Jakarta, MINA – Kementerian Luar Negeri RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka merumuskan kurikulum batik untuk para diplomat dengan menggandeng berbagai tokoh terkemuka dari industri batik Indonesia.
“Salah satu cara adalah melakukan pengarusutamaan batik ke dalam kurikulum yang dapat membuat suatu ekosistem untuk mendorong kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan industri batik, Outcome dari hal ini adalah melahirkan para stakeholder, policymaker untuk menciptakan ekosistem yang baik untuk industri batik,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar dalam Pembukaan FGD daring, Kamis (1/10).
Kemlu RI yang telah menjadikan batik sebagai bagian dari diplomasi Indonesia, memperhatikan bahwa saat ini, industri batik sedang menghadapi berbagai tantangan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Oleh karena itu, melakukan beberapa inisiatif untuk dapat berperan lebih dalam mengembangkan industri batik sangat diperlukan.
Baca Juga: Syaikh El-Awaisi: Menyebut-Nyebut Baitul Maqdis Sebagai Tanda Cinta Terhadap Rasulullah
Diharapkan kurikulum yang dirumuskan akan berperan sebagai modalitas untuk para Diplomat dalam mempromosikan Batik di perwakilan-perwakilan RI di luar negeri.
FGD yang berlangsung dua hari tersebut merupakan kegiatan dalam menyongsong Hari Batik Nasional ke-11
Dipandu oleh Dr. Yayan GH Mulyana, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri. FGD tersebut membahas sembilan topik utama dari melestarikan nilai budaya batik hingga pendidikan, beasiswa dan kerja sama kewirausahaan terkait industri batik.
Narasumber dengan beragam latar belakang turut berkontribusi mulai Para Duta Besar, Pejabat Pemerintah, tokoh di bidang batik, Desainer, Pelaku Usaha Kecil dan Menengah, akademisi, Yayasan Batik Indonesia dan perwakilan dari Kedutaan Besar Australia dan Kantor UNESCO di Jakarta. (T/RE1/P1)
Baca Juga: AWG: Daurah Baitul Maqdis, Jadi Titik Balik Radikal untuk Perjuangan Umat Islam
Mi’raj News Agency (MINA)