Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Berbisnis merupakan pekerjaan paling menjanjikan dan menyenangkan sekaligus melalaikan bagi manusia. Menjanjikan karena memang dapat menghasilkan sejumlah keuntungan uang yang berlebih. Menyenangkan karena memang menjadi kehidupannya, hingga tak kenal lelah, pagi hingga pagi lagi ditekuninya. Namun, juga sekaligus melalaikan, sebab dengannya seseorang dapat menjadi lupa jadwal makannya, lupa perhatian terhadap anak dan isterinya, khilaf pada jenis maksiat yang dihadapinya, bahkan sampai lalai pada perintah-perintah Allah, Tuhan yang telah menciptakan dan memberinya rezki.
Bukan berarti juga lalu meninggalkan bisnis sebab takut lupa. Namun yang terbaik adalah mengikuti arahan syariat dan mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang walaupun aktif berbisnis, tapi tetap memperhatikan ibadah alias tidak melalaikan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah.
Allah pun mengingatkan para pebisnis atau mereka yang berusaha melalui perniagaan dalam firman-Nya:
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ() لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ()
Artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS An-Nuur [24]: 37-38).
Pada ayat ini memang digunakan kata rijaalun (laki-laki), karena seperti menurut sebagian ahli tafsir menyebutkan, bahwa merekalah yang diwajibkan memakmurkan masjid dengan shalat berjama’ah.
Pada ayat juga dikatakan Allah mengkhususkan perniagaan atau bisnis, karena perniagaanlah yang paling banyak melalaikan manusia dari mengerjakan shalat berjama’ah dan dari ketaatan. Sehingga mereka jarang mendatangi masjid untuk mendirikan shalat berjama’ah di dalamnya.
Bukan hanya jarang, bahkan terkadang mereka pula melambat-lambatkan waktu shalat, hingga tidak sedikit yang akhirnya melalaikannya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tentu bukan hanya pekerjaan jenis perniagaan atau bisnis yang dapat melalaikan ibadah. Pekerjaan lain juga dapat melalaikan, seperti menjadi pekerjaan kantor, karyawan, guru, dokter, kontraktor, sopir, petani, buruh dan sebagainya.
Kemudian, setelah harta yang ditumpuk-tumpuk itu bertambah banyak, menjadi lalai pula ia dari mengeluarkannya untuk zakat dan infak di jalan Allah. Ia merasa bahwa itu semua hasil jerih payahnya, sehingga berat menunaikan kewajiban hartanya. Bukan hanya itu, terhadap sesama ia pun enggan membantu.
Ia pandai beralasan bahwa ada keperluan lain, untuk ini dan itu, sementara saudaranya sesama Muslim yang amat sangat memerlukan, ia abaikan. Padahal itu ujian dan cobaan dari Allah dengan hartanya itu.
Ternyata ia gagal. Kelak hartanya itu Allah ambil kembali, ia baru menyesal. Atau bisa juga hartanya bertambah terus, tetapi mendorongnya kepada kekurangan dan ketidakberkahan. Na’udzubillah.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Allah pun menegur pada ayat lain dalam Surat Al-Munafiqun:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman! Janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah! Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS Al-Munaafiquun [63]: 9).
Pada ayat lain dikatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumu’ah [62]: 9).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Mufassir Imam Ibnu Katsiir menjelaskan bahwa Allah mengabarkan orang-orang yang disebutkan pada ayat untuk tidak disibukkan dengan dunia serta keindahan dan kelezatannya dari mengingat Allah. Mereka mengetahui bahwa apa yang berada di sisi Allah lebih baik untuk mereka dan lebih bermanfaat dari pada apa yang ada pada mereka.
Oleh karena itu, orang-orang beriman lebih mengedepankan ketaatan dan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan terhadap diri mereka sendiri dan terhadap perniagaannya.
Qataadah berkata, “Dulu suatu kaum berjual beli dan berniaga, tetapi jika hak di antara hak-hak Allah menghampiri mereka, maka perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk berdzikir kepada Allah, mereka memenuhi hak tersebut kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun dengan kasih sayangnya menegur manusia dalam sabdanya:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
(إِنَّ التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ.) قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَوَلَيْسَ قَدْ أَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ؟ قَالَ: (بَلَى، وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ ، وَيَحْلِفُونَ ، وَيَأْثَمُونَ.)
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang adalah orang yang fajir (pelaku maksiat).” Beliau pun ditanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?” Beliau berkata, “Ya, tetapi mereka berbicara kemudian berdusta, dan mereka bersumpah dan berdosa.” (HR Ahmad).
Begitu pula sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam:
إِنَّ التُّجَّارَ يُحْشَرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلا مَنِ اتَّقَى وَبَرَّ وَصَدَقَ .
Artinya: “Sesungguhnya para pedagang akan dikumpulkan di hari kiamat sebagai orang yang fajir. Kecuali orang yang bertakwa, berbuat kebajikan dan jujur.” (HR Ath-Thahawi).
Sabdanya lagi:
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ
Artinya: “Wahai para pedagang! Sesungguhnya hal-hal yang sia-sia dan sumpah menghadiri jual beli. Oleh karena itu, bersihkanlah hal tersebut dengan bershadaqah.” (HR Abu Dawud).
Semoga kita tidak dilalaikan dengan bisnis atau perniagaan atau pekerjaan dan kegiatan apapun dari ibadah kepada Allah. Aamiin Yaa Mujibassaailin. (P4/P001).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan