Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah Jumat: Pintu Ampunan Itu Bernama “Birrul Walidain”

taufiq - Kamis, 30 Mei 2019 - 21:48 WIB

Kamis, 30 Mei 2019 - 21:48 WIB

34 Views ㅤ

birrul walidain - cdn.mosoah.com -

Oleh : Taufiqurrahman, Lc

الحمد لله الحمد لله الذي وصينا بالوالدين إحسانا وجعل رضاه في رضا والدينا، أشهد أن لا اله إلا أنت سباحنك لا علم لنا إلا ما علمتنا و وأشهد أن محمدا عبدك ورسولك، بلغ الرسالة وأدى الأمانة، ونصح الأمة وجاهد في الله حق جهاده، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وعلى كل من سار على نهجه إلى يوم القيامة، أما بعد، أوصيكم عباد الله ونفسي بتقوى الله وطاعته

فقد قال الله تعالى في القرآن الكريم {  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ }

وقال تعالى في آية أخرى { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ }

Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis

‘Ibadallah,

Suatu ketika seorang laki-laki datang menemui Abdullah bin Abbas radliyallhu ’anhuma dan berkata: “Sesungguhnya aku telah melamar seorang perempuan. Namun ia menolak menikah denganku. Lalu lelaki lain melamarnya. Ia pun bersedia menikah dengannya. Lalu aku cemburu pada perempuan itu dan aku membunuhnya. Adakah kesempatan untukku bertaubat?”

Ibnu Abbas berkata, “Apakah ibumu masih hidup?”

“Tidak,” jawab lelaki itu.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam

“Bertaubatlah kepada Allah Azza wa Jalla dan beribadahlah kepada-Nya semampumu!” balas Ibnu Abbas.

Lalu aku (sang perawi) menemuinya dan bertanya, “Mengapa engkau bertanya apakah ibunya masih hidup?”

“Karena aku tidak tahu amal apa yang paling dekat dengan Allah Azza wa Jalla selain berbakti kepada ibu,” sahut Ibnu Abbas.

Kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al Adab Al Mufrad tersebut menggugah kembali kesadaran kita akan makna penting birrul walidain, berbakti kepada kedua orangtua.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina

Di antara makna penting itu kita belajar bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan di antara sebab diampuninya dosa hamba adalah baktinya kepada orangtua, terutama ibu. Tak heran jika Allah menyandingkan perintah berbakti kepada orang tua setelah larangan berbuat syirik kepada-Nya.

{ وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا }

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS An Nissa : 36)

Bahkan Allah siratkan keutamaan itu dengan perintah untuk mengikrarkan taubat di penghujung doa bakti kita kepada orangtua.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi  

{ وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ }

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS Al Ahqaf : 15)

Maka di bulan Ramadhan, bulan yang dengannya Allah ampuni dosa-dosa hamba yang berpuasa ikhlas dan berharap pahala dari-Nya, menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk meletakkan bakti kepada orangtua pada kedudukan utama dari amal ibadah kita. Memasukkan program birrul walidain ke dalam agenda utama pertaubatan kita di bulan Ramadhan.

Tidak hanya mengisinya dengan berpuasa, qiyamullail, membaca Al-Quran dan bersedekah, namun juga berbakti kepada orangtua. Menyambut hangat panggilannya, bertutur lembut di hadapannya, menjaga senyumannya, menuruti segala kemauan baiknya serta melakukan berbagai amalan yang bisa mendatangkan rida dan kebahagiannya. Sebab kita tahu di balik ridanya tersembunyi rida Rabb kita, Allah Ta’ala.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

Rida Allah tergantung pada rida orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua.” (HR at-Tirmidzi).

Mari kita belajar dari para salaf tentang bakti besar mereka kepada orangtua.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an

Suatu ketika Ibunda Imam Abu Hanifah meminta putranya tersebut mengantarnya bertemu Zur’ah Al Qash, meminta fatwa padanya tentang sumpah yang diingkari sang ibu. Zur’ah tentu terkejut.

“Wahai ibu bagaimana bisa aku memberikan fatwa kepadamu sedangkan di sisimu ada seorang yang paling alim di kota Kuffah?” ujar Zur’ah kepada ibunda Abu Hanifah.

Abu Hanifah menyahut keheranan Zur’ah dengan berbisik, “Fatwakanlah untuk beliau demikian dan demikian.” Maka Zur’ah pun berfatwa untuk ibunda sang Imaam hingga beliau rida.

Muhammad bin Bisyr Al Aslami menjadi saksi bakti Abu Hanifah dan Manshur bin Al Mu’tamar kepada kedua orangtua mereka.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib

“Adapun Manshur, sering mencari kutu di kepala ibunya dan menyisir rambutnya,” terang Muhammad bin Bisyr.

