Khutbah Idul Fitri: Empat Kriteria Utama Orang yang Bertaqwa

Ustadz Amin Nuroni di hadapan Ribuan jamaah Masjid An-Nubuwwah Lampung pada perhelatan Shalat Idul Fitri 1445 H bertempat di Lapangan Gaza, Al-Muhajirun, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Rabu (10/4). Photo by: Habib Hizbullah, MINA BIRO SUMATERA.

Oleh: Ustadz Amin Nuroni,

Bulan Ramadhan menjadi perantara setiap mukmin dalam menghantarkan intisari taqwa sebagai proses menjadi mukmin yang berkualitas.

Hal itu disampaikan Waliyul Imaam Lampung, Ustadz Amin Nuroni dalam khuthbah Sholat Idul Fitri 1445 Hijriyah di Lapangan Gaza, Kompleks Ponpes Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah, Al-Muhajirun, Negaratu, Natar, Lampung Selatan, Rabu (10/4).

“Seperti yang Sayyidina Ali bin Abi Thalib katakan, ada empat kriteria utama sifat orang yang bertaqwa, yang pertama adalah orang yang takut kepada Allah,” katanya di hadapan ribuan Jama’ah Idul Fitri.

“Kenapa begitu? Karena mustahil seorang hamba yang bertaqwa berani mengingkari setiap perintah Allah, mustahil bagi orang-orang tersebut lalai akan pertanda-pertanda Allah agar mereka senantiasa mendapatkan ridha-Nya,” tambahnya.

Di dalam poin kedua ia mengatakan, ciri orang memiliki taqwa yang berkualitas adalah senantiasa menjaga nilai-nilai dari Al-Qur’an karena dengan begitu, Firman-firman Allah lah yang akan menjaga akhlak seseorang tersebut dalam bergaul, berkeluarga, bermasyarakat dan lain sebagainya sesuai dengan anjuran dan batasan yang telah terpampang jelas di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebagi suri tauladannya.

“Tidak ada satu nilai Islam yang Rasulullah contohkan kecuali dapat meberikan nilai kehidupan. Dan orang yang bertaqwa senantiasa memiliki spirit mampu menjaga nilai-nilai Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya,” tambahnya.

Lalu poin yang ke tiga, orientasi hidup yang qona’ah juga menjadi bagian dari upgrade hidup seseorang yang bertaqwa, Amin mengatakan “Karena sebagaimana yang kita ketahui mengenai gaya hidup Rasulullah, dengan kesederhanaan itulah mampu menjaga tujuan hidup bukan hanya sekedar gapaian duniawi yang lain tidak bukan hanyalah sebuah titipan,” ujarnya.

Dan poin yang terakhir adalah, mempersiapkan bekal di akhirat dimana seseorang yang selalu mengingat kematian, semata akan tumbuh sadar pada diri sendiri jika dunia bukanlah tujuan hidup yang sesungguhnya.

“Padahal pada saat di dunia ketika kita jatuh miskin, saat sakit, pada saat titik terendah pun masih da kesempatan seseorang akan membantu, namun bayangkan di kehidupan akhirat tidak ada lagi nampak perjuangan dan pertemanan hanya satu-satunya berharap pertolongan kepada Allah,” ucapnya. (L/Ara/R2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: hadist

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.