Jakarta, 26 Safar 1437/8 Desember 2015 (MINA) – Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal mengungkapkan, pemerintah telah memutuskan tidak lagi akan membayar diyat (uang ganti rugi pada waris korban pembunuhan), untuk menghindarkan hukuman mati bagi seorang WNI di luar negeri, tetapi pemerintah dapat memberikan bantuan yang besarnya 400 rial untuk korban laki-laki dan 200 riyal untuk korban wanita.
Tidak mungkin pemerintah terlibat dalam pembayaran diyat yang akan berakhir di mana yang harus bayar, tapi emerintah akan selalu memikirkan WNI yang dijatuhi hukuman mati di luar negeri.
“Kami tetap berusaha membebaskan WNI yang dijatuhi hukuman mati, seperti membantu seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan minta bantuan para ulama di Madinah,” kata Lalu Iqbal dalam seminar “Diyat: Dilema Negara Melindungi WNI” di Gedung IASTH kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (8/12).
“Kasus TKI seperti ini sebenarnya bukan kapasitas kami sebagai pegawai pemerintah menanganinya, namun kami biasanya diberikan kuasa hukum oleh pihk keluarga korban untuk memberikan fasilitas,” jelasnya.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Ia menjelaskan, para terhukum sendiri umumnya tidak bisa membayar diyat karena merupaqkan keluarga tidak mampu sehingga jadi TKW di luar negeri meninggalkan anak-anaknya untuk mencari pekerjaan.
Iqbal mencontohkan, vonis hukuman mati qishash telah dijatuhkan hakim kepada seorang terdakwa TKI WNI pada Mei 2015. Ia hanya bisa dibebaskan melalui mekanisme pemaafan dari ahli waris korban, salah satunya melalui pembayaran “diyat” atau ganti rugi.
Namun, hingga izin Raja Saudi untuk melaksanakan eksekusi diberikan, tidak pernah ada pembicaraan diyat.
Ahli waris korban juga telah menulis surat resmi tentang penolakan memberikan pemaafan kepada terdakwa yang telah diteruskan Kemenlu melalui KBRI Riyadh kepada Pengadilan Riyadh.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Menurutnya pelaku yang bekerja sebagai supir taksi tersebut tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membayar diyat, meskipun hanya diyat syar’i sebesar 200 ribu riyal untuk korban laki-laki dan 400 riyal untuk korban perempuan.
Menanggapi hal tersebut, Iqbal mengatakan tidak ada satu pun negara yang membayarkan diyat bagi warganya yang terbukti melakukan pembunuhan di Arab Saudi.
“Sebab pembayaran diyat adalah urusan pribadi pelaku terhadap ahli waris korban,” katanya.
Berbeda dengan kebijakan Pemerintah Indonesia sebelumnya, Kemenlu telah mengupayakan pembebasan beberapa WNI terancam hukuman mati di Saudi dengan berbagai pendekatan, termasuk dengan membayarkan diyat tanggungan mereka.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Iqbal menjelaskan, “salah satu WNI yang berhasil dibebaskan baru-baru ini adalah Satinah, TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, yang terbukti melakukan pembunuhan terhadap majikannya yang warga negara Arab Saudi”.
Satinah mendapatkan pemaafan melalui mekanisme pembayaran diyat sebesar 7 juya riyal atau sekitar Rp 21 miliar yang dibayarkan Pemerintah Indonesia pada Mei 2014 lalu.
Hadir dalam pembicara seminar Diyat : Dilema Negara Melindungi WNI Dr Lalu Muhammad Iqbal (Dir. Perlindungan WNI Kemlu RI), Prof. Dr. Chizaimah T. Yanggo (Ketua Dewan Fatwa MUI) Dr. Nurul Huda (Pakar Ekonomi). (L/P002/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain