Kongo Masih Berjuang Bendung Wabah Cacar Monyet

Tampilan penyakit karena wabah mpox (cacar monyet) pada warga Kongo, Afrika Tengah. (Gambar: Arise News)

Kinshasa, MINIA – Negara Kongo sedang berjuang untuk membendung wabah mpox (cacar monyet) terbesarnya, dengan para ilmuwan yang mengatakan, jenis baru dari penyakit ini lebih mudah menyebar ke masyarakat.

Sejak bulan Januari, Kongo telah melaporkan lebih dari 4.500 kasus dugaan mpox dan hampir 300 kematian. Jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat dari periode yang sama tahun lalu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kongo baru-baru ini menyatakan wabah ini di seluruh negaranya sebagai darurat kesehatan. Demikian dikutip dari The Daily Journal, Sabtu (4/5).

Analisis terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit antara bulan Oktober hingga Januari di Kamituga, Kongo timur, menunjukkan bahwa mutasi genetik pada mpox yang terjadi baru-baru ini adalah akibat dari penularan yang berkelanjutan pada manusia.

Baca Juga:  Pernyataan Sikap Wahdah Islamiyah Atas Genosida Zionis Israel di Gaza

Hal ini terjadi di sebuah kota yang masyarakatnya hanya memiliki sedikit kontak dengan hewan liar yang dianggap sebagai pembawa penyakit secara alami.

“Kita berada dalam fase baru mpox,” kata Dr. Placide Mbala-Kingebeni, peneliti utama studi tersebut.

Dia mengatakan penelitian tersebut akan segera diserahkan ke jurnal untuk dipublikasikan.

Mbala-Kingebeni mengepalai laboratorium di Institut Penelitian Biomedis Nasional Kongo, yang mempelajari genetika penyakit.

Lesi yang dilaporkan oleh sebagian besar pasien lebih ringan dan terjadi pada alat kelamin, kata Mbala-Kingebeni, sehingga penyakit ini lebih sulit didiagnosis. Pada wabah sebelumnya di Afrika, lesi paling banyak terlihat di dada, tangan, dan kaki. Ia juga mengatakan bahwa bentuk baru tersebut tampaknya memiliki tingkat kematian yang lebih rendah.

Baca Juga:  Sekitar 25.000 Warga Shalat Jumat di Masjid Al-Aqsa

Dalam laporan mengenai situasi mpox global pekan ini, WHO mengatakan versi baru penyakit ini mungkin memerlukan strategi pengujian baru untuk mengetahui mutasinya. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori