Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kita Harus Berpura-Pura Agar Tetap Hidup

Redaksi Editor : Bahron Ansori - Senin, 21 Oktober 2024 - 06:16 WIB

Senin, 21 Oktober 2024 - 06:16 WIB

54 Views

Ilustrasi. (LANGIT7/iStock)

Oleh Hajar Azzahra, Mahasiswa STAI Al-Fatah Cileungsi Bogor

Hidup sering kali diibaratkan sebagai panggung teater, di mana setiap individu memainkan peran tertentu. Dalam banyak situasi, berpura-pura menjadi alat yang diperlukan untuk bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Ketika kita menghadapi tekanan sosial, ekspektasi, dan realitas yang sulit, berpura-pura tampaknya menjadi jalan keluar yang paling praktis.

Mengapa Kita Berpura-pura?

Ada berbagai alasan mengapa kita merasa perlu untuk berpura-pura. Salah satunya adalah untuk menghindari konsekuensi negatif. Misalnya, seseorang mungkin berpura-pura bahagia di depan teman-teman meskipun sedang mengalami masalah pribadi. Ini sering kali dilakukan untuk menjaga keharmonisan dan menghindari pertanyaan yang tidak nyaman.

Baca Juga: Enam Tips Hadapi Musim Penghujan

Selain itu, dalam lingkungan kerja, banyak orang berpura-pura kuat dan mampu meskipun mengalami stres atau beban kerja yang berlebihan. Mereka merasa bahwa menunjukkan kerentanan bisa mengancam posisi mereka. Di sisi lain, media sosial juga memfasilitasi budaya berpura-pura, di mana individu cenderung menampilkan versi terbaik dari diri mereka. Ini menciptakan tekanan untuk selalu terlihat bahagia dan sukses, padahal kenyataannya mungkin berbeda.

Dampak Negatif Berpura-pura

Meskipun berpura-pura bisa memberikan kenyamanan sementara, ada banyak dampak negatif yang dapat muncul. Berpura-pura terus-menerus dapat menyebabkan ketidakpuasan dan kehilangan diri. Ketika kita menyembunyikan perasaan sebenarnya, kita berisiko merasa terasing dan terputus dari identitas kita yang otentik. Selain itu, kesehatan mental juga bisa terganggu, dengan meningkatnya risiko kecemasan dan depresi akibat menekan emosi.

Dalam hubungan pribadi, berpura-pura dapat menciptakan jarak antara individu. Hubungan yang didasarkan pada kepura-puraan sering kali tidak dapat bertahan lama, karena kejujuran dan keterbukaan adalah fondasi dari hubungan yang sehat. Ketika kedua belah pihak merasa perlu berpura-pura, koneksi yang mendalam sulit untuk terjalin.

Baca Juga: Sampah Menumpuk, Salah Siapa?

Mencari Keseimbangan

Mencari keseimbangan antara kejujuran dan kepura-puraan adalah tantangan yang dihadapi banyak orang. Penting untuk membangun kesadaran diri dan mengenali kapan kita merasa perlu berpura-pura. Dengan komunikasi terbuka dan dukungan dari orang-orang terdekat, kita dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan kita untuk berbagi perasaan tanpa takut dihakimi.

Latihan mindfulness juga dapat membantu kita menyadari perasaan kita dan menghadapi situasi dengan cara yang lebih sehat. Dengan menerima ketidaksempurnaan diri sendiri dan orang lain, kita dapat mengurangi tekanan untuk selalu berpura-pura.

Berpura-pura adalah bagian dari kehidupan yang sering kali tidak terhindarkan, tetapi penting untuk menyadari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Hidup dengan kejujuran dan autentik akan membawa kita pada hubungan yang lebih bermakna dan kehidupan yang lebih memuaskan. Mari kita berusaha untuk mengurangi kepura-puraan dan merayakan diri kita yang sebenarnya, karena pada akhirnya, hidup yang otentik adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan sejati.[]

Baca Juga: BPS: Pengangguran Terbanyak Lulusan SMK

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

Baca Juga: Pembebasan Baitul Maqdis dan Palestina Melalui Literasi dan Edukasi

 

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Kolom
Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah