Jakarta, MINA – Ketua Steering Commitee Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, Ijtima Ulama Komisi Fatwa ke-VIII adalah bukti keseriusan ulama mengawal bangsa Indonesia.
“Ini menjadi bukti serius, karena melalui Fatwa menjadi keputusan Ijtima Ulama, para ulama berkesempatan berkontribusi pada bangsa,” kata Kiai Niam saat berikan sambutan Pembukaan Ijtima Ulama VIII, di Ponpes Bahrul Ulum, Sungailiat, Bangka Belitung, Rabu (29/5)
Ia juga mengatakan, fatwa bunga bank cukup fenomenal dan melekat selama MUI dibentuk, juga Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada 2003. Untuk itu kehadiran pikiran ulama dalam Ijtima Ulama juga akan menentukan nasib umat dan Indonesia dimasa depan.
“Kita memakai bahasa ulama, karena umat adalah pemilik saham terbesar bangsa ini, keberadaan bangsa ini hasil tetesan darah, jihad, serta ijtihad para ulama, ” tegasnya.
Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Gelar Doktor Bahlil
Prof Niam menegaskan, kegiatan ini juga sebagai tanggung jawab keagamaan dan kemasyarakatan untuk memberikan penguatan yang lurus, meluruskan yang tersesat dan mengingatkan yang lupa.
Lanjutnya, kegiatan ini digelar di ponpes, karena memiliki simbol kesederhanaan, kebersamaan dan egalitarianisme.
“Diharapkan forum dan hasilnya juga menjadi ijma’ wathani sebagai konsensus nasional, consensus ulama nasional dalam merespons permasalahan kebangsaan, baik nasional, regional, maupun global,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan, salah satu tujuan Ijtima Ulama mengawal kebutuhan umat dalam sistem negara serta menjelaskan mengenai esensi. Kegiatan Komisi Fatwa ini membahas mengenai masalah strategis kebangsaan dalam bahasa agama Ijtima Ulama, telah diawali dengan sidang pleno memperkuat tema pembahasan sidang komisi setelah pembukaan.
Baca Juga: Pelatih Timnas Arab Saudi Puji Suporter Indonesia
“Salah satu membahas mengenai prinsip hubungan antar bangsa, relasi Indonesia aturan antar bangsa, serta bagaimana aturan PBB mengedepankan prinsip keadilan dan tanpa diskriminasi, termasuk ketika bangsa itu tidak memiliki warga negara,” ujarnya.
“Prinsip membela kemerdekaan bangsa dan menentang segala bentuk penjajahan, isu fikih hubungan antar umat beragama, bagaimana kasus lintas agama didudukkan secara proporsional dalam mozaik kebersamaan sesuai prinsip keagamaan dengan pendekatan masing-masing agama,” lanjutnya.
Mi’raj News Agency MINA
Baca Juga: Banjir Rob Muara Angke Capai Satu Meter, Warga Dievakuasi