Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency – MINA)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَـَٔاتَٮٰهُمُ ٱللَّهُ ثَوَابَ ٱلدُّنۡيَا وَحُسۡنَ ثَوَابِ ٱلۡأَخِرَةِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya, “Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran [3] ayat 148).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Beberapa tahun yang lalu, sebelum Kantor Berita Islam Mi’raj didirikan, ketika saya masih jadi aktivis “pemburu” taklim, beberapa kali saya pergi taklim naik motor ke lokasi yang cukup jauh bersama seorang sahabat, sebut saja namanya Ade Caniago.
Kami berboncengan. Ade yang membawa motor. Karena selain lebih hapal jalan-jalan di Jakarta, motor yang dipakai adalah motornya.
Ketika bersama dengannya di motor, dalam hati saya hanya geleng-geleng. Sebab, ia membawa motor seperti “banteng bertubuh lentur”. Selain kencang, suka seruduk, di mana ada celah, di situ ia masuk.
Namun, dalam kebersamaan saya dengannya di dalam perjalanan satu motor berdua, banyak teladan unik dan baik yang ia miliki, yang pada akhirnya saya coba tiru di kemudian hari. Salah satunya adalah Ade tidak sungkan untuk menghentikan motornya jika melihat sebatang paku ada tergeletak di jalan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Selama saya pernah berjalan bersama seorang Muslim lainnya, saya belum pernah melihat seorang pun yang peduli dengan sebatang paku di jalan, kecuali Ade. Ini berbeda dengan aktivis yang khusus turun ke jalan raya tertentu untuk membersihkan ranjau paku yang sengaja ditebar oleh oknuh tidak bertanggung jawab.
Hingga akhirnya, saya pun mengikuti jejak Ade hingga sekarang. Jika saya berjalan kaki, terutama di jalan raya, maka saya akan lebih memperhatikan aspal, jikalau ada paku yang tergeletak di jalan dan mengancam ban kendaraan pengguna jalan raya.
Terlebih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ, أَنَّ رَسُولَ اللَّه قَال(( بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ketika seseorang menelusuri jalan, dia mendapati kayu berduri, kemudian ia menyingkirkannya dari jalan, lalu Allah membalas perbuatan baiknya dan mengampuni dosanya.” (HR. Bukhori)
Semua manusia yang normal, pastilah memiliki fitrah rasa senang dan bahagia jika bisa membuat seseorang senang. Karenanya, tidak jarang seseorang bertingkah seperti badut dan komedian hanya untuk membuat orang lain tertawa.
Seperti yang terjadi pada Hendrik di suatu senja. Di saat Hendrik mengantar kakak perempuannya pergi ke sebuah klinik.
Di masa menunggu, ada seorang pasien, seorang lelaki tua yang baru selesai berobat. Ia berjalan tertatih tanpa memakai sandal. Ia lalu meminta penjaga parkir untuk memanggilkan ojeg, tapi tempat klinik dengan pangkalan ojeg cukup jauh. Penjaga parkir justeru hanya menyarankan si kakek berjalan ke jalan raya agar bisa mendapatkan ojeg sendiri, karena ia berat meninggalkan tugasnya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Karena kondisi kesehatan yang lemah, akhirnya si kakek memilih hanya duduk dikursi.
Hendrik yang menyaksikan komunikasi antara si kakek dan penjaga parkir, sangat ingin menawarkan ojeg kepada si kakek, hitung-hitung dapat uang tambahan. Tapi entah kenapa, rasanya sangat sungkan untuk bersuara dan menawarkan ojeg kepada si kakek yang tidak dikenalnya sedikit pun itu.
Namun, akhirnya Hendrik memaksakan untuk bicara dan menawarkan si kakek tumpangan untuk diantar pulang ke rumahnya. Si kakek mau. Hendrik lalu minta izin kepada kakaknya yang sedang antri panggilan di dalam klinik.
Kakek itu pun lalu diantar ke rumahnya. Cukup jauh dan masuk gang yang berliku. Akhirnya tiba juga di depan rumah si kakek. Ketika si kakek hendak memberikan uang, Hendrik langsung menolaknya dan tersenyum. Sebab ia berpikir, jika ia menerima uang itu, maka itu artinya mungkin ia tidak berbuat baik, tapi menjual jasa. Mungkin ia dapat nilai berupa uang, tapi tidak mendapat nilai di sisi Allah. Meski pada saat yang sama, ia sangat membutuhkan uang tambahan seribu dua ribu.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Si kakek pun merasa sangat bahagia dan sangat terbantu. Doa pun terucap darinya untuk Hendrik. Dan mungkin semua ikhwan dan akhwat pernah mengalami perasaan jika berada di posisi seperti Hendrik, walaupun bentuk bantuannya berbeda versi.
Setelah itu, Hendrik kembali pulang menuju klinik. Kebahagiaan dan ketenangan memenuhi hati dan perasaannya, memancing bibirnya tersenyum sendiri karena meresapi nikmatnya berbuat baik kepada orang lain.
Dari dua kisah tersebut, ingin saya katakan, bahwa sering kita terhalang melakukan kebaikan karena merasa tidak biasa bila dilihat orang umum, atau karena berbagai pertimbangan yang hanya perupakan pembawaan dari perasaan. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyeru hamba-hambanya untuk berlomba-lomba dalam beramal salih.
وَلِكُلٍّ۬ وِجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيہَاۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٲتِۚ أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Artinya, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu [dalam berbuat] kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 148).
Jangan pernah segan untuk memungut sebatang paku di depan mata banyak orang umum. Jangan pernah segan untuk membaca Al-Quran di saat Anda sedang menunggu. Jangan pernah segan menawarkan bantuan kepada orang yang membutuhkan.
Jangan pernah segan membelikan makanan untuk orang yang Anda kenal di sekitar Anda. Jangan pernah segan mengucapkan salam jika bertemu dan berpisah dengan seseorang. Dan banyak lagi kebaikan yang bisa kita lakukan dengan tidak menggubris pertimbangan malu atau khawatir terlihat riya.
Bagi kita yang sering bicara “elu dan gua” atau sering tanpa malu bicara kotor, baik di kala serius atau bercanda, maka jangan segan pula untuk berubah dalam berbahasa yang baik dan santun. Jangan pernah takut disindir sebagai “Duta Bahasa Indonesia” oleh teman-teman. Atau, jangan pernah takut disebut “sok alim” bila kamu lebih giat bersalat lima waktu, atau takut disebut “Sok suci” ketika memilih tidak bersalaman dengan lawan jenis yang bukan muhrim.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Mari kita mulai satu demi satu menuju perubahan kepada kebaikan. Menuju pribadi yang lebih baik.
Alangkah lebih indah lagi jika berslogan sebagaimana hadits lemah menyebutkan, “Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi.” (P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati