka hatinya akan selalu resah, bimbang dan ragu yang merupakan bentuk kesempitan hidup. (A/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Indonesia
Tausiyah