Jakarta, MINA – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memastikan pentingnya peran mitra kerja peneliti asing sebagai wahana untuk meningkatkan posisi daya saing Indonesia.
Tahun 2018, total dana masuk ke Indonesia untuk penelitian asing berjumlah Rp623 Miliar dari 521 penelitian.
“Indonesia memerlukan banyak kerjasama penelitian dengan berbagai pihak, termasuk dengan pihak luar negeri, agar terjadi kolaborasi riset yang optimal antara peneliti Indonesia dengan peneliti asing,” demikian Dirjen. Penguatan Riset dan Pengembangan, Muhammad Dimyati.
Hal ini disampaikannya dalam Workshop Nasional Mitra Kerja Peneliti Asing dengan Tema “Evaluasi dan Pengukuran Capacity Building Lembaga Mitra Kerja sebagai Dampak Pemberian Izin Penelitian Asing” di Jakarta, Selasa (30/4).
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Ia mengatakan, Pemerintah terus meningkatkan layanan dan perlindungan atas kemitraan dengan peneliti asing yang ada di Indonesia.
Dimyati menjelaskan, peneliti asing dari Amerika Serikat membawa paling banyak penelitian/">dana penelitian, yaitu sebanyak Rp120 Miliar. Disusul Jepang dengan Rp108 Miliar dan Australia dengan Rp96 Miliar.
“Rata-rata setiap peneliti asing memiliki dana 1 Miliar Rupiah dan juga sebagian membawa peralatan riset sendiri. Sedangkan mitra kerja yang memiliki tugas untuk mendampingi dan bekerjasama dengan peneliti asing yang didampingi memiliki dana pendampingan yang sangat kecil dibandingkan dengan dana yang dimiliki peneliti asing tadi,” ujar Dirjen.
“Ke depan, alasan keterbatasan dana harus segera diselesaikan agar mitra kerja peneliti asing dapat menjalankan tugasnya dengan baik,” lanjut Dimyati.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Tahun 2019, Kemenristekdikti sudah menganggarkan 1 Miliar Rupiah untuk mendukung mitra kerja peneliti asing.
Dimyati mengharapkan Lemlitbang dan perguruan tinggi meningkatkan dana pendampingan untuk mitra kerja peneliti asing agar penelitian asing dapat lebih bermanfaat bagi mitra kerja peneliti asing itu sendiri, lembaga tempat mitra kerja bekerja, serta bangsa dan negara.
“Nilai manfaat bagi mitra kerja tidak dapat diukur dengan mudah, tetapi dampak tinggi dalam suatu kerjasama riset internasional adalah peningkatan kapasitas keilmuan, peningkatan kemampuan menulis karya ilmiah, peningkatan kemampuan manajemen riset, perbaikan ranking institusi dan ranking peneliti, peningkatan jaringan internasional, serta promosi potensi bangsa dan negara ke dunia internasional,” ujarnya.
Dimyati menjelaskan, peneliti asing dan mitra kerja pendamping harus dilindungi agar dapat bekerjasama dengan baik. Untuk itu harus ada peraturan yang wajib ditaati oleh kedua belah pihak secara jelas, terbuka, dan menguntungkan kedua pihak.
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
“Peraturan ijin penelitian asing di Indonesia saat ini sudah sangat baik, lebih sederhana, serta lebih singkat prosesnya. Untuk itu semua pihak, baik peneliti asing maupun mitra kerja pendamping local harus mengikuti peraturan tersebut. Jangan coba-coba ada yang mensiasati aturan tersebut, karena pasti Pemerintah Indonesia akan melakukan law enforcement,” lanjutnya.
Dimyati dalam kalimat penutupnya juga menjelaskan, masalah penegakan hukum terkait penelitian asing akan lebih dipertegas lagi dalam RUU Sistem Nasional Iptek yang sedang dibahas oleh Pemerintah bersama dengan DPR.
Workshop Nasional ini melibatkan 400 peserta dari 44 lembaga. Narasumber yang hadir diantaranya Dr. Svann Langguth dari Kedutaan Besar Jerman, Mr. Joshua Lustig dari Kedutaan Besar Amerika Serikat, Prof. Endang Sukara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Dr. Sadjuga sebagai mantan Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual – Ristekdikti.(L/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis