Jakarta, 2 Dzulqa’dah 1437/5 Agustus 2016 (MINA) – Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) Arif Budimantamengharapkan agar para pemangku kepentingan, terutama pemerintah dapat memanfaatkan momentum baik pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,18 persen pada triwulan II-2016.
Kesempatan ini, katanya, dapat dijadikan sebagai daya ungkit untuk menuju pertumbuhan yang inklusif.
“Stimulus dari belanja pemerintah ini diharapkan mampu dapat memicu pergerakan di sektor riil,” ujar Arif di Jakarta. Sebagaimana siaran pers KEIN yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat (5/8).
Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan pengumuman Badan Pusat Statistik tentang pertumbuhan ekonomi triwulan II-2016 yang mencapai 5,18 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year).
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Salah satu pendorong utamanya adalah pertumbuhan komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 6,28 persen. Jika dibandingkan kuartal sebelumnya, komponen belanja pemerintah tersebut mengalami peningkatan 36,16 persen.
Arif Budimanta mengharapkan agar komponen belanja pemerintah tersebut dapat menjadi stimulus terhadap peningkatan produktivitas. Peningkatan tersebut, terutama terjadi pada kinerja industri atau dunia usaha, sehingga mampu mendorong penciptaan lapangan kerja yang dapat dinikmati masyarakat. “Dengan demikian, ketahanan sosial masyarakat akan serta-merta tercipta,” paparnya.
Untuk mencapai target tersebut, Arif mengatakan agar memperhatikan aspek pengganda (multiplier effect) dalam merealisasikan belanja pemerintah. Pada belanja infrastruktur misalnya, lanjut dia, harus diupayakan agar pengeluaran pemerintah tersebut dapat menciptakan kesempatan untuk keterlibatan sektor usaha padat karya. Selain itu, memiliki korelasi dengan kebutuhan investasi langsung (direct investment) dan industrialisasi.
Dengan skenario tersebut, akan semakin banyak menciptakan kesempatan kerja. Kondisi ini akan sangat membantu meningkatkan konsumsi masyarakat, sebagai faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat melalui daya beli yang baik.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
“Dengan demikian,” ujar Arif, “pertumbuhan yang dicapai bisa jadi pengungkit untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif.”
Menurut data BPS, hingga kuartal II-2016 ini komponen konsumsi rumah tangga masih memiliki proporsi paling besar, yaitu mencapai 55,23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atas harga berlaku. Selanjutnya adalah Penanaman Modal Tetap Bruto (32,45 persen), ekspor barang dan jasa (18,88 persen), Belanja Pemerintah (9,44 persen). Sedangkan kontribusi Perubahan Inventori dan Belanja Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga masing-masing 2,81 persen dan 1,41 persen.
Arif mengatakan, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi harus dikembalikan kepada masyarakat agar pertumbuhan tersebut bukan sekadar perubahan angka statistik, tetapi ikut berdampak pada kualitas kehidupan warga melalui kesempatan lapangan kerja dan peningkatan daya beli.
“Pada intinya, pertumbuhan yang berkualitas inilah semangat dan cita-cita yang ada pada pemerintahan pimpinan Presiden Jokowi,” katanya. (L/P010/P2)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)