Iman Bukan Sekadar Klaim dan Label
Dalam kehidupan beragama, sering kita jumpai orang yang merasa sudah beriman hanya karena memiliki identitas Islam, hadir di pengajian, atau tergabung dalam sebuah jamaah. Padahal, Islam bukan sekadar klaim, label, atau statistik. Iman adalah keyakinan yang tertanam dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal nyata.
Allah ﷻ mengingatkan dalam Al-Qur’an:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Baca Juga: Perdamaian di Gaza, Antara Asa dan Realita
“Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8).
Oleh karena itu, sekadar merasa bagian dari jamaah, baiat, atau menghadiri majelis taklim tidaklah cukup. Semua itu harus dibuktikan dengan amal tulus dan istiqamah.
Banyak orang merasa sudah baik, merasa sudah beriman, merasa sudah jamaah. Tapi ketika amalnya ditimbang, ternyata kosong, ibarat padi gabuk yang tidak berisi.
Mengendalikan Hawa Nafsu sebagai Jalan Menuju Amal
Baca Juga: Ketika Sumud Flotilla Tak Sampai Gaza
Hidup adalah ujian. Setiap manusia diuji sesuai keadaannya. Kaya diuji dengan kekayaannya, miskin diuji dengan kemiskinannya, alim diuji dengan ilmunya. Semua akan ditimbang di hadapan Allah ﷻ. Karena itu, amal yang benar hanyalah amal yang diniatkan karena Allah semata, bukan karena pujian atau popularitas.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ الْأَمَانِيَّ
“Orang yang cerdas adalah yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kosong terhadap Allah.” (HR. Tirmidzi).
Baca Juga: Mewaspadai Parasit Bani Israil dalam Tubuh Kaum Muslimin
Selain itu, banyak orang terjebak dalam rutinitas ibadah yang hanya formalitas, seperti shalat, puasa, atau bahkan hadir pengajian, namun tidak berdampak pada perbaikan akhlak. Itulah ibarat padi gabuk, tampak penuh, tetapi hampa isinya.
Mengaji itu bukan menumpuk ilmu, tapi mengkaji diri. Taklim itu bukan hanya menambah pengetahuan, tapi untuk mencari kelemahan diri dan memperbaikinya.
Ukhuwah dan Hakikat Berjamaah
Islam menekankan pentingnya berjamaah. Namun, berjamaah tidak sebatas hadir bersama atau berkumpul dalam sebuah komunitas. Inti jamaah adalah ukhuwah atau persaudaraan, yakni saling peduli, menolong, menguatkan, dan memuliakan.
Baca Juga: Global Sumud Flotilla, Napak Tilas Perjuangan Sahabat Bebaskan Masjidil Aqsa
Allah ﷻ berfirman:
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Maka jadilah kamu dengan nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103).
Ukhuwah yang benar membuat yang kuat tidak menindas yang lemah, dan yang lemah tidak merasa tersisih atau minder. Maka yang pintar tidak boleh ‘minteri’ (menipu dengan kepintarannya) dan yang lemah tidak boleh dipinggirkan.
Baca Juga: Nabi Musa Pembebas Bani Israil, Menuju Tanah yang Disucikan
Inilah esensi hidup berjamaah dalam Islam, membangun hubungan yang dilandasi kasih sayang, bukan dominasi.
Doa Kaum Lemah, Sumber Pertolongan Allah
Di balik doa kaum dhuafa, ada kekuatan besar yang sering kita lupakan. Rasulullah ﷺ bersabda:
هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ
Baca Juga: 5 Keutamaan Membaca Shalawat Atas Nabi
“Sesungguhnya kalian diberi rezeki dan ditolong karena (doa) orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Bukhari).
Inilah peringatan penting, jangan abaikan kaum lemah, karena bisa jadi doa mereka yang tulus justru menjadi sebab turunnya rahmat dan pertolongan Allah kepada kita.
Bahkan Rasulullah ﷺ juga bersabda:
مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ بِهِ
Baca Juga: Kesombongan yang Menyamar Jadi Kebaikan
“Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya, sedangkan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani).
Kalau di tengah-tengah kita ada orang dhuafa, jangan diremehkan. Justru doa dan shalat mereka bisa menjadi sebab turunnya pertolongan Allah untuk kita semua. Orang-orang lemah harus dimuliakan, bukan dipinggirkan.
Oleh karena itu, seluruh umat Islam untuk terus memperbaiki niat, menegakkan kehidupan berjamaah dan mengamalkan ukhuwah dengan penuh kasih sayang. Amal hanya karena Allah, bukan karena pujian manusia atau takut celaan.
Dan yang lebih penting, jangan pernah meremehkan doa kaum lemah atau orang-orang dhuafa. Karena dari merekalah sering kali keberkahan hidup dan pertolongan Allah ﷻ diturunkan.
Baca Juga: Menempatkan Seseorang Sesuai Bidangnya
Semoga kita semua istiqamah beramal, saling peduli, saling menolong, hingga akhir hayat kita tetap dalam husnul khatimah. Amin ya Rabbal ‘Alamin. []
Tulisan dikutip dari tausiyah KH Abul Hidayat Saerodji pada Ahad (17/8/2025) di Ponpen Al-Fatah Cileungsi, Kabupaten Bogor melalui Zoom Meeting
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Al-Aqsa Episentrum Peradaban Umat Islam