KENAPA MUSLIM SELALU DIANGGAP TERORIS?

A NYPD officer and a man look on as civil rights, legal advocates and residents hold a press conference June 18,2013 in New York outside One Police Plaza to discuss planned legal action challenging the city police department's surveillance of businesses frequented by Muslim residents and area mosques. AFP PHOTO / TIMOTHY CLARY        (Photo credit should read TIMOTHY CLARY/AFP/Getty Images)
(Sumber foto: Ibtimes)

Oleh Yahya Salih (Staf Penulis The Guilfordian)

Saya yakin warga Amerika Serikat () pernah mendengar berita tentang anak kelas sembilan yang dituduh sebagai di Irving, Texas, AS karena membawa “bom” ke dalam kelas pada akhir-akhir ini.

Jika mereka juga menjadi guru Ahmed Mohamed dalam situasi yang sama, mereka juga pasti akan menganggap jam buatannya sebagai sebuah bom. Bahkan, jika mereka menjadi seorang petugas polisi yang menangkapnya, dia belum tentu dapat lepas tanpa pengacara.

Jika warga AS membantah pandangan itu, mereka mungkin berbohong atau tidak pernah menonton berita. Saya sendiri harus mengakui, jika saya berada dalam situasi yang sama, saya pasti akan menganggap jam buatan Ahmed sebagai sebuah bom.

Saya kira media berperan penting dalam menggambarkan umat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hingga terbentuklah opini publik. Hampir setiap warga AS telah dicuci otaknya hingga menganggap setiap Muslim adalah teroris.

Sebagai Muslim, saya ingin membalikkan pandangan ini. Presenter Fox News Brian Kilmeade pada 2010 pernah berkata, “Tidak semua muslim teroris, tapi semua teroris adalah muslim.” Namun, hal itu tidaklah benar jika kita merujuk pada pengertian apa itu teroris.

Faktanya, antara tahun 1980 dan 2005, sebanyak 94 persen aksi teroris di Amerika Serikat (AS) dilakukan non-muslim. Sejak peristiwa 9/11, sebanyak 37 kematian disangkakan terhadap “teroris” muslim, sedangkan 190.000 pembunuhan dilakukan “non-teroris” AS.

Sebanyak 55 persen warga AS memiliki pandangan negatif mengenai Islam. Sementara itu, hanya 13 persen yang memahami Islam. Pandangan kelompok ISIS, Al-Qaeda, atau Taliban juga tidak mewakili pandangan 1,6 miliar muslim yang ada di seluruh dunia.

AS biasanya mencari kambing hitam. Klaim ini hampir mustahil ditepis. Umat muslim tidak ingin meneror warga AS. Saya sendiri juga ingin pergi sekolah dan membanggakan guru saya, sama seperti yang dilakukan Ahmed ketika dia mencoba merancang jam buatannya sendiri.

Tujuan hidup saya bukanlah membunuh. Saya hanya ingin mendapatkan pekerjaan, membangun keluarga sendiri, dan meninggal dengan memberikan warisan yang baik bagi generasi selanjutnya. Tapi, setiap kali saya pergi ke mesjid di AS, seseorang selalu berpandangan sempit.

Ketika muslim distereotypkan sebagai teroris, masyarakat tidak akan peduli jika negara muslim seperti Irak atau Afghanistan dijajah atau jika polisi Israel menembak anak Muslim Palestina Muhammad Jamal Ubeid.

Jika seseorang membuat kartun anti-Islam seperti Charlie Hebdo, itu ditimbang sebagai kebebasan berekspresi. Namun, kartun anti-Yahudi, anti-Semitisme, dan anti-Kristen dianggap sebagai sebuah “pelecehan” terhadap Barat. (T/P020/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comments: 0