Jamur Jadi Perhatian Pemerintah Alternatif Sumber Pangan Fungsional

Peneliti Pusat Penelitian Biologi , Iwan Saskiawan (tengah) dalam Media Briefing ‘Pangan Fungsional: Jamur dan ’ di Jakarta, Rabu (28/3). (Foto: Risma MINA)

Jakarta, MINA – Sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa, Indonesia harus memenuhi kebutuhan pangan nasional dengan memanfaatkan sumber daya hayati yang ada.

atau edible mushroom merupakan salah satu sumber daya hayati yang berkembang pesat menjadi komoditas pertanian. Sumber pangan lainnya, pisang yang cukup melimpah tapi masih belum dimanfaatkan seutuhnya.

“Kebutuhan alternatif pangan fungsional telah menjadi perhatian pemerintah saat ini, khususnya untuk budidaya jamur dan pengembangan pisang,” kata Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iwan Saskiawan dalam Media Briefing ‘Pangan Fungsional: Jamur dan Pisang’ di Jakarta, Rabu (28/3).

Iwan mebambahkan, lihat saja khusus untuk jamur, data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa luas kebun jamur di Indonesia meningkat signifikan dari waktu ke waktu.

“Kecenderungan peningkatan luas tanam budidaya jamur disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kandungan gizi yang tinggi, teknologi budidaya jamur yang ramah lingkungan, kondisi alam yang mendukung, nilai ekonomi yang tinggi, dan peluang pasar yang luas,” terang Iwan.

Iwan menjelaskan, jamur adalah bahan pangan fungsional, baik yang bersifat sebagai nutraceutical (jamur segar) maupun nutriceutical (bahan olahan/ekstrasi jamur).

Selain itu, jamur pangan juga mulai dikembangkan sebagai komoditas sayuran organik yang tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia sehingga menjaga kelestarian lingkungan. Di sisi lain, limbah yang berasal dari media tanam jamur pangan dapat diolah dan dijadikan sebagai pupuk organik untuk menjaga kesuburan tanah.

Terkait kandungan gizi dalam jamur, misalnya seperti jarum tiram putih, Iwan memaparkan, protein yang terkandung di dalamnya rata-rata 3,5% sampai 4% dari berat basah, berarti dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Jika dihitung berat kering, kandungan proteinnya 19% sampai 35% dan itu juga lebih tinggi dari beras yang hanya 7,3%, gandum 13,2%, dan susu sapi 25,2%.

“Jamur tiram putih juga mengandung lemak sebanyak 72%. Di dalam jamur itu, terdapat asam lemak tidak jenuh, sehingga aman dikonsumsi bagi penderita kelebihan kolesterol (hiperkolesterol) maupun gangguan metabolisme lipid lainnya. Lalu, sekitar 28% asam lemak jenuh serta adanya semacam polisakarida kitin di dalamnya dapat menimbulkan rasa khas yang enak,” jelas Iwan.

Iwan menambahkan, kandungan protein yang dimiliki jamur tiram putih dapat dijadikan sebagai sumber protein murah pengganti daging atau sebagai Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Jamur tiram putih juga mengandung beberapa senyawa aktif yang bersifat sebagai imunomodulator untuk menjaga daya tahan tubuh dari serangan penyakit.

“Saat ini, kami melalui Laboratorium Mikrobiologi pangan akan terus melakukan penelitian jamur tiram putih dan juga jamur lainnya. Penelitian ini meliputi aspek biologi, teknik budidaya, serta produk olahan pangan fungsional,” pungkasnya. (R/R09/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)