Tokyo, MINA – Pengalaman saat mengunjungi Tokyo, Jepang, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menceritakan meningkatnya jumlah restoran halal dan meningkatnya non muslim yang memilih makanan halal di negara itu.
Ia sengaja tetap berpuasa meskipun mendapat keringanan (rukhshah) untuk tidak berpuasa.
Setelah tiba di Tokyo, Kiai Cholil diajak temannya untuk berbuka puasa di restoran daging Jepang yang mendapat sertifikat halal, yaitu restoran Yakinikukaeseki Tomoji di gedung Hibiya Fort Tower. Gedung yang beralamat di Nishishinbashi, Minato Tokyo ini berada di kawasana elit.
Di restoran yang baru buka 1 Maret 2023 itu, ia mencoba A5 Premium Wagyu Platter. Ia ingin mencoba menikmati berbagai potongan daging sapi wagyu dan steak sirloin berkualitas berbed yang halal.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
“Masakan khas bersertifikat halal di gedung yang megah itu menunjukkan bahwa bisnis makanan halal di Jepang diterima oleh masyarakat kelas menengah, dan berkembang pesat,” ujar Kiai Cholil Ahad (16/4).
Sejak tahun 2010-an, lanjut dia, Jepang sebagai negara non-Muslim menyadari bahwa akhir-akhir ini wisatawan muslim meningkat dan mereka memiliki beberapa keistimewaan antara lain dalam makanan. Karena itu, untuk menyambut tamunya, orang Jepang melakukan omotenashi atau keramah-tamahan dengan cara mulai menyediakan makanan halal bagi wisatawan muslim
“Omotenashi yang diberikan kepada semua tamu yang datang ke Jepang memberikan pengaruh yang besar dalam meningkatkan makanan halal bagi wisatawan muslim,” ucap Kiai Cholil.
Selain itu, kini penduduk negara Jepang juga sudah mulai banyak yang beragama Islam. Meskipun tidak ada data yang pasti, disebutkan bahwa satu sampai 1.5 juta Muslim mengunjungi Jepang setiap tahunnya, dan 100-200 ribu Muslim tinggal di Jepang. Hal ini terjadi karena adanya imigran muslim pada 2012/2013.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
“Sampai saat ini, sudah terbangun 105 masjid di negara Jepang. Masyarakat di negeri Matahari Terbit itu juga menganggap bahwa halal itu sehat. Jadi, halal di Jepang sudah bukan alasan agama, namun lifestyle. Masyarakat Jepang sangat concern pada apapun yang dikonsumsi oleh mereka,” kata Kiai Cholil.
“Industri makanan halal telah menjadi tren, bukan hanya untuk wisatawan muslim, tetapi juga non-Muslim. Pasalnya pangan halal dianggap sebagai simbol kebersihan,” imbuhnya.
Sejak 2013, menurut Kiai Cholil, jumlah restoran halal melonjak dari yang awalnya hanya empat restoran dan pada 2020 menjadi 180 restoran, termasuk perusahaan santapan yang menyajikan hidangan tradisional Jepang.
Pada 2014, Kanda University of International Studies membuka kafetaria Shokujin, yang disertifikasi oleh Nippon Asia Halal Association. Rantai populer Curry House CoCo Ichibanya juga membuka cabang Akihabara halal pada 2017.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
Daging sapi wagyu Jepang, yang telah menjadi hits di dunia Arab karena rasanya yang kaya dan kelembutan, juga disajikan halal di negara asalnya. Halal Wagyu Yakiniku Panga di bangsal Taito Tokyo bercabang dari perusahaan yang sudah mapan untuk mengakomodasi konsumen halal. (R/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MNA)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian