Janjiku, Utangku

Ilustrasi (Annas Indonesia)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُ ۥ‌ۚ وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِ‌ۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولاً۬

Artinya, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa’at) sampai ia dewasa dan penuhilah , sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. Al-Israa [17] ayat 34)

Apakah kita termasuk karakter orang yang suka berjanji? Jika ya, maka secara otomatis kita telah membuat kepada orang yang kita janjikan.

Janji biasanya dibuat karena pada saat itu si pembuat janji belum bisa melakukan atau memenuhi apa yang orang lain atau dirinya sendiri inginkan, kemudian si penjanji merasa yakin keinginan itu bisa ia lakukan dan penuhi di kemudian hari.

Biasanya pula, si penjanji berani berjanji hanya bertujuan untuk membuat orang lain merasa nyaman kepadanya atau agar dirinya mendapat izin melakukan sesuatu. Dengan memberikan janji, maka si panjanji berharap ia dipercaya dan diizinkan untuk melakukan tujuannya.

Tidak perlu banyak contoh, cukuplah contoh seorang calon kepala daerah yang bertarung di dalam ajang pilkada.

Si calon kepala daerah akan mengumbar janji-janji kepada warga di daerah tempat ia mencalonkan diri, agar warga merasa nyaman dan mengizinkan dia untuk menjadi kepala daerah dengan cara memberikan suara saat hari pemungutan suara atau pencoblosan.

Ada sekelompok orang yang benar-benar serius memberikan janjinya dan sangat serius pula untuk memenuhinya, karena memang mereka menganggap perkara janji bukanlah hal yang ringan. Mereka tahu bahwa janji adalah utang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala juga janjikan akan memperkarakan janji-janji tersebut di hari akhir nanti.

Namun, ada pula segolongan orang yang dengan mudah berjanji hanya untuk meraih pengizinan di saat itu, kemudian mereka meremehkan apa yang telah mereka ucapkan (janjikan) kepada orang lain. Mereka hanya menganggap janji-janji itu adalah perkara yang ringan semata.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَـٰبَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِىَ ٱلَّتِىٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَوۡفُواْ بِعَہۡدِىٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ وَإِيَّـٰىَ فَٱرۡهَبُونِ

Artinya, “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 40)

Ibnu Jarir rahimahullah berkomentar tentang ayat ini, “Janji (Allah) kepada mereka, jika mereka melakukan hal itu, maka (Allah) akan memasukkan mereka ke Surga.”

Di masa lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil janji kuat Bani Israil. Dan kepada manusia kemudian Allah jelaskan balasan yang akan Dia berikan kepada Bani Israil jika janji kuat mereka dipenuhi. Dalam QS. Al-Maidah [5] ayat 12 Allah mengisahkan.

وَلَقَدۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَـٰقَ بَنِىٓ إِسۡرَٲٓءِيلَ وَبَعَثۡنَا مِنۡهُمُ ٱثۡنَىۡ عَشَرَ نَقِيبً۬ا‌ۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّى مَعَڪُمۡ‌ۖ لَٮِٕنۡ أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّڪَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا لَّأُڪَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ‌ۚ فَمَن ڪَفَرَ بَعۡدَ ذَٲلِكَ مِنڪُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ

Artinya, “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka, dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus’.” (QS. Al-Maidah [5] ayat 12)

Orang-orang beriman yang menepati janjinya kepada Allah dan manusia, maka Allah akan membalasnya dengan surga. Karena itu pula, orang-orang yang tidak menepati janji, pastinya akan dibalas dengan neraka.

Orang-orang yang tidak menepati janji bisa masuk neraka karena hadits di bawah ini menunjukkan status mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

عَنْ عَبْدِ اللهِ بـْنِ عَمْرِو بـْنِ اْلعَاصِ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اَرْبَـعٌ مَنْ كُـنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالـِصًا، وَ مَنْ كَانَ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةُ النِّـفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا. اِذَا ائْـتُمِنَ خَانَ، وَ اِذَا حَدَّثَ كَـذَبَ، وَ اِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَ اِذَا خَاصَمَ فَجَرَ. البخارى و مسلم و ابو داود و الترمذى و النسائى

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ada empat perkara barangsiapa yang empat perkara itu ada padanya maka ia adalah orang munafiq yang sebenarnya. Dan barangsiapa ada padanya satu bagian dari yang empat perkara itu berarti ada padanya satu bagian dari kemunafiqan sehingga ia meninggalkannya, yaitu: 1) Apabila diberi amanat ia  khianat, 2) Apabila berbicara ia berdusta, 3) Apabila berjanji menyelisihi dan, 4) Apabila bertengkar ia curang.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai)

Status orang munafik jelaslah bukan surga kampung pulangnya, tapi neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tempat orang-orang munafik di akherat nanti dalam firman-Nya.

إِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرۡكِ ٱلۡأَسۡفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمۡ نَصِيرًا

Artinya, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisaa’ [4] ayat 145)

Wallahu a’alam bis showaab (RI-1/B05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)