Jakarta, MINA — Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021 menuai pro dan kontra di kalangan akademik dan masyarakat.
Menanggapi itu, Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan anggapan tersebut timbul karena kesalahan persepsi atau sudut pandang.
“Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk di awal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan’, bukan ‘pelegalan’,” tegasnya saat dihubungi di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, pada Senin (8/11).
Nizam juga menggaris bawahi fokus Permendikbudristek PPKS lebih kepada pencegahan dan penindakan.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
“Fokus Permen PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual. Sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam Permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual,” tegasnya.
Ia menjelaskan, tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.
“Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita,” jelasnya.
Permendikbudristek PPKS sangat detil dalam mengatur langkah-langkah yang penting di perguruan tinggi untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Di samping itu juga membantu pimpinan perguruan tinggi dalam mengambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah berulangnya kembali kekerasan seksual yang menimpa sivitas akademika.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Nizam berharap kepastian hukum yang diberikan melalui Permendikbudristek ini akan memberikan kepercayaan diri bagi pimpinan perguruan tinggi untuk mengambil tindakan tegas bagi sivitas akademika yang melakukan kekerasan seksual.
Nizam juga menyampaikan dengan hadirnya Permendikbudristek PPKS ini, pimpinan perguruan tinggi juga dapat memberikan pemulihan hak-hak sivitas akademika yang menjadi korban kekerasan seksual untuk dapat kembali berkarya dan berkontribusi di kampusnya dengan lebih aman dan optimal.
“Kami mengajak pimpinan perguruan tinggi untuk dapat menyiapkan dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sesuai Permendikbudristek 30/2021 agar kampus kita menjadi lingkungan belajar yang semakin aman dan nyaman untuk mewujudkan Merdeka Belajar,” ajak Nizam.
Sejumlah universitas pun mulai membentuk satgas di antaranya Universitas Khairun di Maluku Utara dan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta yang merupakan perguruan tinggi Islam.
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
Permendikburistek PPKS telah melalui tahapan sosialisasi kepada berbagai pemangku kepentingan dan melalui sejumlah rapat koordinasi. Sosialisasi lebih luas sebagai Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual akan diselenggarakan secara daring pada Kamis, 11 November 2021 melalui YouTube KEMENDIKBUD RI dan Instagram @kemdikbud.ri.
Lebih lanjut, Nizam mengemukakan, saat ini, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindak lanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi.
“Kebanyakan dari mereka takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Hal ini menggambarkan betapa mendesak nya peraturan ini dikeluarkan,” ujarnya.
Kehadiran Permendikbudristek PPKS merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi yang disampaikan melalui berbagai kegiatan. Karenanya, kekerasan seksual di sektor pendidikan tinggi menjadi kewenangan Kemendikbudristek, sebagaimana ruang lingkup dan substansi yang tertuang dalam Permendikbudristek tentang PPKS ini.
Baca Juga: Jurnalis Antara Sampaikan Prospek Pembebasan Palestina di Tengah Konflik di Suriah
Nizam menekankan Kemendikbudristek wajib memastikan setiap penyelenggara pendidikan maupun peserta didiknya dapat menjalankan fungsi tri dharma perguruan tinggi dan menempuh pendidikan tingginya dengan aman dan optimal tanpa adanya kekerasan seksual.
Lebih lanjut Nizam menjelaskan bahwa Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu pimpinan perguruan tinggi dan segenap warga kampusnya dalam meningkatkan keamanan lingkungan mereka dari kekerasan seksual; menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk dalam ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini; dan mempertajam literasi masyarakat umum akan batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan tinggi Indonesia, serta konsekuensi hukumnya.
“Moral dan akhlak mulia menjadi tujuan utama pendidikan kita sebagaimana tertuang dalam UUD, UU 20/2003, UU 12/2012, dan berbagai peraturan turunannya. Termasuk Permendikbud No 3/2020 ttg standar nasional pendidikan tinggi,” tambahnya.(R/R5/P1)
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
Mi’raj News Agency (MINA)