Ada pula ulama yang selalu menyiapkan tempat tidur untuk ibundanya. Hajar bin Al Adbar namanya. Hampir setiap malam ia mengusap-usap kasur sang ibu lalu berguling-guling di atasnya. Memastikan kasur tersebut lembut dan nyaman. Kemudian ia membaringkan ibunya di atasnya.

Imam Adz Dzahabi, ahli sejarah Islam, sering sedih saat tak mampu berangkat mencari hadits. “Karena ayahku tidak mengizinkanku melakukan safar ke kota Iskandariah,” terang Adz Dzahabi.

Terlalu banyak kisah bakti para ulama kepada orangtua. Tentu tak sanggup terangkum dalam khutbah singkat ini. Yang jelas, semua memberi pelajaran bagi kita kedudukan mulia ibu bapak dalam Islam.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus

Menutup khutbah ini, mari kita simak doa Nabi Nuh ‘alaihissalam seperti diabadikan Allah Ta’ala dalam ayat berikut,

{ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا }

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibubapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS Nuh : 28)

Semoga Allah Ta’ala berkenan menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan, mengampuni dosa-dosa kita di masa lalu dan mengampuni dosa-dosa orang tua kita.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Kabar Gembira bagi yang Mentaati Allah dan Rasul-Nya

Khutbah ke II

الحمد لله كما ينبغي لجلال وجهه وعظيم سلطانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبد الله ورسوله، صلى الله وسلم وبارك عليه وعلى آله وصحبه أجمعين، وعلى من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أوصيكم عباد الله ونفسي بتقوى الله عز وجل.

‘Ibadallah,

Ada empat keadaan yang wajib diperhatikan dengan baik oleh seorang anak dalam berbakti kepada orangtua.

Baca Juga: Khutbah Jumat: Keutamaan Rapatnya Shaf dan Shaf Pertama dalam Shalat Berjamaah    

Pertama, saat anak telah menikah dan berumah tangga.

Dalam keadaan demikian hendaklah seorang anak tidak meninggalkan baktinya kepada ibu bapak karena tersibukkan dengan urusan keluarga. Tak sepantasnya bagi seorang muslim memperhatikan istri, berusaha membuatnya tersenyum dengan harta. Namun di saat bersamaan ia membiarkan ibu bapaknya dalam keadaan miskin dan kesusahan.

Kedua, saat salah satu atau keduanya sakit.

Saat ibu atau bapak sakit tidak ada yang paling bisa diandalkan untuk merawatnya selain putra putrinya. Saat sang ayah sakit tua sedangkan ibu dalam keadaan lemah karena lanjut usia, anak adalah harapan tertinggi bagi mereka untuk datang menemani dan merawatnya. Sungguh celaka seorang anak yang tak peduli keadaan orangtuanya yang sakit.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ

“… Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya (dosa-dosanya). Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Tirmidzi).

Ketiga, saat salah satu dari keduanya meninggal.

Sungguh duka mendalam dirasakan istri yang ditinggal mati suaminya. Tidak ada lagi kekasih yang selalu setia menemani hari-harinya, melewati suka dan duka. Di saat demikian anak harus berdiri dekat di samping ibundanya. Menguatkan hatinya. Membantu mengurangi beban dan dukanya.

Keempat, saat keduanya meninggal.

Kewajiban berbakti kepada ibu bapak tidak pernah gugur meski keduanya meninggal. Justru di saat demikian, keduanya sangat membutuhkan aliran pahala dari putra-putrinya. Demi memberatkan timbangan amal baiknya. Sebab tidak ada pahala yang mereka bisa raih karena tak mampu lagi beramal.

Maka hanya amal jariyah yang mungkin memberatkan timbangan itu. Salah satunya anak yang shalih. Mari kita jariyahkan pahala kepada mereka dengan keshalihan kita. Dan jangan lupa untuk selalu memohon ampun kepada keduanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang salih” (HR. Muslim)

عباد الله، إن الله أمركم بأمر عظيم ألا وهو الصلاة والسلام على الرسول الكريم، فقال تعالى { إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما }  اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ونبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنك سميع قريب مجيب الدعوات.

اللهم اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك غفور رحيم

اللهم ربنا اغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا

اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه

اللهم أعنا على ذكرك وشكرك وحسن عبادتكم

اللهم تقبل منا صيامنا وركوعنا وسجودنا واجعلها في ميزان حسناتنا

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

عباد الله: اذكروا الله العظيم يذكركم، واشكروه على نعمه يزدكم.

 

(AR 02/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Tausiyah
Khutbah Jumat
Yakhsallah Mansyur
Tausiyah